Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pembela Hak Asasi Manusia Human Rights Watch menilai pemerintah Indonesia gagal menyediakan akses dan transparansi informasi kepada publik mengenai pencegahan wabah virus Corona atau Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak atas informasi dan memberikan statistik yang akurat kepada publik,” kata peneliti Human Rights Watch, Andreas Harsono, Sabtu, 11 April 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andreas membeberkan sejumlah alasannya. Pertama, pemerintah Indonesia mengakui tidak membuka semua data mengenai penyebaran virus Corona di Indonesia.
Alasan berikutnya, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana juga menyatakan data kasus positif Covid-19 di daerah tidak sesuai dengan pemerintah pusat, dengan alasan keterbatasan asupan data dari Kementerian Kesehatan.
Alasan selanjutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencurigai bahwa jumlah kasus terinfeksi Covid-19 ada banyak, namun tak terdeteksi karena rendahnya kapasitas pengujian. “Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan pengujian untuk mengetahui tingkat sebenarnya dari wabah virus Corona di negara ini,” katanya.
Andreas menilai, jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia juga belum jelas. Sebab, pada 7 April lalu, pemerintah mengumumkan ada 2.491 kasus positif dengan 209 kematian dan melakukan pengujian terhadap 13.186 orang sejak 30 Desember 2019, termasuk para awak kapal pesiar World Dream dan Diamond Princess.
Namun, pada 6 April, kata Andreas, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI mencatat ada 639 orang dimakamkan dengan protokol Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang yang diduga menderita Corona meninggal tanpa diuji.
Menurut Andreas, pejabat pemerintah juga semula meremehkan kemunculan virus Corona di Indonesia. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, misalnya, menyangkal penghitungan yang dilakukan Universitas Harvard bahwa seharusnya virus Corona sudah masuk ke Indonesia. Terawan malah menegaskan bahwa hal terpenting untuk mencegah masuknya virus dari Wuhan itu adalah dengan berdoa.
Pada 2 Maret, Presiden Joko Widodo kemudian mengumumkan dua kasus pertama positif Covid-19 di Depok. Presiden Jokowi pun memerintahkan masyarakat untuk tetap di rumah, bekerja dari rumah dan berdoa dari rumah. Pemerintah DKI juga memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar selama 2 pekan, yang mencakup penutupan sekolah dan tempat kerja, serta pembatasan kegiatan agama dan budaya.
Di sisi lain, Andreas melihat aparat hukum menggunakan undang-undang pencemaran nama baik yang kerap disalahgunakan terhadap pengkritik pemerintah terkait wabah Covid-19. Polisi, kata Andreas, setidaknya sudah menetapkan 51 orang sebagai tersangka kasus hoaks tentang virus Corona.
Menurut Andrea, pemerintah semestinya melawan informasi tidak akurat dengan menyajikan informasi yang jelas dan faktual terkait virus Corona. “Informasi harus tersedia dan dapat diakses publikm” kata dia.
Berdasarkan hukum HAM internasional, pemerintah wajib melindungi hak kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi dalam segala jenis. Pemerintah juga bertanggungjawab menyediakan informasi yang diperlukan untuk melindungi dan mempromosikan hak kesehatan.
“Tidak menjadikan virus Corona sebagai dalih polisi untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kebebasan berekspresi,” ujar Andreas.