Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Keputusan Presiden Joko Widodo merombak struktur gugus tugas pencegahan dan penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dinilai tak cukup untuk menuntaskan akar permasalahan dari lemahnya upaya meredam kejahatan tersebut. Sejumlah organisasi pelindungan buruh migran menilai persoalan terbesar dalam pencegahan, penindakan, dan penanganan korban perdagangan manusia justru berpangkal pada ketiadaan anggaran dan sumber daya manusia gugus tugas di daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Akibatnya, upaya pencegahan itu justru kalah gencar oleh praktik pelaku perdagangan orang yang mencari korban di media sosial dengan modus menawarkan pekerjaan," kata Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto Suwanto, kepada Tempo, Jumat, 11 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemarin, Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2023 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Kasus TPPO. Aturan ini merupakan pengganti Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008. Pada aturan terbaru, gugus tugas TPPO dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Sebelumnya, tim tersebut dipimpin Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Hariyanto mengapresiasi perubahan struktur gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO itu. Dia berharap penanganan kejahatan perdagangan manusia semakin cepat dengan beralihnya kepemimpinan gugus tugas TPPO ke Menteri Mahfud Md. Apalagi, dalam struktur terbaru, ketua harian tim tersebut juga diemban Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo. "Penegakan hukum semestinya bisa berjalan lebih taktis," kata dia.
Namun Haryanto khawatir peraturan ini tidak menyentuh persoalan utama pencegahan dan penanganan TPPO. Menurut dia, mayoritas kasus perdagangan orang justru terjadi di daerah, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Sedangkan gugus tugas di daerah-daerah tersebut dinilai tak optimal bekerja dalam mencegah dan menangani TPPO. "Masalah utamanya adalah rata-rata pemerintah daerah tak memiliki alokasi anggaran yang cukup," kata Hariyanto.
Dalam laporan terbarunya, SBMI mencatat 1.343 kasus terjadi sejak 2020 hingga Juni 2023. Sebanyak 362 kasus di antaranya, yang terbanyak, terjadi pada sektor pekerja rumah. Adapun kasus lain berupa penipuan di media sosial sebanyak 279 kasus, sektor peternakan 218 kasus, buruh pabrik 193 kasus, dan perikanan 153 kasus. Mayoritas korban adalah perempuan, yaitu sebanyak 882 orang.
WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berjalan menuju bus setibanya dari Filipina, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 26 Mei 2023. ANTARA/Fauzan
Koordinator Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB), Abu Mufakir, sependapat dengan Hariyanto. Abu menilai persoalan lain dalam penanganan TPPO adalah kecenderungan pemerintah menyeragamkan kejahatan perdagangan manusia dengan masalah imigran gelap. Selama ini, kata dia, imigran gelap seolah-olah dianggap sebagai bagian dari perdagangan orang. Sebaliknya, ketika muncul kasus perdagangan orang, pemerintah justru bersikap bahwa korban merupakan imigran gelap.
"Di lapangan, justru banyak kami temukan korban yang berhasil kabur dari penyekapan di Kamboja menuju Kedutaan Besar RI di Phnom Penh diusir karena persoalan definisi TPPO ini," kata Abu.
Akibatnya, menurut dia, banyak korban perdagangan orang di Kamboja telantar begitu saja di jalanan. Padahal kasus TPPO tengah marak melibatkan sindikat di Kamboja, baik dengan modus penipuan kerja di tempat perjudian online maupun perdagangan organ.
Baca juga:
- Membongkar Jaringan Penjualan Ginjal
- Modus Anyar Penyelundupan Manusia
- Praktik TPPO Memanfaatkan Media Sosial
- Kisah Korban Perdagangan Orang di Irak dan Myanmar
- Restrukturisasi Tim Penanganan TPPO
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri mencatat lebih dari 1.800 orang pekerja migran menjadi korban perdagangan orang. Sebagian besar dipaksa bekerja menjadi operator penipuan judi online (online scam) di Kamboja, Thailand, dan beberapa negara di kawasan ASEAN lainnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, mengatakan sejauh ini pemerintah telah menyelamatkan 2.422 korban perdagangan orang dalam periode 5 Juni hingga 10 Agustus 2023. "Jumlah tersangka pada kasus TPPO sebanyak 899 orang," kata Ramadhan, kemarin.
Menurut dia, para pelaku perdagangan orang menggunakan berbagai modus untuk menjalankan kejahatannya. Satu di antaranya adalah memanfaatkan pekerja migran ilegal untuk diperdaya dan dipekerjakan secara paksa sebagai pembantu rumah tangga. Jumlah korbannya sebanyak 514 orang. Kasus lainnya berupa perbudakan di atas kapal perikanan, pekerja seksual, dan eksploitasi anak.
Ramadhan memastikan Polri serius menangani maraknya perdagangan manusia. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, kata dia, juga telah menegaskan bahwa penindakan TPPO menjadi prioritas utama kepolisian dalam melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan perdagangan orang.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo