Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Presiden Joko Widodo untuk secepatnya memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, terpidana kasus penyebaran konten asusila yang juga menjadi korban pelecehan seksual. Salah seorang anggota Dewan menjamin lembaganya akan menyetujui amnesti kepada Baiq.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan tengah mendorong agar Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq. Hal itu dilontarkan Bambang stelah bertemu dengan Baiq di kantornya. "Saya yakin Presiden sudah memperoleh info lengkap, dan kita dorong beliau mempertimbangkan atas nama kemanusiaan," kata politikus Partai Golkar itu, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang menuturkan pertemuannya dengan Baiq merupakan bentuk solidaritas kemanusiaan. Dia berujar, kehadirannya tidak terkait dengan urusan politik atau upaya mengintervensi keputusan Presiden. Ia mengatakan sebagian besar fraksi di parlemen mendukung rencana Presiden memberikan amnesti.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, berujar bahwa lembaganya pasti memberikan persetujuan jika Presiden meminta pertimbangan perihal amnesti Baiq. "Yakinlah kepada DPR, pasti memberikan persetujuan kepada Presiden. Saya yakin semua fraksi akan memberikan persetujuan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan.
Menurut Nasir, komitmen Jokowi tengah diuji dalam melakukan pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan. Ia menilai pelecehan seksual harus menjadi perhatian khusus dalam menyetujui pemberian amnesti. "Ini momentum untuk melakukan perubahan. Momentum untuk menghadirkan restorative justice," ucapnya.
Kasus Baiq bermula saat Kepala SMAN 7 Mataram, Muslim, meneleponnya dengan percakapan cabul pada 2012. Baiq merekam percakapan itu karena merasa tidak nyaman sekaligus sebagai bukti guna menampik tuduhan bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan Muslim. Rekaman itu menyebar, lalu Muslim melaporkan Baiq ke polisi.
Jaksa menuntut Baiq hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap menyebarkan percakapan asusila yang menabrak Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pengadilan Negeri Mataram membebaskan Baiq. Jaksa lantas mengajukan kasasi. Pada 26 September 2018, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Mataram dan menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara. Baiq kemudian mengajukan peninjauan kembali, tapi ditolak. Ia lantas memohon amnesti kepada Presiden sebagai langkah pamungkas.
Juru bicara Kejaksaan Agung, Mukri, menyatakan lembaganya akan memberi Baiq kesempatan mengajukan amnesti. Karena itu, kata dia, jaksa tak akan buru-buru mengeksekusi Baiq ke penjara. "Kami memberi kesempatan dulu untuk mengajukan amnesti. Kalaupun disetujui atau tidak, nanti dilihat," tuturnya, kemarin.
Menurut Mukri, Baiq layak diberi keleluasaan untuk mencari keadilan. "Silakan saja." Karena itu, untuk sementara, pihaknya tak akan mengeksekusi Baiq hingga mendapat keputusan dari Presiden. "Kami tidak melakukan penundaan penahanan, tapi dipersilakan mengajukan amnesti dulu."
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berpendapat, pengajuan amnesti adalah langkah yang paling memungkinkan dilakukan Baiq. Ia menyatakan telah menuntaskan kajian hukum perihal amnesti bersama sejumlah ahli hukum. "Ini bagian dari komitmen pemerintah untuk mengeliminasi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan," ujarnya. AHMAD FAIZ | HALIDA BUNGA FISANDRA | AVIT HIDAYAT
Tidak Berakhir di Mahkamah Agung
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo