Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Celah Kecurangan Pemilu Lewat Pos

Migrant Care mendapati berbagai kecurangan pemilu di luar negeri lewat pos. Di Kuala Lumpur, pencoblosan diulang.

29 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA — Muhammad Santosa masih mengingat kondisi surat suara Pemilu 2024 yang berserakan di sekitar kotak pos di Wisma Sabaruddin, Kuala Lumpur, Malaysia, pada 10 Februari lalu. Sebagian surat suara lainnya berada dalam kotak pos tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kotak pos itu persis berada di pintu keluar-masuk wisma, yang menjadi tempat tinggal para pekerja migran, termasuk pekerja asal Indonesia. Kotak pos itu tak dikunci dengan gembok, melainkan hanya diikat menggunakan sebuah plastik sedotan minuman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kondisi kotak pos itu tidak aman,” kata Santosa, staf Migrant Care, Rabu, 28 Februari 2024.

Santosa memantau langsung distribusi surat suara saat proses pemungutan suara lewat pos di Malaysia. Migrant Care—lembaga nonpemerintah di bidang pelindungan buruh migran—menjadi pemantau pemilu di luar negeri yang mendapat akreditasi dari Badan Pengawas Pemilu, di antaranya di Malaysia.

Menurut Santosa, kondisi kotak pos yang tidak aman menjadi celah untuk melakukan kecurangan pemilu. Sebab, pemilih tidak mengetahui kapan surat suara sampai di kotak pos. Dengan demikian, pemilih harus rutin mengeceknya.

Celah ini, kata dia, yang dimanfaatkan sindikat jual-beli suara untuk mengambil surat suara tersebut. “Kita sebut mereka pedagang susu (surat suara),” ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam menjalankan aksinya, sindikat ini terbagi dalam beberapa tim. Mereka mencari surat suara di beberapa wilayah, lalu mengumpulkannya. 

Mereka lantas menawarkan surat suara yang sudah terkumpul itu kepada peserta pemilu, baik tim calon presiden maupun calon legislator. Nilai setiap surat suara sebesar RM 25-50 atau setara dengan Rp 82-164 ribu. 

Santosa menduga jual-beli suara ini melibatkan banyak pihak, termasuk penyelenggara pemilu. Sebab, hanya penyelenggara pemilu yang mengetahui daftar pemilih, tempat tinggal, dan jadwal surat suara sampai di kotak pos. “Mereka sudah berpengalaman sejak pemilu sebelumnya,” ujarnya.

Suasana penghitungan surat suara Pemilu 2024 di World Trade Center Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Februari 2024. ANTARA/Virna Puspa Setyorini

Distribusi surat suara Pemilu 2024 lewat kotak pos berlangsung pada 2-11 Januari lalu. Selanjutnya, pemilih akan mengembalikan surat suara itu paling lambat pada 15 Februari 2024. 

Khusus di Kuala Lumpur, Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) mengirim surat suara lewat kotak pos kepada 156.367 pemilih dari total 447 ribu pemilih di sana. Adapun total pemilih di Malaysia mencapai 800 ribu lebih, yang tersebar di Kuala Lumpur, Johor Baru, Kinabalu, Kuching, Penang, dan Tawau.

Sepengetahuan Santosa, biaya distribusi surat suara di Kuala Lumpur sebesar RM 14-15 atau Rp 46-50 ribu per amplop. Dalam satu amplop terdapat surat suara pemilihan presiden, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. “Kami tak tahu angka pastinya karena panitia tidak transparan. Bisa saja harganya lebih rendah,” katanya.

Selain pencoblosan lewat kotak pos, ada dua cara lain pemungutan suara Pemilu 2024 di luar negeri, yaitu pemilih datang langsung ke tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) atau mencoblos di kotak suara keliling (KSK).

Metode itu berbeda dengan pencoblosan di dalam negeri. Pemungutan suara dilakukan di TPS pada 14 Februari. Sesuai dengan hasil hitung cepat lembaga survei, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenangi pemilihan presiden. Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju itu mengalahkan dua rivalnya, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Dugaan jual-beli suara lewat pos di luar negeri ini sejalan dengan temuan Bawaslu. Pengawas pemilu menemukan 23.754 surat yang dikirim lewat pos di Kuala Lumpur sudah tercoblos lebih dulu. Lokasi kejadian sebagian surat suara tercoblos lebih dulu itu berada di kantor pos Puchong, Selangor. Bawaslu tengah menginvestigasinya. 

Santosa mengatakan hasil pemantauan Migrant Care mendapati kasus di Wisma Sabaruddin juga terjadi di beberapa kotak pos lainnya. Ia pun meminta penyelenggara pemilu menginvestigasinya. 

Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. KPU pusat sudah merespons berbagai kejanggalan pemilu di Malaysia dengan menggelar pemungutan suara ulang (PSU).

Pencoblosan ulang di Kuala Lumpur dijadwalkan pada 9-10 Maret mendatang. KPU menggunakan dua metode pencoblosan ulang, yaitu lewat KSK dan mendirikan TPS.

“Metode pos tidak digunakan karena banyak temuan pelanggaran,” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Senin, 26 Februari lalu.

Ia mengatakan KPU menggelar PSU di Kuala Lumpur karena ditemukan masalah pendataan pemilih di sana. Hasyim juga mengakui ada keanehan dalam pemungutan metode pos di Kuala Lumpur. 

Misalnya, kantor pos di Puchong menerima karung yang berisi surat suara dari pemilih. KPU juga mendapat informasi bahwa ada seseorang berseragam petugas pos setempat mengantar karung berisi surat suara ke kantor pos. Pengembalian kertas suara secara bersamaan ini sangat janggal karena setiap pemilih seharusnya mengembalikan amplop berisi kertas suara secara terpisah.

Indikasi Kecurangan Pemilu di Taiwan

Muhammad Santosa meminta KPU juga mengaudit pemungutan suara metode pos di Taiwan. Sesuai dengan temuan Migrant Care di sana, ada satu alamat pemilih yang menerima hingga 10 surat suara.

Proses pencoblosan metode pos di Taiwan menuai kontroversi. Sebab, distribusi surat suara lewat pos di sana dilakukan mendahului jadwal KPU. Pihak PPLN Taiwan mendistribusikan surat suara pada 18 Desember lalu, padahal kertas suara itu seharusnya baru dibagikan ke pemilih pada awal Januari 2024.

“Selama menggunakan metode pos, celah kecurangan pemilu selalu ada,” kata Santosa. “Lebih baik KPU menghentikan metode pos ini.” 

Tujuh anggota panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang dilantik untuk Pemilu 2024 wilayah Hong Kong dan Makau di KJRI Hong Kong, 3 Februari 2023. Kemlu.go.id

Staf Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta, mengatakan pemungutan suara lewat metode pos di Hong Kong juga bermasalah. Misalnya, banyak pemilih yang mengaku surat suara tidak sampai ke alamat mereka. Padahal mereka tidak pernah berpindah tempat kerja. 

“Mereka sudah tinggal di sana lebih dari 15 tahun,” kata Trisna.

Migrant Care mencatat, pemilih di Hong Kong sebanyak 164.691. Namun hanya 67.683 atau 41,1 persen pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Sebagian besar pemilih di sini mencoblos dengan metode pos.

Trisna juga berpendapat bahwa KPU mesti mengevaluasi pencoblosan lewat metode pos. Sebab, metode itu rawan praktik jual-beli suara dan kecurangan pemilu.  

“Kami sudah melaporkan ke Bawaslu, tapi selalu ditolak karena tak memenuhi syarat materiil,” kata Trisna.

Direktur Eksekutif Pembina Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan penyelenggara pemilu memang perlu mempertimbangkan untuk menghentikan pemungutan suara melalui pos. Sebab, metode ini sering menjadi celah kecurangan pemilu. 

“Tidak ada pengawasan. Tak ada jaminan juga dokumen surat suara sudah diterima,” kata Khoirunnisa.

Komisioner KPU Idham Holik belum menjawab pertanyaan Tempo mengenai permintaan untuk mengevaluasi metode pos ini. Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan lembaganya bersama tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) sudah menyikapi berbagai dugaan kecurangan pemilu di luar negeri. "Prosesnya sedang diselidiki Gakkumdu, kita lihat nanti," katanya.

Ia menyebutkan, sesuai dengan temuan lembaganya, hanya 68 ribu dari total 447.258 pemilih di Kuala Lumpur yang sesuai dengan daftar pemilih tetap. Lalu ada orang yang tidak berhak memilih, tapi tetap ikut mencoblos. 

Berbagai temuan itu, kata Lolly, menjadi dasar Bawaslu merekomendasi agar KPU mengadakan PSU di Kuala Lumpur. Pemungutan ulang itu harus dilakukan melalui pencoblosan di TPS dan kotak suara keliling.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya masih mengusut dugaan pelanggaran pidana pemilu di Kuala Lumpur. Mereka tengah menyidik dugaan pemalsuan atau penambahan jumlah pemilih. 

“Kami masih menggunakan waktu 14 hari untuk penyidikan lebih lanjut," kata Djuhandani.

HENDRIK YAPUTRA | IHSAN RELIUBUN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus