Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hardiknas 2024, JPPI Beberkan 8 Tantangan Program Merdeka Belajar

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendorong evaluasi program Merdeka Belajar dalam peringatan Hardiknas 2024.

3 Mei 2024 | 09.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyorot keberlanjutan program Merdeka Belajar dalam Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2024. Mereka mengingatkan program tersebut mesti segera dievaluasi agar lebih berkualitas dan berkeadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kebijakan ini ada sisi baiknya, dan tidak sedikit pula yang
berdampak buruk. Jadi, sebelum dilanjutkan perlu dievaluasi," kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam Diskusi dan Refleksi Hardiknas 2024: Lanjutkan Merdeka Belajar? di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ubaid pun menjelaskan seabrek persoalan selama era Merdeka Belajar, mulai dari anak tidak sekolah yang masih merajalela, 12 tahun wajib belajar yang masih retorika, faktor ekonomi masih mendominasi alasan tidak sekolah, dan pelanggaran konstitusi soal sekolah bebas biaya.

Selain itu, gagalnya pendidikan karakter di sektor pendidikan, tingginya angka kekerasan di sekolah dengan guru sebagai aktor utama, janji 1 juta guru honorer yang belum terlaksana, hingga anggaran pendidikan yang tak punya prioritas masih ada selama kebijakan ini.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, JPPI memberikan catatan refleksi bagi Merdeka Belajar. Berikut hal-hal yang harus diperbaiki.

1. Memperjelas Konsep Ki Hajar Dewantara dalam Merdeka Belajar

Menurut JPPI, konsep ini masih multi-tafsir di lapangan. Ini terjadi karena Kemendikbudristek mengutip konsep pendidikan ala Ki Hajar Dewantara, tapi dalam beberapa hal justru bertentangan dengan prinsip yang diajarkan. "Misalnya, soal pemaknaan merdeka, bagi Ki Hajar, pendidikan adalah proses memerdekakan manusia, dan sekolah harus melahirkan manusia yang merdeka. Sementara program Merdeka Belajar dalam Kurikulum Merdeka, mereduksi konsep kemerdekaan dalam teknis pembelajaran di kelas," ujar Ubaid.

2. Memperkuat Tanggung Jawab Negara dalam Pembiayaan Pendidikan

Dalam gagasan Ki Hajar untuk menciptakan manusia yang merdeka, negara harus bertanggung jawab penuh untuk menjamin hak anak Indonesia di manapun mereka belajar. Baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sayangnya, lanjut JPPI, sisi pemikiran Ki Hajar yang ini tidak masuk dalam Episode Merdeka Belajar, "Episode Merdeka belajar justru mendorong agenda privatisasi pendidikan, sebagaimana tercermin dalam RUU Sisdiknas dan kebijakan PTN-BH yang membuat biaya UKT di PTN menjadi mahal dan tidak terjangkau."

3. Penguatan dan Optimalisasi Satgas PPK dan TPPK dalam Kasus Kekerasan dan Perundungan

Upaya ini seharusnya dilakukan dengan pelibatan aktif masyarakat sipil. Khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan seksual dan prundungan di sektor pendidikan. Yang perlu diperbaiki, menurut JPPI adalah soal optimalisasi satgas PPK dan TPPK, serta pelibatan masyarakat sipil di dalamnya. Kekerasan di sekolah sudah sangat menjalar kemana-mana. Karena itu, lanjut Ubaid, perubahannya harus di semua level, mulai dari pattern of behaviour, system structure, dan mental model.

4. Merdeka Belajar Harus Mampu Melepaskan Guru yang Terlilit Administrasi

Aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM), alih-alih mengurangi beban administratif guru, tapi justru di lapangan terjadi kontraproduktif dengan tujuan yang ingin dicapai. Ubaid menjelaskan bahwa bukan mutu guru yang naik, tapi justru menjadi beban baru dan praktif koruptif-manipulatif yang diorkestrasi oleh sekolah dan dinas pendidikan malah makin marak.

5. Pendekatan Online dalam Peningkatan Mutu Guru Harus Dipikirkan Ulang

Sebab, pendekatan teknologi yang sudah berjalan 4 tahun belakangan ini, belum mampu menjadi solusi, tapi justru menjadi tragedi di sekolah. Ini terjadi karena ketidaksiapan guru dan lingkungan sekolah yang mendukung.

6. Merdeka Belajar Harus Mampu Menjawab Ketertinggalan

Upaya ini dilakukan dengan cara memperbaiki sistem PPDB yang berkeadilan bagi semua. "Jangan ada lagi sistem 'seleksi gugur' dalam pendidikan dasar (SD-SMP) bagi daerah yang masih menerapkan Wajib Belajar 9 tahun," kata Ubaid. Sementara bagi daerah yang sudah menerapkan kebijakan Wajib Belajar 12 tahun, pemerintah daerah harus menghapus sistem tersebut dari jenjang SD sampai SMA/SMK.

7. Fokus Anggaran dalam Merdeka Belajar

Anggaran harus difokuskan pada pembenahan pendidikan atau akses dan mutu di level dasar serta menengah. Maka dari itu, anggaran 20 persen harus fokus dikelola oleh Kemendikbudristek dan Kemenag. Selama agenda pendidikan dasar dan menengah ini belum tuntas, JPPI menilai maka kementerian atau lembaga lain idealnya tidak diberikan kue anggaran dari jatah 20 persen tersebut.

8. Merdeka Belajar Harus Mampu Mensejahterakan dan Meningkatakan Mutu Guru

"Harus ada skema dan tahapan yang jelas dan terukur untuk menjawab nasib jutaan guru honorer yang masih terkatung-katung nasibnya, bahkan statusnya saja tidak diakui dan belum terdata di dapodik," tutur Ubaid.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus