Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Hasil riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menurut penilaian Times Higher Education 2023, paling banyak digunakan industri dibandingkan perguruan tinggi lain. Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto mengatakan hasil riset yang diminati industri, yaitu desain dan produk teknologi terkait mitigasi bencana, infrastruktur, teknologi informasi dan komunikasi, makanan dan kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
”Teknologi yang diminta industri adalah teknologi yang menyelesaikan masalah-masalah tersebut,” kata Naomi, Senin, 18 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
ITB dalam penilaian industry income oleh Times Higher Education 2023 meraih skor 88,8. Kategori itu untuk mengukur kemampuan perguruan tinggi dalam membantu dunia industri melalui inovasi, penemuan, dan konsultasi. Parameter juga menunjukkan sejauh mana industri bersedia membayar untuk penelitian.
Menurut Naomi, kerjasama dan pengembangan model komersialisasi ITB dengan dunia industri dijalin dalam lima bentuk yaitu konsultasi, kerjasama operasi (KSO), lisensi paten atau hak kekayaan intelektual, startups dan joint venture. “Pemilihan cara komersialisasi tergantung pada situasi, kondisi dan peluang, dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendukung dan potensi keberhasilan proses komersialisasi,” ujarnya.
Nilai pendapatan tahunan ITB dari hasil riset yang digunakan industri, menurut Naomi, berasal dari gabungan antara Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK), sekolah dan fakultas, serta perusahaan naungan Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari ITB. Contoh dari LPIK misalnya, pemasukan dari royalti paten dan hak cipta naik-turun setiap tahun.
"Tertinggi di tahun 2019 sekitar Rp 650 juta,” kata Naomi.
Pada 2020, sekitar Rp 210 juta, kemudian pada 2021 turun menjadi Rp 19 juta. Selanjutnya pada 2022, meningkat jadi sekitar Rp 220 juta, lalu pada 2023 sampai Juni lalu sebesar Rp 118 juta.
Beberapa paten dan hak cipta terbaru yang digunakan industri misalnya metode deteksi penyakit kardiovaskular, kemudian alat yang portabel dan terintegrasi Internet of Things dengan fitur kendali jarak jauh. Alat itu dibutuhkan sebuah perusahaan untuk mengukur kualitas air limbah industri serta udara ambien dan meteorologi.
Hasil riset lain yang diperlukan, seperti platform pemantauan kualitas udara serta beberapa fungsi dari pengembangan alat bantu pernafasan. Selain itu, ada penerbit buku yang membutuhkan hasil riset tentang adaptasi cerita rakyat Nusantara.
Naomi mengatakan ada 27 kekayaan intelektual ITB yang digunakan industri. Rinciannya, yaitu 20 paten, tiga merek dan empat hak cipta. Hasil riset itu ada yang disodorkan ke industri atau berbasis persoalan di industri sebagai topik penelitian.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini, tren riset di ITB mengarah ke beberapa isu. “Seperti Artificial Intelegent, terkait alat kesehatan, katalis, dan ekstrak bahan kimiawi,” kata Naomi.
Jika hasil riset ingin digunakan oleh beberapa perusahaan, ITB menerapkan kebijakan kerjasama operasi atau lisensi paten.