Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dekan Unas Diduga Catut Nama Dosen UMT, Pengamat: Buntut Tuntutan Kuantitas Jurnal

Kasus ini terjadi karena tuntutan pemerintah soal tingginya kuantitas publikasi jurnal ilmiah.

13 April 2024 | 16.21 WIB

Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS
Perbesar
Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan menilai pencatutan nama dosen Universitas Malaysia Terengganu (UMT) oleh Dekan Universitas Nasional (Unas) Kumba Digdowiseiso terjadi karena tuntutan pemerintah yang tinggi untuk kuantitas publikasi jurnal ilmiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menggarisbawahi bahwa target dari pemerintah soal angka publikasi menyebabkan sebagian kampus melakukan berbagai cara. "Menurut saya, karena memang pemerintah mendorong angka publikasinya naik. Bahkan ada yang sampai berkoordinasi dengan makelar jurnal yang dikatakan tidak bereputasi," kata Edi kepada Tempo, Sabtu, 13 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dia menegaskan, pemerintah selama ini hanya berfokus pada kuantitas publikasi jurnal, bukan kualitas. "Sayangnya pemerintah hanya menuntut kuantitas. Dulu, 2012 kalau tidak salah, seluruh kampus di Indonesia diminta minimal punya jurnal ilmiah. Yang didorong memang kuantitas publikasi. Jadi, bukan soal kualitas," tuturnya.

Karena peraturan pemerintah tersebut, dalam setahun kampus dituntut mempublikasikan sekian publikasi. Baik Scopus maupun Sciencedirect, "Seperti indeks kinerja utama atau IKU PTN." Hal tersebut menimbulkan kompetisi antar kampus hingga mendorong para dosen agar meningkatkan publikasi.

Kasus yang menyeret Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional (Unas) itu, menurut Edi, harus bisa dibuktikan secara ilmiah. Seperti pemeriksaan silang termasuk pengakuan dari orang-orang yang dicatut namanya tersebut. Itu jadi hal yang paling penting agar bisa menjustifikasi apakah Kumba benar melalukan hal-hal yang sifatnya menyimpang dari kaidah keilmuan ilmiah atau tidak.

Edi menjelaskan, kasus ini memang patut dicurigai. Sebab, dari bidang keilmuan Kumba, yakni Ilmu Ekonomi Pembangunan, produktivitas sebanyak lebih dari 160 artikel dalam setahun adalah hal yang tak wajar.

"Kalau jurnal-jurnal Saintek sering kali lebih produktif memang karena skala di lab ada satu temuan dengan yang lain. Tapi kalau ekonomi dan bisnis maupun sosial humaniora, sebenarnya tidak secepat ini," katanya.

Jadi, kasus ini, menurut Edi, merupakan hal yang luar biasa. Sebab, memang diduga mencatut nama dosen dari Malaysia untuk publikasi artikel dalam upaya menjaga kualitas ilmiahnya. "Kalau publikasinya sampai ratusan itu, berapa riset ya? Cukup dipertanyakan. Saya tidak yakin kalau itu melalui jalan yang benar. 

Sebelumnya, Retraction Watch melaporkan bahwa Kumba mencatut nama asisten profesor keuangan di Universitas Malaysia Terengganu, Safwan Mohd Nor. Sementara Safwan sama sekali tidak mengenal nama Kumba.

Kasus ini jadi perbincangan di X karena Dekan Unas tersebut diduga melanggar praktik publikasi penelitian di jurnal predator. UMT memang pernah dikunjungi Kumba. Namun, para dosen tersebut mengaku tak tahu menahu riset dan publikasi oleh sang guru besar muda Unas itu.

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus