Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mengejar beasiswa ke luar negeri sudah sepatutnya diikuti dengan kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Salah satu program pendidikan bahasa Inggris yang bisa dipilih oleh difabel adalah English Language Training Asistance atau ELTA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Program ELTA didanai oleh pemerintah Australia dan dilaksanakan di Indonesia Australia Language Foundation atau IALF Bali. Project Coordinator IALF Bali untuk ELTA, Agung Sudiani mengatakan ELTA adalah program bantuan pelatihan bahasa Inggris untuk pelamar beasiswa S2 Australian Awards yang belum memiliki nilai cukup untuk mendaftar.
ELTA secara ditujukan untuk masyarakat di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan pendaftar dengan disabilitas. Program ELTA berlangsung di Jalan Sesetan Nomor 190, Denpasar, Bali. "Syaratnya, harus lulus jenjang strata satu, dan belum atau tidak sedang menempuh pendidikan strata dua," ujar Agung Sudiani.
Program ELTA pertama kali diadakan di NTT pada 2011. Kemudian secara bertahap mulai dilaksankan di provinsi lain di Indonesia Timur. Setiap provinsi memiliki 30 pelamar yang lolos seleksi setiap tahunnya. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang dilakukan IALF terhadap lebih dari 1.500 pelamar.
Mulai 2016, ELTA membuka kelas inklusif untuk pelamar beasiswa Australia Awards dengan disabilitas. Program ini hanya dilaksanakan di IALF Bali dengan jumlah lulusan sebanyak 12 orang. Bagi peserta dengan disabilitas, ELTA membuka kelas untuk pelamar dari seluruh wilayah di Indonesia.
Seperti ELTA di tahun ini, peserta dengan disabilitas berasal dari Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tenggara. "Jumlahnya ada tujuh orang dari berbagai ragam disabilitas. Jumlahnya juga seimbang antara peserta laki-laki dan perempuan," ujar Agung Sudiani.
Kendati menyertakan peserta dengan disabilitas, materi pelajaran yang diberikan tetap mengikuti kurikulum di kelas bahasa Inggris berstandar internasional. Proses belajar mengajar yang sedikit berbeda adalah penggunaan materi yang sudah diterjemahkan dalam bacaan digital agar dapat terdeteksi pembaca layar komputer.
Dari semua kegiatan belajar mengajar, tentu tidak ada lain hal yang ditunggu peserta ELTA selain sertifikat International English Language Testing System atau IELTS. Setelah tiga bulan menjalani pendidikan bahasa Inggris di kelas, peserta menghadapi ujian puncak pada 14 dan 15 Desember 2018.
Ada empat komponen yang diuji, yaitu listening (kemampuan mendengar wacana bahasa Inggris), reading (kemampuan membaca dan mengerti wacana), writing (kemampuan menulis secara terstruktur), dan speaking (kemampuan berbicara secara terstruktur).
Nilai yang dikterbitkan IALF ini tidak sembarangan. Nilai tersebut dipakai oleh calon penerima beasiswa Australian Awards Scholarship (saat ini disebut Australia Awards Indonesia) sebagai tiket belajar di negeri Kangguru itu. "Program ini penting bagi saya untuk mengambil beasiswa master. Nilai IELTS saya harus 6,5 agar bisa cepat berangkat," ujar Andi Fadillah, 23 tahun, pekerja sosial di Lembaga Non Pemerintahan asal Tarakan, Kalimantan Utara.
Cita-cita itu yang mendorong Andi mendaftar ke program ELTA 2018. "Semua biaya pendidikan diberikan gratis, tugas kami adalah belajar dan meningkatkan nilai," ujar Andi.
Artikel lainnya:
Laetitia Choir, Kelompok Paduan Suara Penyandang Disabilitas
Peserta ELTA lainnya, Hendri Hernowo mengatakan belajar bahasa Inggris di ELTA membuka pengetahuan sekaligus menambah jejaring pertemanannya. "Saya lebih tahu bagaimana penggunaan aturan pada struktur bahasa Inggris," ujar peserta dengan disabilitas asal Magelang, Jawa Tengah.