Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah daerah sulit mendapatkan stok vaksin Covid-19.
Daerah yang kelebihan stok vaksin tidak bisa langsung memberikan stoknya ke daerah yang seret pasokan.
Sejumlah kabupaten melaporkan bahwa sisa stok vaksin di wilayahnya tak bisa bertahan lebih dari tujuh hari.
JAKARTA – Sejumlah daerah melaporkan kesulitan mendapat stok vaksin Covid-19 dari pemerintah pusat. Berdasarkan laporan yang diterima lembaga pemantau pandemi, LaporCovid-19, kesulitan tersebut tak hanya dialami warga, tapi juga dinas kesehatan. "Mereka harus menunggu lama distribusi stok vaksin dari pusat," ujar Koordinator Tim Advokasi LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah, saat dihubungi Tempo, kemarin, 11 Maret.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Firdaus menuturkan beberapa kali responden organisasinya menerima laporan warga ihwal seretnya stok vaksin. Dinas kesehatan setempat yang dimintai konfirmasi ihwal laporan ini menyebutkan bahwa stok vaksin benar-benar terbatas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua hari lalu, misalnya, kata Firdaus, ada laporan dari warga yang mengeluh kesulitan mencari vaksin Moderna dan AstraZeneca di Kabupaten Tangerang, Banten. Januari lalu, LaporCovid-19 juga mendapat keluhan dari warga Surabaya yang kesulitan mendapat vaksin booster. "Januari lalu, pernah ada juga laporan di Kota Tangerang Selatan bahwa warga susah mencari vaksin booster," ujarnya.
Menurut Firdaus, ada sejumlah faktor yang menyebabkan terbatasnya stok vaksin. Dari alokasi prioritas pemerintah pusat, kapasitas logistik vaksin, hingga masalah kondisi geografis yang menyebabkan jarak tempuh cukup memakan waktu.
Meski begitu, Firdaus yakin sulitnya warga mendapat vaksin kemungkinan besar karena kurangnya distribusi dari pusat. "Vaksin saat ini hanya dimiliki pemerintah pusat. Pemerintah daerah enggak mungkin bisa menyediakan vaksin selain vaksin yang didistribusikan oleh pusat," kata dia.
Polisi memanggil warga yang telah disuntik vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk mengambil sertifikat di pos vaksinasi massal di Bandung, Jawa Barat, 3 Maret 2022. TEMPO/Prima Mulia
Dari forum grup diskusi yang digelar Transparansi Internasional Indonesia (TII) bersama sejumlah dinas kesehatan, ada indikasi bahwa pendistribusian vaksin tidak merata. Indikasinya, sejumlah dinas kesehatan kelebihan stok vaksin. Dalam diskusi itu dipaparkan bahwa beberapa bulan lalu masih banyak daerah yang kesulitan mendapat vaksin. "Ketika Kota Bekasi kelebihan vaksin, sementara di Purwakarta, Subang, dan Indramayu kekurangan vaksin," ujar Agus Sarwono, peneliti dari TII.
Masalahnya, daerah yang kelebihan stok vaksin tidak bisa langsung memberikan stoknya untuk daerah yang seret pasokan. Skemanya, vaksin yang berlebihan harus dikembalikan ke provinsi. "Daerah tidak ada alokasi bujet untuk mendistribusikan vaksin ke daerah lain," ujar Agus.
Dia menyebutkan daerah-daerah yang melaporkan kendala dalam pendistribusian vaksin antara lain Indramayu, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan beberapa perwakilan daerah dari Banda Aceh. Selain pasokan yang seret, daerah-daerah itu melaporkan adanya kendala dalam pendistribusian vaksin ke masyarakat.
Akses jalan lokasi yang cukup jauh menjadi masalah utama dalam pendistribusian vaksin ke masyarakat. Selain itu, daerah mengalami kendala karena minimnya partisipasi publik untuk divaksin. Selain itu, beberapa dinas kesehatan mengeluhkan infrastruktur pendukung vaksinasi, misalnya kotak pendingin untuk jenis vaksin tertentu, seperti Pfizer dan Moderna.
Tak hanya itu, kata Agus, ada keluhan bahwa data penerima vaksin dinas kesehatan kabupaten/kota berbeda dengan data nasional. Akibatnya, ada dinas kesehatan yang disebut seolah-olah masih belum banyak mendistribusikan vaksin ke masyarakat. Di sisi lain, terlihat stok vaksin di daerah masih banyak atau sebaliknya.
Stok Menipis di Tujuh Provinsi
Sejumlah permasalahan dalam distribusi vaksin ini, kata Agus, menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya vaksin yang kedaluwarsa. Kementerian Kesehatan sebelumnya memprediksi ada 18 juta dosis vaksin yang berpotensi kedaluwarsa. "Ada persoalan dalam pengelolaan distribusi. Vaksin didistribusikan ke daerah tanpa mempertimbangkan data calon penerima vaksin dari masing-masing daerah," ujar Agus.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per kemarin sore, cakupan vaksinasi dosis kedua mencapai 72,25 persen. Adapun capaian vaksinasi booster baru 6,82 persen. Sebanyak 235 kabupaten/kota melaporkan bahwa ketersediaan vaksin masih bisa bertahan hingga lebih dari 14 hari.
Beberapa daerah bahkan melaporkan ketersediaan vaksin masih bisa digunakan hingga 1.000 hari, mengacu pada ketersediaan stok dan rata-rata kecepatan vaksinasi per hari. Daerah tersebut antara lain Kabupaten Bima yang memiliki stok untuk 138 hari, Malinau 175 hari, Seram Bagian Timur 709 hari, Teluk Bintuni 221 hari, Tambrauw 251 hari, Kepulauan Yapen 458 hari, dan Puncak Jaya 1.020 hari.
Hal itu bertolak belakang dengan sejumlah kabupaten yang melaporkan sisa stok vaksin di wilayahnya tak akan bisa bertahan lebih dari tujuh hari. Wilayah itu di antaranya Kabupaten Simeulue, yang ketersediaan vaksinnya hanya bisa bertahan tiga hari. Di Kabupaten Pidie dan Aceh Barat, stok hanya dapat bertahan dua hari. Selain itu, di sejumlah daerah di Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara, ketersediaan vaksin tak akan bertahan lebih dari sepekan.
Stok Menipis di Tujuh Provinsi
Adapun juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan data yang digunakan pemerintah pusat bersumber dari data yang dikumpulkan dinas kesehatan daerah. Pencatatan dan pelaporan vaksinasi Covid-19, kata dia, menggunakan sistem bio tracking atau Sistem Monitoring Imunisasi Logistik Elektronik (SMILE).
Wiku menjelaskan, aplikasi ini menunjukkan nomor batch vaksin, tanggal kedaluwarsa, jumlah vaksin yang digunakan, serta jumlah vaksin Covid-19 yang rusak dan kedaluwarsa. Ihwal perbedaan data vaksinasi pemerintah pusat dengan daerah, dia mengimbuhkan, "Perbedaan data di pusat dan daerah terus diperbaiki, mengingat adanya penyesuaian implementasi teknologi secara merata."
MAYA AYU PUSPITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo