Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Pimpinan Pondok Pesantren Sokotunggal Semarang Jawa Tengah Nuril Arifin Husein atau akrab disapa Gus Nuril gemas dengan sikap Presiden Jokowi dan juga para jenderal di belakangnya yang seolah memberi ruang gerak pada kelompok radikal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Okelah Pak Jokowi memang priyayi Solo yang santun, tapi kami harap beliau dengan para jenderal di pemerintahan lebih berani bertindak lebih tegas pada kelompok radikal ini,” ujar Gus Nuril di sela menghadiri acara Ngaji Kebangsaan dan Buka Puasa Bersama di Lapangan Nur Iman Mlangi Sleman Yogyakarta Rabu 30 Mei 2018 sore.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gus Nuril menuturkan merebaknya paham radikal ini di tanah air bisa ditandai dan dirasakan tanpa bisa ditutupi lagi. Misalnya dari fenomena makin banyaknya orang yang sedikit-sedikit mengatasnamakan agama demi menghakimi sesuatu yang dinilai berbeda dengan kelompoknya.
“Kelompok ini merasa dirinya paling baik, paling suci, gampang mengkafirkan orang dan membuat suasana memanas,” ujarnya.
Gus Nuril menambahkan, daerah-daerah yang dulunya berwajah lembut dan hampir tak ada gesekan berbau agama, kini berubah atmosfernya menjadi bengis karena agama dijadikan alat sekelompok orang meneror lainnya.
“Termasuk Yogya yang kini tampilannya jadi bengis, dulu kota pelajar, intelektual, kini gampang sekali tersulut soal agama,” ujarnya.
Nuril juga mengaku kecewa dengan kinerja Kementerian Agama yang tak juga berani menindak kelompok radikal dan intoleran itu.“Kalau kementrian agama masih mengurusi haji dan umroh sebaiknya dibubarkan saja,” ujarnya.
Diamnya pemerintahan Jokowi pada gerakan kelompok radikal yang mengatasnamakan agama Islam ini, ujar Nuril bisa menjadi bom waktu suatu saat. Sebab kelompok ini sebenarnya bukan kelompok beragama melainkan peneror demi kepentingan tertentu yang jauh dari unsure agama yang baik.
“Akan terjadi gesekan horizontal dengan kelompok masyarakat lain, yang selama ini hanya diam ketika agamanya dijadikan kelompok itu untuk alat meneror lainnya, “ ujarnya.
Gus Nuril menuturkan, kelompok radikal mengatasnamakan Islam ini belakangan juga menyerang para sesepuh dan ulama Nahdlatul Ulama namun terus dibiarkan.“Kami di bawah para sesepuh dan ulama NU sudah tak sabar, kelompok ini tak bisa dibiarkan, harus diberi pelajaran,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO