Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kala Dewan Pengawas Melunak terhadap Terduga Pelanggar Etik

Pegiat antikorupsi menganggap Dewan Pengawas tak berdaya menangani sidang dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Sidang etik semestinya tetap berlanjut kemarin, meski Lili berada di Bali.

6 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dewan Pengawas KPK semestinya tetap menggelar sidang etik meski Lili berada di Bali.

  • Penundaan sidang etik Lili kemarin menjadi bukti ketidakberdayaan Dewan Pengawas.

  • Dewan Pengawas hanya mempunyai waktu 60 hari untuk menuntaskan sidang etik Lili.

JAKARTA – Pegiat antikorupsi mengkritik sikap Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang terkesan melunak dalam menangani persidangan dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan Dewan Pengawas seharusnya proaktif memastikan kehadiran Lili dalam sidang etik dugaan penerimaan tiket MotoGP Mandalika, Nusa Tenggara Barat, tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurnia berpendapat, meski hanya persidangan etik, Dewan Pengawas KPK semestinya berusaha menghadirkan Lili dalam sidang, kemarin. "Seharusnya Dewan Pengawas mendesak Lili kembali ke Jakarta serta menghadiri proses persidangan, bukan malah membatalkan dan menunda sidang," kata Kurnia, Selasa, 5 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kurnia, penundaan sidang etik Lili kemarin menjadi bukti ketidakberdayaan Dewan Pengawas. Ia menilai selama ini Dewas juga terlihat tak tegas dalam menangani pelanggaran etik pimpinan KPK. Misalnya pelanggaran etik Lili yang terdahulu serta Ketua KPK Firli Bahuri.

Firli pernah menjalani sidang etik pada 2019. Ia diduga berperilaku hidup mewah dan menerima gratifikasi dalam penggunaan helikopter saat pulang ke kampung orang tuanya di Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni 2020. Firli terbukti melanggar etik, tapi hanya diberi sanksi teguran tertulis.

Adapun Lili pernah disidang etik pada tahun lalu. Ia terjerat kasus etik karena berkomunikasi dengan pihak beperkara, yaitu Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M. Syahrial. Saat itu, Syahrial adalah calon tersangka kasus suap lelang jabatan di Tanjungbalai, yang kini divonis bersalah. Dewan Pengawas memutuskan Lili terbukti melanggar etik berat dengan sanksi pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean dan anggota Dewas Albertina Ho setelah pembacaan putusan dengan terperiksa Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di gedung ACLC KPK, Jakarta, 30 Agustus 2021. TEMPO/Imam Sukamto

Kali ini, Lili kembali menjalani sidang etik. Sesuai dengan laporan yang sampai ke Dewan Pengawas, Lili bersama sepuluh orang anggota rombongan mendapat tiket MotoGP Mandalika kategori Grandstand Premium Zona A selama tiga hari pada 18-20 Maret lalu. Total harga tiket selama tiga hari sebesar Rp 2,82 juta per orang.

Lili juga dilaporkan mendapat fasilitas menginap di Amber Lombok Beach Resort selama sepekan pada 16-22 Maret lalu. Biaya tiket MotoGP dan akomodasi itu disebut-sebut dibayarkan pihak PT Pertamina.

Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, sependapat dengan Kurnia. Zaenur mengatakan fakta persidangan Lili ini semakin menguatkan bahwa Dewan Pengawas tak dianggap oleh pimpinan KPK. "Kondisi ini terjadi karena dari awal Dewan Pengawas tidak cukup tegas," kata Zaenur, kemarin.

Menurut dia, seharusnya sidang etik tersebut tetap berlanjut meski Lili berhalangan hadir karena berada di Bali untuk mengikuti workshop Anti-Corruption Working Group G20.

Peneliti Pukat lainnya, Yuris Rezha Kurniawan, menambahkan, Dewan Pengawas seharusnya tegas terhadap Lili karena batas waktu persidangan etik hanya 60 hari. Bisa jadi, kata Yuris, Lili kembali tidak menghadiri persidangan berikutnya dengan berbagai alasan.

"Urusan penanganan etik ini tidak boleh terhambat hanya karena terduga tidak hadir," ucapnya.

Yuris berpendapat, posisi Dewan Pengawas dalam Undang-Undang KPK juga membingungkan. Secara struktural, Dewan Pengawas sejajar dengan pimpinan KPK. Namun, dalam implementasinya, mereka tak diberi kewenangan serta koordinasi yang jelas.

"Seolah-olah Dewan Pengawas ini ada di atas pimpinan KPK, tapi tidak punya kewenangan signifikan untuk bisa mengatur mereka," ujarnya.

Masalah lainnya, Dewan Pengawas memposisikan diri menjadi tak berdaya. Misalnya, Dewas membuat Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, yang isinya tak ada sanksi pemecatan bagi pimpinan KPK yang melanggar etik berat. Sanksi terberat dalam peraturan itu hanya meminta pemimpin KPK yang terbukti melanggar etik mundur dari jabatannya.

"Secara tidak langsung, peraturan ini yang membuat Dewan Pengawas menjadi begitu lembek dalam menangani kasus pelanggaran etik," kata Yuris.

Lili Pintauli Siregar tidak dapat dimintai konfirmasi hingga kini. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan Lili berhalangan menghadiri sidang dugaan pelanggaran etik tersebut karena tengah berada di Bali untuk mengikuti rangkaian kegiatan G20. "Dinas ke Bali ini sudah direncanakan jauh-jauh hari," ujarnya.

FIRYAAL TSAABITAH (MAGANG) | RUSMAN PARAQBUEQ
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus