Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Fadli Zon Anggap JK Lebih Cocok Jadi King Maker di Pilpres 2019

Fadli mengingatkan pernyataan JK yang ingin istirahat dari politik.

3 Mei 2018 | 19.56 WIB

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelum memimpin rapat terbatas tentang pengelolaan dana haji di Istana Bogor, Jawa Barat, 26 April 2018. Pemerintah memastikan pengelolaan dana haji harus memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, serta prinsip syariat Islam. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Perbesar
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelum memimpin rapat terbatas tentang pengelolaan dana haji di Istana Bogor, Jawa Barat, 26 April 2018. Pemerintah memastikan pengelolaan dana haji harus memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, serta prinsip syariat Islam. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menilai Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK lebih cocok berperan di balik layar dalam pemilihan presiden atau pilpres 2019 ketimbang kembali mencalonkan diri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Saya kira Pak JK lebih cocok menjadi king maker," kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 3 Mei 2018. Selain itu, Fadli mengingatkan pernyataan JK yang ingin beristirahat dari kancah politik pada 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Isu JK kembali maju dalam pilpres 2019 dipicu gugatan uji materi Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa menggugat beleid tersebut karena menilai JK bisa kembali mengajukan diri meski sudah dua kali menjabat. Sebab, JK tak berturut-turut menjabat.

Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Dasar 1945 cuma menjelaskan presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat selama dua periode. Tak ada penjelasan apakah aturan itu berlaku jika jabatan diduduki secara berturut-turut atau tidak.

Menurut Fadli, kedua beleid itu sudah jelas membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua kali, baik berturut-turut maupun tidak. Dia mengacu pada semangat pembentukan aturan tersebut, yaitu untuk menghindari seseorang menguasai jabatan terlalu lama seperti masa sebelum reformasi.

"Saya kira semangatnya pembatasan dan memberikan kesempatan kepada orang lain," ujarnya.

Dia mengatakan aturan tersebut tak seharusnya diubah karena kepentingan politik praktis semata. Jika MK mengabulkan gugatan tersebut, Fadli menyebut ada potensi bertentangan dengan konstitusi.

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus