Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Sana-Sini Akil

Berbagai tuduhan muncul setelah penangkapan Akil Mochtar oleh komisi antikorupsi. Sebagian memiliki indikasi kuat.

14 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UCOK Hidayat harus berurusan dengan petugas Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Penyebabnya, Sekretaris Daerah Kota Palembang itu menenteng uang tunai Rp 8 miliar ketika melewati pemindai pintu masuk bandara pada 10 Mei lalu.

Petugas memeriksa uang dalam tiga koper itu. Ucok menyampaikan alasan, duit akan digunakan untuk membeli alat berat di Jakarta. Jawaban Ucok tercatat dalam tulisan tangan di laporan serah-terima petugas jaga bandara—dari regu B ke regu A—pada hari itu. Laporan dinas diteken tiga petugas, yaitu Susilo, Herman, dan A. Muchtar. Pada paragraf terakhir tertulis: "Bapak Ucok Hidayat membawa uang cash dalam koper ke Jkt u/ bayar alat berat."

Sarimuda, calon Wali Kota Palembang pada pemilihan pertengahan tahun ini, menduga kejadian di Sultan Mahmud Badaruddin II berhubungan dengan perkara di Mahkamah Konstitusi. Sebab, pada hari itu sedang bergulir sengketa pemilihan Wali Kota Palembang.

Berpasangan dengan Nelly Rasdiana, Sarimuda, yang didukung Partai Golkar, memenangi pemilihan. Mereka unggul delapan suara atas pasangan Romi Herton-Harnojoyo. Romi, Wakil Wali Kota Palembang 2008-2013, menggugat hasil pemilihan ke Mahkamah. Sengketa hasil ini ditangani hakim Akil Mochtar bersama Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.

Sore itu, Ucok dan anak buahnya, yaitu Isnaini Madani, Diankis Julianto, Alex Ferdinandus, Irwan Isbandi, Aditya, Mikha Maxiguna, Mohamad, dan Yopi, hendak terbang ke Jakarta menggunakan Garuda Indonesia GA-0121. Ucok duduk di kelas bisnis nomor 01B. Yopi di sampingnya. Adapun Isnaini dan rekan-rekannya duduk di nomor 2A-3F.

Ucok hingga akhir pekan lalu belum dapat dimintai konfirmasi tentang tentengan duit miliaran rupiah itu. General Manager Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Eko Diantoro mengatakan tidak pernah menerima laporan. Adapun Sarimuda menyatakan menerima informasi dari Kepala Bandara.

Sarimuda menilai alasan Ucok—bawahan Romi di pemerintahan—tidak masuk akal karena pemerintah Palembang mustahil membeli alat berat ke Jakarta. "Harus tender, bukan beli tunai," ujarnya.

Kecurigaannya meningkat karena pada saat itu Sarimuda dilobi seorang pria yang mengaku dekat dengan hakim konstitusi. Lelaki itu memintanya menyediakan Rp 15 miliar guna memenangi perkara. Sarimuda mengatakan menolak permintaan itu. Hasilnya, Mahkamah memenangkan pasangan Romi-Harnojoyo, yang didukung PDI Perjuangan dan Partai Demokrat, yang dinyatakan unggul 27 suara atas Sarimuda-Nelly.

Sarimuda mengakui tak ada bukti bahwa uang yang menjadi persoalan di bandara itu hendak disetorkan ke Akil. Tapi, kata dia, hal itu dijadikan indikasi. Pengacara Romi-Harnojoyo, Sirra Prayuna, membantah kecurigaan Sarimuda. Ia menyebutkan sudah seharusnya kliennya menang berdasarkan penghitungan ulang suara di Mahkamah.

Toh, Solidaritas Pengacara Pilkada melaporkan peristiwa "koper uang" itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut mereka, uang Rp 8 miliar di tangan Ucok diduga berhubungan dengan perkara sengketa. Uang dicurigai mengalir ke orang dekat hakim konstitusi setelah dibawa ke Hotel Sultan, tempat menginap pasangan Romi-Harnojoyo.

