Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KANTOR Sekretaris Kabinet mendadak sibuk pada Senin tiga pekan lalu. Beredarnya Surat Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Bambang Widodo sebagai Direktur Jenderal Imigrasi menjadi pemicunya. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memerintahkan anak buahnya menelusuri semua dokumen penetapan keppres pengangkatan pejabat. "Hasilnya, surat itu tidak pernah ada. Presiden Joko Widodo tidak pernah meneken keppres itu," katanya Senin pekan lalu.
Andi pantas gundah. Kinerja kantor Sekretariat Kabinet sedang disorot karena dinilai kurang teliti menjalankan tugas. Salah satunya ketika terbit peraturan presiden tentang uang muka pembelian mobil untuk pejabat negara. Presiden, yang merasa tidak mendapat informasi lengkap, membatalkan keputusan yang baru berumur 17 hari itu.
Kabar beredarnya keppres bodong itu telah meruak sejak awal Mei lalu. Sejumlah media online tiba-tiba memuat berita tentang keengganan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly melantik Bambang Widodo menjadi Dirjen Imigrasi. Entah bagaimana asal-usulnya, sejumlah media itu menayangkan berita itu dengan meminta pendapat beberapa ahli hukum dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Yasonna menjawab tudingan itu. Menurut dia, tanggung jawab perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan standardisasi teknis di bidang imigrasi masih dilaksanakan oleh pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi. "Bambang Irawan, selaku Dirjen Imigrasi, telah pensiun terhitung sejak 1 Oktober 2014," katanya. Untuk menggantikan sementara Bambang Irawan, Yasonna mengangkat Teuku Sjahrizal sebagai pelaksana tugas Dirjen Imigrasi.
Yasonna mengatakan nama calon Dirjen Imigrasi memang sudah diusulkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia periode Kabinet Indonesia Bersatu II, era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini dibenarkan Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Denny adalah ketua panitia seleksi untuk pengusulan jabatan tersebut. "Kami sudah menyerahkan tiga nama, setelah itu kami tidak tahu bagaimana kelanjutannya," katanya. Namun Yasonna memastikan tiga nama usulan itu belum sempat dibahas dalam sidang Tim Penilai Akhir.
Mantan anggota panitia seleksi calon Dirjen Imigrasi, Y. Ambeg Paramartha, menceritakan lebih detail proses seleksi yang dijalani tiga kandidat itu. Ketika seleksi berlangsung pada Agustus tahun lalu, Ambeg memegang jabatan Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM. Jabatan itu ia pegang hingga 22 Maret lalu sebelum digeser menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menurut Ambeg, seleksi diikuti sembilan orang pendaftar. Panitia seleksi memutuskan tiga nama calon dikirimkan ke Tim Penilai Akhir yang diketuai Presiden. Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur Rohadiman Santoso, Direktur Lintas Batas dan Kerja Sama Luar Negeri Asep Kurnia, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Bambang Widodo.
Seorang bekas anggota panitia seleksi mengatakan tiga nama ini menunjukkan urutan peringkat. Jadi, kalau benar yang jadi Dirjen Imigrasi Bambang Widodo, artinya Presiden memilih calon yang peringkatnya nomor tiga.
Kantor Kementerian Hukum kemudian mengirimkan tiga nama ini ke kantor Sekretariat Negara pada September 2014. Namun, karena Presiden Yudhoyono menyatakan tak akan mengeluarkan keputusan penting pada dua bulan terakhir masa pemerintahannya, surat itu tak dibahas. "Setahu saya, usul itu tidak diproses meski telah dikirimkan," kata Ambeg.
Itulah sebabnya, masuk akal bila Yasonna menyatakan kegalauannya atas berita keppres bodong ini. Yasonna kembali menunjukkan kerisauannya dalam rapat koordinasi Kantor Wilayah Hukum dan HAM di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu malam dua pekan lalu. Di depan peserta, ia berbicara dengan nada tinggi. "Seandainya ada yang bisa menunjukkan keppresnya dan memang diterbitkan oleh Sekretariat Negara, malam ini juga saya lantik," kata Yasonna.
Heboh keppres palsu ini memang tambah absurd. Baik Andi Widjajanto maupun Yasonna belum pernah menunjukkan wujud lembaran kertas keppres bodong itu ke hadapan publik. Anehnya, mereka bisa menerangkan detail spesifikasi keppres itu.
Menurut Yasonna, keppres pengangkatan pimpinan tinggi madya di lingkungan kementeriannya selama ini menggunakan kode huruf "M" sebagai kode keppres yang selanjutnya diterbitkan oleh Sekretaris Kabinet. Dirjen termasuk klasifikasi pimpinan tinggi madya. Sedangkan keppres yang ia sinyalir palsu itu berkode "P". Yasonna menyatakan kode "P" adalah keppres untuk pengangkatan pejabat negara yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Penjelasan agak rinci dari Yasonna ini diperkuat oleh pernyataan Andi Widjajanto. Menurut Andi, secara teknis keppres terakhir yang dikeluarkan Istana pada 2014 itu bernomor terakhir 151. Sedangkan keppres palsu itu bernomor 766. Ia memastikan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tak pernah mengeluarkan keppres itu. "Saya pastikan keppres itu tidak pernah ada," katanya.
Menteri Sekretaris Negara Kabinet Indonesia Bersatu II, Sudi Silalahi, menyatakan tidak tahu urusan keppres palsu ini. Senada dengan Sudi, Sekretaris Kabinet era Kabinet Indonesia Bersatu II, Dipo Alam, mengatakan tidak mungkin ia mengeluarkan keppres tersebut. Surat keputusan baru akan disiapkan setelah ada nama yang telah lolos dari proses seleksi di Tim Penilai Akhir. "Saya tidak pernah menyiapkan keppres untuk mengangkat Bambang Widodo sebagai Dirjen Imigrasi," kata Dipo.
Tempo berupaya menemui Bambang Widodo di rumahnya di kawasan Bukitsari, Srondol, Semarang. Namun rumah itu sepi. Seorang tetangganya mengatakan telah sebulan tidak melihat Bambang Widodo di rumah itu. Tempo juga tak menjumpainya di kantornya di Semarang. Seorang anggota staf mengatakan Bambang Widodo sedang di luar kota. Ia mengatakan atasannya adalah orang yang berdisiplin. "Bapak ingin segala sesuatu harus sempurna," kata anggota staf itu.
Kini hampir delapan bulan belum ada pejabat definitif Dirjen Imigrasi. Menteri Yasonna telah mengambil sikap. Ia akan melaksanakan proses seleksi terbuka ulang untuk mengisi posisi itu. "Saya telah mengeluarkan surat resmi untuk menyelenggarakan seleksi ulang," ujarnya.
Sunudyantoro, Moyang Kasih Dewi Merdeka, Reza Aditya (jakarta), Anang Zakaria (yogyakarta), Edi Faisol (semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo