Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana berpendapat, Indonesia sudah sepatutnya tidak memihak dalam masalah invasi Rusia ke Ukrania.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Menurut saya memang sebaiknya tidak memihak. Biar kita bisa aktif berkontak dengan berbagai pihak yang bertikai untuk menciptakan kedamaian. Itu yang saya dapat tangkap dari keinginan Presiden Jokowi," ujar Hikmahanto saat dihubungi, Senin, 28 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada 24 Februari 2022, Presiden Jokowi melalui akun Twitter resminya @jokowi mencuitkan, "Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia."
Pernyataan Jokowi untuk menghentikan perang dilakukan tanpa menyebut negara yang melakukan serangan, negara yang diserang bahkan jenis serangan apakah serangan untuk bela diri atau serangan agresi.
Bila mencermati pernyataan Jokowi, ujar Hikmahanto, dapat diargumentasikan menggunakan dasar Pasal 1 angka 3 Piagam PBB. Dalam pasal tersebut, negara-negara diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka melalui cara-cara damai (peaceful means) sehingga tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, dan keadilan. Langkah ini dinilainya sudah tepat.
Adapun Kemenlu melalui pernyataan resmi menyebutkan bahwa serangan militer terhadap Ukraina dianggap sebagai perbuatan tidak dapat diterima (unacceptable) karena tidak menghormati integritas wilayah dan kedaulatan.
Menurutnya, posisi Indonesia dalam konteks menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif adalah meminta semua pihak untuk menahan diri dalam penggunaan kekerasan (use of force) dan bila telah terjadi agar siapa pun yang menggunakan untuk menghentikannya.
Hikmahanto juga mengkritik pernyataan Kemlu yang menyebut Indonesia meminta agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan yang konkret agar situasi tidak menjadi lebih buruk. Menurutnya, hal tersebut adalah tindakan sia-sia mengingat Rusia adalah anggota DK PBB yang memiliki hak veto. Draf resolusi yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina pun telah diveto.
"Seharusnya Kemlu bisa memikirkan upaya-upaya inovatif lain yang lebih memperhatikan konteks, bukan sekedar yang bersifat normatif atau formal," ujar Hikmahanto.
DEWI NURITA