Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ada surat suara calon presiden diduga tercoblos lebih dulu.
Bawaslu menginvestigasi dugaan kecurangan pemilu di Malaysia.
Angka DPK yang tinggi menjadi celah kecurangan pemilu.
JAKARTA – SEORANG pria berpeci putih menunjukkan surat suara pasangan calon presiden-wakil presiden yang diduganya sudah tercoblos lebih dulu. Pria yang belakangan diketahui bernama Abdul Wahid itu curiga karena ia mencoblos pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar saat pencoblosan di Mekah, Arab Saudi, pekan lalu. Tapi, setelah ia meneliti surat suara itu sebelum dilipat, kotak bergambar Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga sudah tercoblos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya kurang teliti memeriksa (surat suaranya),” kata Abdul Wahid dalam sebuah potongan video yang beredar di media sosial maupun WhatsApp, kemarin, 11 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Luar Negeri Mekah, Asadullah Syamil Syafiq, mengatakan kejadian itu terjadi pada Kotak Suara Keliling (KSK) 1 sampai 7, Mekah. Lokasinya diduga berada di Hotel Thayeb, Mekah.
“Ini memang sudah jadi pembicaraan, tapi lokasinya bukan di tempat saya,” kata Asadullah, Ahad, 11 Februari 2024.
Asadullah merupakan Panitia KPPS Luar Negeri di KSK 8 sampai 12 di Hotel Abdul Aziz, Mekah. Lokasi KSK di Mekah tersebar di dua hotel, yaitu Hotel Abdul Azis dan Hotel Thayeb. Di samping itu, ada juga 12 tempat pemungutan suara (TPS) di PPLN Jeddah. Proses pemungutan suara dengan metode KSK di Jeddah berlangsung pada Jumat, 9 Februari lalu.
Asadullah tak bersedia memberi penjelasan lebih detail tentang insiden tersebut. Ia mengatakan PPLN Jeddah akan mengklarifikasinya melalui akun Instagram. “Nanti ada press release di Instagram,” kata dia.
Di akun Instagram PPLN Jeddah, Ketua PPLN Jeddah Yasmi Adriansyah menjelaskan kejadian tersebut lewat rekaman video yang tayang pada pukul 23.00 WIB, Ahad kemarin. Yasmi mengaku sudah mengklarifikasi kejadian itu ke Ketua KLK 2 Mekah dan Abdul Wahid.
Hasil dari klarifikasi tersebut, kata Yasmi, Abdul Wahid mengakui tidak teliti saat proses pencoblosan. “Kedua, beliau sangat tidak setuju dan menyayangkan narasi yang beredar seolah-olah terjadi kecurangan,” kata Yasmi.
Ia mengatakan PPLN Jeddah akan meminta kepolisian menginvestigasi beredarnya video Abdul Wahid tersebut.
Hingga saat ini, Tempo belum dapat meminta konfirmasi soal video itu ke Abdul Wahid. Tempo meminta bantuan kepada dua anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di sana, tapi keduanya juga tak mempunyai nomor kontak Abdul Wahid.
Warga negara Indonesia (WNI) mencoblos saat pemungutan suara Pemilu 2024 di Pusat Perdagangan Dunia Kuala Lumpur (WTC), Kuala Lumpur, Malaysia, 11 Februari 2024. ANTARA/Rafiuddin Abdul Rahman
Insiden di Mekah itu hanyalah satu contoh dugaan kecurangan Pemilu 2024 di luar negeri. Di Malaysia, indikasi kecurangan pemilu terjadi saat proses pemungutan suara lewat Pos Pemilu. Di sana ditemukan 1.972 surat suara sudah dicoblos oleh pihak yang tak berwenang.
Awalnya beredar video di media sosial mengenai surat suara calon presiden di Kuala Lumpur sudah tercoblos pada kotak bergambar Ganjar Pranowo-Mahfud Md., pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut tiga. Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu lantas menginvestigasi kasus tersebut.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan PPLN Kuala Lumpur masih mendalami temuan tersebut. Adapun Ketua PPLN Kuala Lumpur, Umar Faruk, belum menjawab upaya konfirmasi Tempo soal ini.
Anggota Bawaslu, Puadi, mengatakan pengawas pemilu di Kuala Lumpur tengah menginvestigasi kasus tersebut. Berdasarkan hasil investigasi sementara, Bawaslu menemukan lokasi kejadian berada di Pos Puchong, Selangor. Bawaslu lantas menginvestigasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pos Wilayah Selangor dan Kuala Lumpur.
“Pengawas pemilu masih kesulitan menemukan pelakunya,” kata Puadi, kemarin.
Mahfud Md. mengatakan dugaan kecurangan pemilu di Malaysia itu bisa saja dilakukan oleh pihak lain yang hendak menyudutkan pasangan nomor urut tiga.
"Itu bisa saja operasi dari pihak lain nyuruh tiga orang nyoblos gitu, lalu diumumkan ini pencoblosan yang melanggar aturan," kata Mahfud di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis pekan lalu.
Direktur Eksekutif Migrant Care—lembaga non-pemerintah di bidang buruh migran—sekaligus pemantau pemilu di Malaysia, Wahyu Susilo, mengatakan temuan surat suara tercoblos itu terjadi pada metode pemungutan suara Pos Pemilu.
Metode ini, kata dia, memang didesain untuk melayani pemilih yang jauh dari lokasi tempat pemungutan suara yang disediakan panitia. Namun metode tersebut rawan terjadi kecurangan. “Karena tak ada pengawasan,” kata Wahyu.
Ia mengatakan indikasi kecurangannya terlihat karena surat suara sampai ke PPLN Kuala Lumpur secara bersamaan dalam bentuk karung. Padahal seharusnya surat suara itu berada dalam amplop. Satu amplop semestinya berisi masing-masing satu rangkap surat suara pemilihan presiden dan pemilihan calon anggota DPR. “Saat ini surat suara masih diisolasi menunggu investigasi,” ujar Wahyu.
Pemungutan suara di luar negeri dimulai lebih dulu dibanding pencoblosan di dalam negeri. Sesuai dengan jadwal pemilihan, pencoblosan lewat metode Pos Pemilu berlangsung sejak awal Januari lalu. Adapun pemungutan suara luar negeri dengan datang ke TPS digelar sejak 5 Februari lalu hingga Ahad kemarin.
Total pemilih di luar negeri mencapai 1,75 juta orang, yang tersebar di 128 negara. Pemilih terbanyak berada di Malaysia, yang mencapai 800 ribu.
Pencoblosan di Gedung Pameran
Pemantau pemilu di Malaysia juga mendapati potensi kecurangan pemilu pada saat pemungutan suara di Kuala Lumpur, kemarin. Proses pemungutan suara di sana dipusatkan di Gedung World Trade Center (WTC), Kuala Lumpur.
Staf Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, Trisna Dwi Yuni Aresta, mengatakan proses pencoblosan di Kuala Lumpur diwarnai penumpukan massa. Ratusan ribu pemilih datang ke gedung konvensi dan pameran tersebut. “Akibatnya, antrean panjang terjadi saat pencoblosan,” kata Trisna, kemarin.
Total pemilih di Kuala Lumpur yang masuk Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) untuk Pemilu 2024 sebanyak 447.258 orang. Mereka mencoblos di 223 TPS yang semuanya berada di Gedung WTC.
Trisna mengatakan potensi kecurangan ini terlihat dari banyaknya pemilih di sini yang berstatus Daftar Pemilih Khusus (DPK)—pemilih yang tak masuk DPT maupun Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tapi memiliki identitas yang sah, seperti kartu tanda penduduk, surat keterangan penduduk, maupun paspor.
Karena jumlah pemilih berstatus DPK membeludak, kata dia, panitia pemilihan membuka pendaftaran pencoblosan untuk DPK pada pukul 10.00 waktu setempat. Padahal, sesuai dengan aturan, proses pencoblosan untuk DPK hanya boleh dilakukan satu jam sebelum pencoblosan ditutup atau pada pukul 13.00.
Di lapangan, Trisna juga mendapati sorak-sorai pemilih yang meneriakkan calon presiden pilihannya. Situasi tersebut membuat gaduh proses pencoblosan di Gedung WTC.
Warga negara Indonesia (WNI) mendaftar untuk mencoblos dalam Pemilu 2024 di Pusat Perdagangan Dunia Kuala Lumpur (WTC), Kuala Lumpur, Malaysia, 11 Februari 2024. ANTARA/Rafiuddin Abdul Rahman
Manajer Pemantauan Seknas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu, mengatakan potensi kecurangan pemilu di luar negeri sangat tinggi, apalagi proses pencoblosan dilakukan lebih dulu, sedangkan proses rekapitulasi suara tetap bersamaan dengan jadwal di dalam negeri.
“Dalam rentang waktu itu, potensi manipulasi suara besar,” kata Aji.
Aji mengatakan bahwa membeludaknya jumlah pemilih juga menjadi celah kecurangan. Misalnya banyak pemilih yang batal memilih karena antrean panjang. Dalam situasi ini, bisa saja ada pihak tertentu yang memanfaatkan suara pemilih yang tidak jadi mencoblos tersebut. “Tapi ini tergantung saksi di TPS juga,” ujar Aji.
Ia menjelaskan, KPPS dan PPLN sebenarnya wajib untuk mencoret sisa surat suara. Namun bisa saja mereka hanya mencoret sebagian surat suara, lalu sisanya disalahgunakan untuk kepentingan peserta pemilu tertentu.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan ada banyak potensi kecurangan dalam pemilu di luar negeri. Misalnya penggunaan metode Pos Pemilu yang minim pengawasan. Metode ini rawan terjadi kecurangan karena bisa dimanfaatkan pihak tertentu.
“Di negara-negara yang menerapkan pemilihan dengan KSK, potensinya adalah terkait dengan pengawasannya. Apalagi jika KSK tersebut ditempatkan pada pabrik,” kata Khoirunnisa.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan lembaganya sejak awal curiga karena terjadi penurunan jumlah DPT di luar negeri. Jumlah pemilih pada 2019 mencapai 2 juta orang, tapi pada pemilu kali ini hanya 1,75 juta.
“Diduga ada unsur kesengajaan untuk menurunkan jumlah itu,” kata Kaka.
Ia melanjutkan, kecurangan pemilu di luar negeri tidak bisa dikontrol. Karena itu, KPU harus bekerja sama dengan KBRI dan Kementerian Luar Negeri untuk mengantisipasi potensi kecurangan pemilu ini.
Ketua PPLN Kuala Lumpur, Umar Faruk, belum merespons upaya konfirmasi Tempo soal ini. Adapun Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengklaim proses pemilihan di Kuala Lumpur berjalan lancar.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja membenarkan bahwa 50 persen pemilih di Kuala Lumpur masuk DPK. Ia menyebutkan, tingginya jumlah pemilih berstatus DPK menunjukkan adanya masalah dalam proses pemutakhiran data pemilih. “DPK sudah tak bisa dibendung lagi karena mereka sudah menunggu terlalu lama, sehingga akhirnya DPK diperbolehkan (mencoblos lebih awal). Ini jadi catatan sendiri dalam penyelenggaraan pemilu kita," kata Bagja.
HENDRIK YAPUTRA | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo