Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan masyarakat terkait wacana penundaan pemilu terus bergaung. Hasil survei terbaru yang dilakukan lembaga Y-Publica menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat menginginkan penyelenggaraan Pemilu 2024 sesuai jadwal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Lebih dari 80 persen publik menolak penundaan Pemilu dan menginginkan agar tetap diselenggarakan pada 2024," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Y-Publica menyatakan melakukan survei pada 24 Februari-4 Maret 2022. Mereka mewawancarai langsung 1.200 responden yang terpilih secara acak berjenjang atau multistage random sampling. Mereka menyatakan surcei itu memiliki tingkat margin of error sekitar 2,89 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Rudi mengatakan hasil survei mereka menunjukkan sebanyak 81,5 persen menginginkan pemilu 2024 berjalan sesuai jadwal, pada 14 Februari 2024. Hanya 12,9 persen dari seluruh responden yang tak keberatan jika pemilu ditunda sementara sisanya sebanyak 5,6 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.Hasil survei Y-Publica yang menunjukkan penolakan masyarakat terhadap penundaan pemilu.
Rudi menyatakan desakan penundaan pemilu tersebut berkelindan dengan gagasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Presiden Jokowi telah menolak gagasan jabatan tiga periode itu.
"Pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua periode merupakan amanat reformasi. Setelah diamandemen, konstitusi mengatur dengan jelas agar proses transisi kekuasaan berjalan secara demokratis," jelas Rudi.
Survei Y-Publica ini memperkuat hasil sigi lembaga-lembaga lain sebelumnya. Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada pekan lalu juga menyatakan bahwa mayoritas masyarakat tetap menginginkan agar masa jabatan Presiden Jokowi berakhir 2024 dan menolak penundaan pemilu dengan alasan apa pun.
Sebelumnya, isu penundaan pemilu awalnya digulirkan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahaladia. Dia mmenyatakan kalangan pengusaha berharap Pemilu Serentak 2024 ditunda demi pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19.
Belakangan isu itu kembali digaungkan oleh tiga ketua umum partai politik koalisi pemerintahan Presiden Jokowi: Muhaimin Iskandar (PKB), Airlangga Hartarto (Golkar), dan Zulkifli Hasan (PAN). Ketiganya pun beralasan sama seperti Bahlil.
Akan tetapi ide itu mendapatkan tentangan dari banyak pihak mulai dari akademisi, masyarakat sipil, tokoh politik hingga partai politik koalisi pemerintahan di DPR.
Presiden Jokowi dinilai tak secara tegas menolak ide penundaan pemilu. Pernyataannya akan tunduk terhadap konsititusi dianggap memiliki banyak makna oleh para pengamat. Mereka menilai Jokowi perlu membuktikan komitmen terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 dengan segera menetapkan tahapan pemilu, melantik komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan segera membahas anggaran pesta demokrasi tersebut.