Setelah Akil Mochtar ditangkap penyidik KPK karena diduga menerima suap di rumahnya, Rabu malam dua pekan lalu, berbagai tudingan muncul ke mantan politikus Partai Golkar itu. Semua diungkapkan oleh mereka yang kalah beperkara, terutama dengan kepemimpinan hakim Akil.

Sebelum KPK menangkap Akil, Tempo juga sedang menelusuri keanehan dalam sengketa pemilihan di Banyuasin, Sumatera Selatan. Tersebutlah Muhtar Efendy, yang menawarkan "jasa kemenangan" di Mahkamah ke daerah-daerah. Di antaranya Yan Anton Ferdian, yang pelantikannya sebagai bupati ditunda gara-gara surat Akil yang ditenteng Muhtar (baca Tempo edisi 7-13 Oktober 2013, "Layang Siluman Kurir Ketua").

Sesuai dengan kartu tanda penduduknya, Muhtar beralamat di Jalan Cempaka Sari V 19-G, Jakarta Pusat. Alamat itu adalah rumah toko tempat menyimpan barang-barang kebutuhan kampanye. Sepuluh meter dari situ, ada lagi ruko tempat penyimpanan barang-barang Muhtar. Penduduk setempat mengatakan kedua ruko Muhtar tergembok sejak pekan lalu. Muhtar juga belum merespons permintaan wawancara konfirmasi dari Tempo.

Solidaritas Pengacara juga melaporkan sembilan sengketa hasil pemilihan kepala daerah terindikasi korupsi, yaitu Kota Kediri, Waringin Barat, Mandailing Natal, Maluku Tenggara, Empat Lawang, dan Kuantan Singingi, plus tiga provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku. "Laporan itu disertai bukti, ada saksi, rekaman, dan petunjuk yang menguatkan adanya suap," kata Ahmad Suryono, koordinator Solidaritas Pengacara.

Dalam sengketa hasil pemilihan di Bali—juga ditangani Akil, Maria, dan Anwar—pesaing Made Mangku Pastika mencurigai kemenangan gubernur bertahan itu. Pastika-Ketut Sudikerta, yang disokong Partai Golkar dan Partai Demokrat, unggul 996 suara atas pasangan Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga dan Dewa Nyo­man Sukrawan, calon PDI Perjuangan. Puspayoga menggugat kemenangan Pastika ke Mahkamah Konstitusi, Juni lalu.

Sirra Prayuna, pengacara PDI Perjuangan, melihat ada kejanggalan selama persidangan. Misalnya, Akil menganggap biasa keterangan saksi I Ketut Sudi yang mengaku mencoblos 40 kertas suara. Pernyataan Akil terekam dalam risalah rapat sidang pembuktian VI, 18 Juni 2013. "Dengan fakta itu, seharusnya hakim memutuskan pemungutan suara ulang," kata Sirra—kali ini menjadi pihak yang kalah.

Kejanggalan lain, menurut Sirra, pada amar putusan yang dibacakan 20 Juni lalu, Akil mengatakan rapat permusyawaratan hakim berlangsung pada 18 Juni. Padahal, di hari yang sama, panel hakim masih menggelar sidang pemeriksaan saksi.

Rudi Alfonso, pengacara Mangku Pastika, balik menuding kubu Puspayoga berbuat curang. Politikus Golkar ini membantah kliennya menyuap. "Saya jamin kami tidak pernah berpikir untuk curang, apalagi pakai uang," ujar Rudi.

Pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer, mengatakan kliennya menyerahkan semua tuduhan itu ke pengadilan. Ia menyebutkan, "Silakan kalau mereka punya bukti. Tapi Pak Akil juga punya hak untuk membela diri."

Rusman Paraqbueq, Ananda Badudu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus