Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ganjar Minta Revisi UU Wantimpres Dikaji Lebih Dalam: Ini Seperti Era Orde Baru atau Tidak?

Menurut Ganjar, wacana Wantimpres menjadi DPA perlu kajian lebih dalam.

12 Juli 2024 | 17.34 WIB

Mantan calon presiden nomor urut 03 sekaligus kader PDIP, Ganjar Pranowo saat ditemui usai Penutupan Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta Utara, pada Ahad, 26 Mei 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Perbesar
Mantan calon presiden nomor urut 03 sekaligus kader PDIP, Ganjar Pranowo saat ditemui usai Penutupan Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium, Ancol, Jakarta Utara, pada Ahad, 26 Mei 2024. TEMPO/Adinda Jasmine

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Ganjar Pranowo angkat bicara soal wacana perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Menurut Ganjar, wacana tersebut perlu kajian lebih dalam sebelum disahkan DPR melalui revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ganjar mengatakan rencana perubahan itu memunculkan berbagai pertanyaan di mata publik. Sebab, kata dia, DPA adalah istilah yang digunakan selama Orde Baru atau era pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto sebelum dihapus pada masa Reformasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ganjar menyatakan para pembuat undang-undang perlu mengecek ulang signifikansi perubahan Wantimpres menjadi DPA. “Kalau (sikap) PDIP sekarang sudah jelas ya, saya kira ini mesti dikaji lebih dalam, apakah ini seperti DPA era Orde Baru dulu atau tidak? Kan termasuk lembaga yang dihapus,” kata Ganjar di Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat, 12 Juli 2024.

Ganjar menyampaikan bahwa publik tetap harus dilibatkan dalam proses perubahan Wantimpres kembali menjadi DPA. “Rasanya publik mau tahu, kenapa sih namanya DPA lagi, apakah nanti modelnya seperti itu (masa Orde Baru) atau akan ada yang berbeda?” kata dia.

Pemerintah dan DPR, menurut Ganjar, harus berhati-hati dalam mengambil langkah ke depan. Dia berkata saat ini keduanya sedang mendapat sorotan publik dengan adanya potensi penambahan lembaga-lembaga negara baru, termasuk DPA.

Ganjar menyoroti tidak adanya batas anggota dalam DPA. Saat ini, keanggotaan Wantimpres diisi oleh satu orang ketua yang merangkap anggota dan delapan anggota. Sementara itu, dalam rencana revisi UU Wantimpres, keanggotaan DPA tidak dibatasi dan menyesuaikan kehendak presiden.

Ganjar menyatakan DPR harus bisa menjelaskan alasan perubahan tersebut kepada masyarakat. Jika tidak, kata dia, masyarakat bisa curiga bahwa perubahan itu dilakukan untuk mewadahi politik akomodasi. “Atau kemudian muncul kecurigaan-kecurigaan banyak toh, apakah ini tempat penampungan?” kata Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2023 itu.

Selain itu, Ganjar mengatakan DPR perlu mengkaji wewenang yang dimiliki DPA nantinya. “Apakah nanti ini punya kewenangan jangan-jangan lebih tinggi sehingga menjadi lembaga yang extraordinary? Rasa-rasanya itu mesti dijaga betul agar jalannya pemerintah itu bisa lebih baik,” ucap mantan calon presiden 2024 tersebut.

Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti sebelumnya menyebut wacana perubahan Wantimpres menjadi DPA mengindikasikan adanya upaya bagi-bagi jatah jabatan yang tidak sehat dalam kabinet presiden terpilih Prabowo Subianto. "Saya menduga para elit sedang mencari sebuah wadah para mantan presiden," kata Bivitri dalam pesan suara pada Selasa, 9 Juli 2024.

Dewan pertimbangan jenis ini, Bivitri menerangkan, berpotensi diduduki oleh orang-orang yang dianggap berjasa kepada presiden. Selain itu, lembaga tersebut bisa dijadikan tempat penampungan bagi para tokoh politik yang jenjang karirnya sudah buntu.

"Dugaannya, ini untuk 'bagi-bagi kue' lebih besar. Ini patut ditolak," kata Bivitri.

Politikus Partai Gerindra, Maruarar Sirait, meyakini Presiden Joko Widodo alias Jokowi bakal menjadi anggota DPA bagi Prabowo. Namun demikian, ia mengatakan, status anggota DPA itu ke depannya bukan untuk mengawasi pemerintahan.

“Memberikan pertimbangan. Itu bukan mengawasi. Memberikan pertimbangan masukan nasihat, saran, kepada Prabowo. Saya rasa itu posisi DPA,” kata Maruarar saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 10 Juli 2024.

SAVERO ARISTIA WIENANTO | DANIEL A FAJRI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus