Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima uang suap senilai Rp 70 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur nonaktif, Haris Hasanudin. Hal itu terungkap dalam pembacaan vonis untuk Haris, kemarin. Dalam perkara ini, Haris divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim Hariono menuturkan Haris memberikan sejumlah uang kepada Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan saat itu, Romahurmuziy, dan Lukman melalui ajudannya, Herry Purwanto, dalam kurun 6 Januari hingga 9 Maret 2019. Menurut Hariono, Haris pernah menemui Lukman pada 1 Maret 2019 di Hotel Mercure, Surabaya. Dalam kesempatan itu, Haris memberikan uang senilai Rp 50 juta kepada Lukman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selanjutnya, pada 9 Maret 2019 di Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Haris juga memberikan uang kepada Lukman melalui Herry sebesar Rp 20 juta," ucap Hariono.
Sedangkan uang untuk Romahurmuziy diberikan pada 6 Januari 2019 sebesar Rp 5 juta dan pada 6 Februari 2019 senilai Rp 250 juta. Tujuan pemberian uang tersebut, kata Hariono, adalah agar Haris diangkat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur. Haris menyatakan menerima vonis tersebut, sedangkan jaksa penuntut umum KPK pikir-pikir.
Terdakwa lain dalam kasus yang sama, yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik nonaktif, Muafaq Wirahadi, lebih dulu menerima vonis. Pada hari yang sama, dia dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Muafaq menyatakan menerima putusan hakim.
Vonis hakim ini sejalan dengan dakwaan jaksa yang menyatakan Haris menyuap Romahurmuziy dan Lukman sebanyak total Rp 325 juta. Suap diberikan supaya Lukman mengintervensi proses seleksi jabatan. Haris khawatir bakal gugur lantaran pernah terkena sanksi disiplin pada 2016. Karena itu, ia meminta bantuan Romy-sapaan Romahurmuziy-untuk melobi Lukman.
Saat diperiksa KPK dalam kasus ini, Menteri Lukman mengakui menerima Rp 10 juta dari Haris saat bertandang ke Pesantren Tebu Ireng. Ia mengaku sudah menyerahkan uang itu ke KPK sebagai laporan gratifikasi. Namun KPK enggan menganggap laporan itu sebagai gratifikasi lantaran Lukman melaporkannya setelah proses penyidikan dimulai.
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, seharusnya Lukman melapor sebelum kasus ini terbongkar. "Tapi pelaporan baru disampaikan setelah OTT (operasi tangkap tangan) atau setelah proses hukum dilakukan," ucapnya.
Dalam persidangan untuk terdakwa Haris pada Mei lalu, Lukman mengaku memberikan masukan kepada panitia seleksi pemilihan Kepala Kantor Wilayah Jawa Timur untuk memilih Haris Hasanudin. Politikus PPP itu beralasan sudah mengenal Haris dan merasa cocok. "Saya merasa Haris yang saya kenal. Kecocokan karena konteksnya kenal. Gimana bisa cocok dengan yang tidak kenal?" kata Lukman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Lukman, masukannya kepada panitia seleksi untuk memilih Haris bukan merupakan bentuk intervensi. Sebab, ia mengklaim tidak memiliki wewenang untuk menentukan siapa yang bakal lolos seleksi administrasi menjadi kandidat kepala kantor wilayah. "Tidak pada tempatnya itu ditempatkan sebagai intervensi. Itu hanya tanggapan umum saya, mana dari empat nama itu," ujarnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan akan menunggu jaksa penuntut umum KPK melaporkan hasil persidangan putusan terhadap Haris dan Muafaq. "Setelah itu, penyidik akan melakukan pengembangan (penyidikan kasus ini)," tuturnya saat dihubungi. HALIDA BUNGA FISANDRA | M ROSSENO AJI | REZKI ALVIONITASRI | ANTARA | EFRI RITONGA
Hakim Sebut Menteri Lukman Terima Suap Rp 70 Juta
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo