Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Detail Fitur Game The Last of Us Part II yang Ramah Difabel

Berangkat dari keluhan penyandang disabilitas, pengembang game The Last of Us Part II memperbaiki berbagai fitur supaya terakses bagi pemain difabel.

10 Juni 2020 | 19.00 WIB

Pertarungan antara Ellie dan WLF di The Last of Us Part II
Perbesar
Pertarungan antara Ellie dan WLF di The Last of Us Part II

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - The Last of Us Part II memiliki sisi lain: dapat dimainkan penyandang disabilitas. Game eksklusif Sony Playstation 4 yang akan dirilis pada 19 Juni 2020, ini memiliki 60 akses yang dapat diakses orang berkebutuhan khusus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Naughty Dog, pengembang game ini, menyatakan isu aksesibilitas mereka terapkan ditengah pembuatan The Last of Us Part II tiga tahun silam. Pemicunya sederhana. Seperti ditulis The Verge pada 1 Juni 2020, mereka mendapat keluhan dari seorang berkebutuhan khusus yang gagal menamatkan Uncharted 2 -game bikinan Naughty Dog yang dirilis pada 2009, karena harus memencet tombol secara berulang-ulang dan cepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka mulai mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas di Uncharted 4 pada 2016. "Tapi masih jarang-jarang," ujar Emilia Schatz, kepala desain gameplay Naughty Dog. Nah, di The Last of Us Part II, setiap pemain disabilitas maupun non-disabilitas memiliki kesempatan bermain yang sama.

Ellie Williams, sang tokoh utama sejak seri pertama, bisa mengeksplorasi lingkungan - berupa kota Seattle 25 tahun pasca-wabah virus cordyceps yang meruntuhkan peradaban- berdasarkan pendengaran. Pemain yang butuh pandangan lebih jelas bisa melakukan zoom in menggunakan touchpad di stik layaknya menggunakan smartphone.

Kota Seattle menjadi salah satu lokasi konflik di game The Last of Us Part II

Bagi gamer low vision, ada fitur render yang menjadikan lingkungan hitam-putih, sementara protagonis berwarna biru dan musuh merah. Fitur lain di antaranya mengubah teks menjadi audio, termasuk saat Ellie membaca surat dan dokumentasi yang dia pungut di perjalanan.

Baca juga: 
Preview The Last of Us Part II: Penyempurnaan Gameplay Prekuelnya

Matthew Gallant, desainer The Last of Us Part II, mengatakan 60 aksesibilitas tersebut bisa dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu mengubah teks menjadi suara, mempermudah kontrol, dan mengatur mode kontras tinggi. Semuanya, dia melanjutkan, mengakibatkan pembuatan game ini memakan waktu lebih panjang.

Naughty Dog meminta masukan kepada Brandon Cole, konsultan tunanetra dan penggila video game, berbagai komunitas dan pengembang lain. Sama halnya dengan beberapa game versi tunanetra, dalam The Last Part of Us Part II, sound assistance kerap menjadi primadona.

Ellie mampu menyelinap di The Last of Us Part II untuk berada di posisi yang lebih unggul dibanding musuh

Gallant mengatakan salah satu proses yang membutuhkan debat panjang adalah saat mengembangkan akses bagi pemain tunarungu. Naughty Dog ingin pemain tunarungu dapat bermain tanpa perlu repot bolak-balik ke menu pilihan untuk mendapat akses. Konsekuensinya, tim harus bongkar pasang desain.

"Kami ingin The Last of Us Part II dapat mengakomodasi pengguna dengan latar belakang yang lebih beragam," kata Gallant. "Tentu bukan hal yang mudah dan masih banyak yang perlu dikembangkan."

REZA MAULANA | CHETA NILAWATY

Artikel terkait:
The Last of Us, Game Terbaik di PS4 Sejauh Ini

Mohammad Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus