Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mayoritas negara Asia Tenggara memilih abstain dalam menyikapi resolusi penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB.
Indonesia menghendaki pembentukan tim investigasi independen lebih dulu sebelum PBB bersikap.
Pakar hukum internasional menganggap sikap Indonesia sudah dapat diprediksi sejak awal.
JAKARTA – Indonesia memilih abstain dalam pemungutan suara untuk meloloskan resolusi penangguhan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam forum Majelis Umum PBB, di New York, Amerika Serikat, Kamis malam waktu setempat. Resolusi itu diprakarsai Amerika dan negara Blok Barat lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil voting atas resolusi itu adalah 93 negara menyatakan mendukung, 24 negara menolak, dan 58 negara abstain. Mayoritas negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, memilih abstain. Negara ASEAN lainnya yang abstain adalah Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, dan Thailand. Suara negara yang abstain tak dihitung dalam pemungutan suara semacam ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan Indonesia memilih abstain karena beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah Indonesia ingin PBB membentuk tim investigasi independen lebih dulu untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina akibat invasi militer Rusia.
"Ini sependapat dengan prakarsa Sekretaris Jenderal PBB untuk membentuk tim investigasi independen," kata Faizasyah kepada Tempo, Jumat, 8 April 2022.
Menurut Faizasyah, Indonesia telah menyampaikan keprihatinan atas peristiwa di Bucha—kota yang masuk wilayah administrasi Kyiv, ibu kota Ukraina. Namun, kata dia, tim investigasi independen PBB juga diperlukan untuk mencari tahu dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina agar Indonesia tak memberikan penghakiman sendiri untuk Rusia.
Gedung yang hancur akibat penembakan di tengah invasi Rusia ke Ukraina di Borodyanka, Kyiv, Ukraina, 7 April 2022. REUTERS/Marko Djurica
Resolusi yang mengusulkan penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB mengemuka saat Rusia menarik militernya dari Kyiv pada awal pekan ini. Setelah penarikan militer itu, Ukraina menuding Rusia sudah melakukan pelanggaran HAM di Bucha. Ukraina menyebutkan sekitar 300 warga sipil di Bucha meninggal akibat invasi militer Rusia.
Sesuai dengan laporan Reuters, pihak Ukraina juga menyebutkan 50 orang di antaranya dieksekusi mati akibat invasi Rusia. Fakta itu dikuatkan dengan kondisi sebagian jenazah yang kakinya terikat.
Amerika Serikat dan negara-negara NATO menuding bahwa pelakunya adalah militer Rusia. Mereka juga menyebut tindakan itu sebagai kejahatan perang. Amerika dan sekutunya lantas mengajukan resolusi penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB.
Hasil voting Majelis Umum PBB memutuskan mengadopsi resolusi tersebut sehingga Rusia kehilangan kursinya di Dewan HAM PBB. Padahal seharusnya Rusia menjabat di Dewan HAM PBB bersama 46 negara hingga akhir 2023. Biasanya, keanggotaan Dewan HAM PBB dipilih oleh negara-negara anggota PBB.
Rusia merupakan negara kedua yang dicopot dari Dewan HAM PBB sepanjang sejarah badan itu berdiri pada 2006. Libya pernah mengalami nasib serupa pada 2011 karena dituding melanggar HAM.
Setelah pemungutan suara itu, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Gennady Kuzmin—yang dikutip dari Reuters—menggambarkan langkah tersebut sebagai "langkah yang tidak sah dan bermotivasi politik". Ia pun mengumumkan bahwa Rusia memutuskan keluar dari Dewan HAM PBB.
Perwakilan Indonesia untuk PBB, Arrmanatha Nasir, mengatakan Indonesia menyerukan kepada Dewan HAM PBB agar membentuk komisi penyelidikan internasional yang independen. Indonesia juga mengingatkan negara-negara anggota PBB agar menerima semua fakta sebelum mengambil tindakan mencabut hak sah anggotanya.
"Karena alasan inilah, kami abstain dalam resolusi ini," kata Arrmanatha dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB, sesaat setelah pemungutan suara selesai.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dalam pidatonya di depan Dewan Keamanan PBB pada awal pekan ini, juga mengutuk pelanggaran HAM di Bucha. Ia mendapat laporan ihwal adanya pemerkosaan dan kekerasan seksual di sana.
"Saya akan terus teringat video mengerikan meninggalnya warga sipil di Bucha," kata Guterres. "Saya meminta dibentuknya tim investigasi independen untuk menjamin akuntabilitas atas hal ini."
Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan sikap abstain Indonesia dalam sidang Majelis Umum PBB sudah dapat diprediksi dan sudah tepat. Ia menilai resolusi ini bisa meningkatkan eskalasi perseteruan antara Rusia dan Ukraina.
INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo