Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Belum semua kementerian setuju dengan RUU DKJ.
DPR mempersoalkan mekanisme penunjukan langsung gubernur oleh presiden.
Pembahasan RUU DKJ tetap berlanjut setelah reses.
JAKARTA – Sejumlah kementerian belum sepenuhnya sepakat dengan Rancangan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang memberikan kewenangan khusus kepada pemerintah Jakarta. Sebab, kewenangan khusus itu berpotensi mengambil peran dan kewenangan yang sebelumnya dimiliki oleh kementerian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU DKJ ini merupakan usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan menargetkan pengesahan RUU itu paling lambat pada Februari tahun depan. Namun, dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono menyatakan agar kewenangan khusus ini tetap dipegang oleh kementerian yang menaungi. “Kalau ini disetujui di satu provinsi, kami khawatir provinsi lain akan menuntut hak yang sama,” kata juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Muryadi, kemarin, 11 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Muryadi, kewenangan untuk mengelola ruang laut, menyelenggarakan reklamasi, hingga ikut memelihara keamanan laut dan kedaulatan negara menjadi kewajiban penuh dari KKP. Jika terjadi kekeliruan dalam pengelolaan ruang laut, tentu akan berdampak pada wilayah sekitar. Dalam konteks DKJ, wilayah yang terkena dampak adalah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. “Kalau tata kelola diatur pusat, niscaya aspek ini diperhitungkan dengan saksama dan tidak parsial,” ujarnya.
Pada Pasal 35 RUU DKJ, pemerintah Jakarta bakal memiliki kewenangan untuk mengelola ruang laut sampai 12 mil yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Pengelolaan ruang laut ini dapat dilakukan pemerintah DKJ di luar pengelolaan penambangan minyak bumi dan gas alam. Kewenangan khusus dalam Pasal 35 ini juga meliputi pemberian kewenangan untuk menyelenggarakan reklamasi dan ikut serta memelihara keamanan laut hingga mempertahankan kedaulatan negara.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas (kedua dari kiri) menerima pandangan fraksi-fraksi terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, 4 Desember 2023. Dok. DPR/Devi/Man
Pekan lalu, DPR menetapkan RUU DKJ menjadi usul inisiatif Dewan. Dari sembilan fraksi, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak RUU tersebut. Alasannya, PKS menilai penyusunan draf RUU DKJ tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Apalagi PKS menentang pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto, mengatakan institusinya menghargai semangat penyusunan RUU DKJ di DPR. Namun usulan pemberian kewenangan khusus dalam pengelolaan ruang laut tetap harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan Peraturan Menteri KKP Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.
Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah DKJ untuk mengelola tata ruang perairan, kata Doni, bisa merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu, merujuk pada ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diimplementasikan melalui penyusunan materi teknis yang telah ditetapkan oleh KKP. “Dan nantinya saat pembahasan, KKP ikut aktif menyampaikan daftar inventaris masalah (DIM) sesuai dengan tugas dan fungsi serta amanah undang-undang,” ucapnya.
Sementara Kementerian Kesehatan belum menyikapi RUU DKJ, khususnya yang berhubungan dengan bidang kesehatan. “Kami konsultasikan dulu dengan kementerian teknis. Ini kan masih dalam tahapan pembahasan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi. “Tunggu selesai proses ini dulu.”
Pada Pasal 30 RUU DKJ termuat kewenangan khusus yang diberikan kepada pemerintah DKJ dalam bidang kesehatan. Adapun kewenangan itu meliputi data dan upaya kesehatan. Untuk data kesehatan, pemerintah DKJ nanti memiliki kewenangan memproses data kesehatan penduduk dan non-penduduk Jakarta yang berasal dari fasilitas pelayanan di wilayah Jakarta serta kawasan aglomerasi. Pemerintah DKJ juga memiliki kewenangan menerbitkan surat izin berusaha, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian rumah sakit yang berada di wilayah Jakarta.
Pada draf RUU DKJ yang terdiri atas 12 bab dan 72 pasal ini, diatur pula kewenangan dalam bidang kepegawaian, penanaman modal, perhubungan, lingkungan hidup, perdagangan, perindustrian, pengendalian penduduk, administrasi kependudukan, serta ketenagakerjaan. Aturan kewenangan khusus ini berfungsi untuk mengelaborasi Jakarta yang didesain sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor belum berkenan menanggapi aturan tentang ketenagakerjaan yang tercantum dalam RUU DKJ. Sementara itu, Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Mohammad Averrouce mengatakan masih mempelajari RUU DKJ tersebut.
Anggota Badan Legislatif, Johan Budi. Dok. DPR/Eno/Man
Pembahasan Berlanjut
Anggota Badan Legislasi DPR, Johan Budi, mengatakan pembahasan RUU DKJ akan dilanjutkan bersama pemerintah setelah masa reses berakhir. “Nanti pemerintah kirim DIM soal substansi isi RUU ini,” kata Johan. Dia menyebutkan pembahasan harus berlanjut meski RUU DKJ menuai penolakan. Sebab, dalam Undang-Undang tentang IKN, ada ketentuan untuk membuat undang-undang yang mengatur tentang Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota. “Dan waktunya itu sampai Februari 2024 sehingga ini dijadikan usulan inisiatif DPR,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
PDIP telah menolak RUU DKJ, khususnya Pasal 10 yang mengatur tentang penunjukan langsung gubernur oleh presiden. Sikap ini disampaikan PDIP karena saat rapat awal pembahasan, mekanisme pemilihan gubernur dilakukan melalui pemilihan umum. “Kenapa berubah, saya tidak tahu karena tidak mengikuti rapat terakhir,” ujar Johan.
Pernyataan serupa disampaikan politikus Partai NasDem, Taufik Basari. Menurut dia, Pasal 10 RUU DKJ itu sama saja dengan menghapus hak demokrasi dan partisipasi rakyat. Namun pembahasan RUU DKJ ini tidak bisa dihentikan. “Karena itu, kami akan pilah mana kewenangan khusus dan jabatan yang over serta yang mesti dikurangi atau ditolak,” katanya.
Begitu juga dengan politikus Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, yang mempersoalkan Pasal 10 RUU DKJ. Menurut dia, Pasal 10 ini menjadi hulu dari segala kontroversi yang ada dalam RUU DKJ. “Termasuk kewenangan dan jabatan Wakil Presiden sebagai Pimpinan Dewan Aglomerasi, itu akan kami kritik keras,” ucap Benny.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai sikap politikus Senayan yang menolak RUU DKJ terkesan hanya gimik demi mencari simpati publik untuk Pemilu 2024. Sebab, kalau mereka memang bersungguh-sungguh, penolakan itu seharusnya disampaikan saat sidang paripurna. “Tapi, ini kan tidak. Sudah setuju jadi usul inisiatif, baru menolak. Ini aneh,” katanya.
Presiden Joko Widodo sejauh ini tidak memberikan jawaban tegas ihwal mekanisme pemilihan gubernur yang diatur dalam Pasal 10 RUU DKJ. “Kalau saya, kalau tanya saya, gubernur dipilih langsung,” kata Jokowi, kemarin. Alih-alih menjelaskan pernyataannya itu, Jokowi justru meminta agar memberi kesempatan kepada DPR untuk menuntaskan pembahasan RUU DKJ. “Itu inisiatif DPR, belum sampai ke wilayah pemerintah, belum sampai ke meja saya juga, sehingga biarkan itu berproses.”
ANDI ADAM FATURAHMAN | RUSMAN PARAQBUEQ | IMAM HAMDI | DANIEL A. FAJRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo