Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

HMI Dan Kuda Kepang Dari Ponorogo

Suasana kongres nyaris kacau. M. Saleh Khalid yang tak berstatus mahasiswa sejak 1983 terpilih sebagai ketua umum mengalahkan Abidin Siregar yang diunggulkan. Kelompok pemboikot tak mau menerima saleh. (nas)

5 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH nama yang tak disangka-sangka, tiba-tiba, muncul menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam yang baru. Ia, Ir. M. Saleh Khalid, yang mendapat 117 suara, mengalahkan rivalnya dr. Abidin Siregar (81 suara), dan hanya 8 abstain, dalam pemilihan yang berlangsung selama dua jam hingga pukul 5 subuh, Selasa pekan ini. Hasil Kongres Padang -- yang semula akan diperpanjang dua hari, tapi karena tak mendapat izin Mabak terpaksa diforsir agar seleesai -- itu tergolong "mengagetkan". Sebab, selama Kongres itu, Saleh hampir tak dengar dalam bursa calon ketua umum. Kecuali itu, ia bukan pula anggota PB periode lalu. Padahal, bertahun-tahun seakan menjadi kelaziman, calon pucuk pimpinan HMI ini diambil dari anggota Pengurus Besar. Harry Azhar Aziz, bekas ketua umum yang digantikan Saleh kini, misalnya, ia adalah sekjen sebelum naik menjadi ketua umum dalam Kongres Medan (1983). Daftar "keheranan" masih bertambah: Saleh tak lagi berstatus mahasiswa sejak 1983. Padahal, "Syarat untuk duduk di Pengurus Besar, tidak boleh lebih dari dua tahun setelah lulus sarjana," ujar Harry sebelum Kongres. Memang, sidang yang paling menarik adalah ketika membicarakan tata tertib pencalonan dan kriteria calon. Ruangan sidang nyaris berubah menjadi arena adu jotos. Ini bermula dari sebuah pasal: calon yang akan dipilih sebagai ketua umum tidak boleh merangkap jabatan pada organisasi di luar HMI. Ada yang berpendapat, sebagai calon boleh saja, tapi harus melepaskan jabatan di luar HMI itu setelah terpilih. Tapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Sidang yang dimulai pukul 23.00 Senin lalu itu, sejam menjelang deadline yang ditentukan pihak keamanan, meruncing panas. Tiba-tiba, seorang utusan dari Cabang Metro (Lampung) berlari-lari mengejar pimpinan sidang. Peserta yang lain berhamburan ke tengah ruangan, asbak serta cangkir pun beterbangan. Seorang peserta dari Jakarta bahkan menyepak pantat seorang anggota Panitia Kongres, yang juga berasal dari Jakarta. Hiruk-pikuk itu baru berhenti kala ayat Quran dibacakan. Pukul 00.00 yang ditentukan sebagai deadline telah lewat, sementara Gubernur Sum-Bar Azwar Anas dan sejumlah pejabat telah sejam menanti di luar untuk menutup Kongres. Tapi kekacauan dalam sidang itu muncul lagi, kala pimpinan sidang akan mengetuk palu, dan melakukan voting Seorang utusan Bandung melompat ke depan mengempaskan gelas, lalu anggota HMI bertubuh kekar itu melahap pecahan kaca gelas itu. Suasana mirip pertunjukan kuda kepang dari Ponorogo. Dan, mengagetkan hadirin dari mulut orang itu berhamburan sejumlah jarum. Pasal rangkap jabatan, yang mengundang konflik itu, rupanya ditujukan pada Dokter Abidinsyah Siregar. Ketua Badko Sum-Ut ini tampak menonjol dalam hari-hari sebelumnya. Dialah, misalnya yang berpengaruh pada lobi yang kemudian meredakan peserta Kongres, sehingga akhirnya bisa menerima pertanggungjawaban Ketua Umum Harry Azhar Aziz. Tapi, ia adalah Ketua Dewan Pertimbangan DPD KNPI Sum-Ut. Toh, Abidinsyah, akhirnya, berhasil muncul sebagai calon. Yang mengagetkan ialah tampilnya Saleh Khalid tadi -- yang kemudian mengungguli Abidinsyah. Saleh, yang lahir di Medan 1958, kini pegawai negeri di lingkungan PPA (Perlindungan dan Pelestarian Alam). Ketika kuliah di IPB, ia pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang Bogor. Ia, di masa Ketua Umum Zaki Siradj (1981-1983), terpilih menjadi wakil sekjen. Telah menikah, dan dikenal mudah bergaul, setelah tak masuk anggota PB hasil Kongres Medan, Saleh tak disangka akan muncul kembali. Ketika Majelis Pekerja Kongres bersidang di Ciloto, awal April tahun lalu, dan menghasilkan konsep penerimaan asas tunggal Pancasila, Saleh hanya hadir sebagai partisipan. Akan halnya Abidinsyah, adalah sang konseptor. Tapi, mengapa ia ditumbangkan oleh Saleh? Siapa di balik Saleh? Saleh datang ke Padang Rabu petang, hari ketiga Kongres. "Ia berangkat dengan tiket berasal dari Akbar Tanjung," kata sumber TEMPO. Ada empat peserta lainnya bersama Saleh, "dan semuanya mendapat tiket dari Akbar." Akbar Tanjung, seperti diketahui, pernah Ketua Umum PB HMI (1972-1974), dan kini tokoh muda Golkar. Akbar mengakui ada beberapa orang HMI yang datang padanya. Anak muda itu berniat hadir di Kongres Padang, tapi kesulitan transpor. "Adik-adik itu minta tolong agar saya sebagai senior membantu. Dalam organisasi, itu 'kan biasa," kata Akbar Tanjung pada Agus Basri dari TEMPO. Kepada Saleh, Akbar berkata, "Baguslah kamu ikut kongres di Padang." Saleh, katanya, seorang moderat, sehingga, "mampu mengamankan terutama soal asas tunggal Pancasila." Akbar mengaku secara pribadi dekat dengan Ketua Umum PB HMI yang baru. "Saya memang mendapat telepon dari seseorang hanya beberapa menit setelah Saleh terpilih," kata Wakil Sekjen Golkar ini. Adakah Saleh memang telah dipersiapkan dari "luar" ? Pimpinan baru organisasi mahasiswa tertua dan terbesar itu, yang menurut sebuah sumber pada Toriq Hadad dari TEMPO -- prestasi akademisnya tak menonjol, memang pernah tampil sebagai calon di Kongres Medan. Tapi, Harry Azhar yang terpilih. "Suasana Kongres Medan masih keras," kata Akbar. "Munculnya Saleh sekarang ini sudah klop." "Saya memang tak menyangka Saleh akan terpilih," ujar Eggie Sudjana, salah seorang Ketua HMI Cabang Jakarta -- yang dipecat oleh Harry -- yang tak hadir di Kongres Padang. Eggie tergolong kelompok yang memboikot Kongres Padang, dan dipilih sebagai Ketua Majelis Penyelamat Organisasi, yang kemudian menyebut diri merebut kantor Pengurus Besar HMI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Kelompoknya, katanya, akan sulit menerima Saleh. "Ia tak jelas identitasnya, dan harus menunjukkan dulu kartu mahasiswanya, baru kami bersedia berdialog." Adakah ini pertanda, perpecahan akibat asas tunggal masih akan berlangsung? HMI sebenarnya terkenal sebagai organisasi yang solid. Ia, misalnya, melewati masalah-masalah besar di kala Orde Lama dengan tetap bersikap mandiri. "HMI dari semula independen, termasuk tidak mau tunduk pada Masyumi," ujar Nurcholish Madjid pada A. Luqman dari TEMPO. Perpecahan yang kini terjadi, katanya, hanyalah tindakan segelintir orang saja. "Dari sejak berdiri keindonesiaan telah menjadi ide dasar HMI. Jadi, Pancasila memang tidak masalah bagi HMI," kata Nurcholish. Saleh sendiri mengatakan, segera akan melakukan konsolidasi. "Saya akan mendekati secara persuasif," katanya tentang kalangan yang memboikot Kongres Padang. SH Laporan Fachrul Rasyid & Eko Yusanto (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus