Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAMBUTNYA sudah memutih. Berusia 69 tahun. Orang tua berkacamata
itu getol mempropagandakan matematika baru. Prof. Wirasto
rupanya termasuk pendukung hasil konperensi internasional
matematika di Bombay, India, 1956. Konperensi itu menganjurkan
pembaruan pendidikan matematika di sekolah-sekolah di Asia.
Bahkan kemudian ia jadi anggota tim Indonesia untuk penulisan
buku matematika tingkat SD, SMP, SMA dan SPG.
Kini, setelah kurang lebih 10 tahun pelajaran matematika
mengantikan berhitung dan tetap terdengar keluhan sulitnya
pelajaran ini, Wirasto hanya menanggapi dengan kalem. "Faktor
guru banyak berperan," katanya di rumahnya di Yogyakarta. Ia
menilai berbagai penataran guru matematika yang selama ini
dilakukan untuk guru SD kurang memadai. Sementara Wirasto
menjadi anggota tim penatarnya.
Dosen matematika di Fak. Ilmu Pasti Alam UGM sejak 1950 ini
meyakinkan orang bahwa "matematika itu sama saja dengan ilmu
lain, hingga tak perlu ditakutkan." Ia pun menulis buku
matematika bagi orangtua dan guru, terbit 1976. "Itu didorong
banyaknya keluhan ketika matematika baru pertama kali (tahun
1973) diterapkan di Indonesia," tuturnya.
Tampaknya buku itu laris - kini sudah cetak ulang tiga kali.
Jilid kedua buku itu menyusul terbit pada 1977, dan tahun lalu
cetakan keduanya muncul.
Ayah tiga anak dan kakek dua cucu ini adalah lulusan AMS bagian
B. Lantas sempat ia beberapa tahun duduk di Sekolah Teknik
Tinggi, Bandung - kini menjadi ITB Kecintaannya pada matematika
memang dalam, hingga di luar kesibukannya sebagai dosen - ia
sudah pensiun sejak 1979, tapi ditarik lagi sebagai dosen luar
biasa - masih memberi kursus matematika bagi orangtua murid SD
yang memerlukan. Ia juga serin diundang perkumpulan ibu-ibu
untuk memberikan ceramah tentang pelajaran matematika di SD, di
Yogyakarta. Semua kegiatannya itu membuat orang matematik yang
gemar mendengarkan musik dan membaca karya sastra ini terpilih
menerima hadiah pendidikan sebagai perintis pendidikan
matematika SD, pada 1977.
Sependapat dengan Wirasto adalah Prof. Dr. Ir. Andi Hakim
Nasution - rektor IPB dan ketua Proyek Pengembangan Pendidikan
Matematika. Ialah pentingnya peranan guru. "Dalam mengajarkan
matematika di SD," kata Andi Hakim, "guru harus inovatif. Bila
cara mengajarnya begitu-begitu saja murid akan bosan." Dia ikut
terlibat mengganti berhitung dengan matematika.
Andi Hakim, menurut keterangannya, pernah minta waktu untuk
diadakan uji coba dulu. Pemerintah dulu menolaknya, karena
dianggap matematika harus segera diterapkan. Kini dia optimistis
dengan matematika di sekolah. "Jangan minta anak menjadi ahli
teknik atau apa saja yang sederajat, bila matematika diubah
menjadi pelajaran berhitung seperti dulu," katanya keras.
Mengapa? "Matematika adalah sendi ilmu pengetahuan," kata Andi
Hakim dalam sebuah tulisannya. "Kini boleh dikata tak ada ilmu
pengetahuan yang tak bersendikan matematika."
Untuk membantu orangtua murid, Andi Hakim pun mengindonesiakan
buku matematika karya D. Paling dan J.L. Fox yang konon mudah
dipahami. Tapi, menurut beberapa orangtua, jauh lebih gampang
buku Pak Wirasto. Nyatanya buku Andi yang terbit pada 1976 itu
belum dicetak ulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo