Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan menunda pembahasan rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP dengan tidak mengirimkan surat presiden untuk pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah alasan melatarbelakangi keputusan penundaan RUU HIP tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan penundaan diambil pada rapat kabinet terbatas di Istana pada Selasa 16 Juni lalu. Dipimpin Presiden Joko Widodo, rapat tersebut dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly serta Kepala Badan Intelejen Negara Budi Gunawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pejabat pemerintah mengatakan Budi Gunawan mempresentasikan adanya penolakan terhadap rancangan tersebut. Gerakan penolakan, kata sumber ini mengutip data BIN, seperti ditulis Majalah Tempo edisi pekan ini, muncul di 15 provinsi. Penolakan terjadi karena rancangan itu dituding membuka peluang ideologi komunis kembali berkembang.
“Jadi presiden tak mengirimkan surat presiden untuk pembahasan itu,” ujar Mahfud Md. Ia meminta DPR kembali membahas rancangan itu dengan mengundang berbagai elemen masyarakat. Adapun Menteri Yasonna Laoly mengatakan pemerintah akan segera mengirim pemberitahuan resmi soal penundaan kepada Dewan.
Sebelumnya banyak pihak yang mendesak RUU HIP itu dibatalkan, salah satunya lantaran tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/1966 tentang Pembubaran PKI dalam draf RUU itu.
Menurut Presiden Jokowi, Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 itu tidak mungkin dihapus karena merupakan payung hukum yang tertinggi sudah ada. Jokowi mengatakan, pemerintah berkomitmen penuh untuk menutup pintu terhadap paham komunisme di Indonesia.