Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Islam yang muda, di timur

Klinik royal di jepang dipimpin prof.dr. shawqi futaki, 77, selain menerima pasien juga dipakai untuk berdakwah. kongres islam jepang, didirikan futaki, membentuk partai islam jepang, dai san setai. (ag)

8 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI jantung keramaian Tokyo, di Shinjuku, ada dua bangunan klinik yang letaknya berseberangan. Namanya: Klinik Royal, pimpinan Prof Dr Shawqi Futaki (77) yang dikenal sebagai ahli penyakit tulang. Klinik itu buka sepanjang minggu. Di celah kesibukannya melayani pasien--sekitar 800 orang sehari, Prof Futaki juga bertindak selaku "penghulu" bagi orang Jepang yang mau memeluk Islam . Sedikitnya 7 orang sehari ia membimbing orang melafalkan dua kalimah syahadat di mesjid Shinjuku itu-tempat kegiatan Kongres Islam Jepang yang juga dipimpinnya. Di lantai 7 Gedung Ryuseido yang luasnya 200 mÿFD itu selain ada ruang pengobatan, ada pula ruangan sembahyang yang dilengkapi perabot elektronis: pesawat kaset video dan sirkuit televisi-untuk memungkinkan sembahyang Jum'at bersama imam di lantai 6. Klinik Royal ini didirikan Futaki tahun 1958, dan ia sendiri masuk Islam tahun 1974--setelah serangkaian diskusi dengan seorang pasiennya yang sudah lebih dulu Islam. Dan dengan segera Abuya Futaki mendirikan Kongres Islam Jepang, yang anggotanya kini sekitar 30.000 orang, dan ia terpilih sebagai presidennya. Kliniknya itu pun dinamakannya 'Klinik Muslim'. Sebagai 'klinik muslim', lembaga itupun lantas digunakan terang-terangan untuk berda'wah -- tanpa menutupnuupi."Da'wah melalui klinik adalah cara yang paling tepat," ujar Abuya Futaki. Di sini pasien tidak dipungut bayaran. Mereka memegang kartu asuransi kesehatan, yang bisa digunakan untuk menagih perusahaan asuransi si pasien sebanyak 70% dari ongkos pengobatan. Selebihnya yang 30%, yang seharusnya dipikul si pasien, digratiskan. Suatu kali, Biro Kesehatan Kota Metropolitan Tokyo melirik. klinik ini. Mereka menyatakan 'Klinik Muslim' menyalahi aturan--baik karena buka sepanjang minggu maupun karena tidak memungut yang 30% dari pasien. Serangkaian kampanye yang muncul di sebuah koran mendakwa klinik itu antara lain sebagai telah mempertukarkan kartu data pemeriksaan dengan keanggotaan Kongres Islam Jepang. Sehingga pejabat di Biro Kesehatan menurunkan ancaman pencabutan izin praktek bagi para dokter di klinik itu. Kuatir pada ancaman itu, 8 dari 13 dokter yang ada lalu mengundurkan diri -- karena terdengar pula kemungkinan klinik itu bakal dicabut izinnya. Perkaranya lantas jadi urusan pengadilan--atas tuntutan Kongres Islam Jepang. Dan pengadilan Mei lalu menyebut keputusan Biro Kesehatan Metro Tokyo itu "terlalu prematur" dan harap ditangguhkan sampai pengadilan menemukan hukumnya secara konstitusional. Jadi untuk kepentingan umum klinik dapat jalan seperti biasa. Cuma untuk nama, tak dibolehkan memakai 'Klinik Muslim'. Melainkan kembali 'Klinik Royal' saja. Jadi tidak bisa berbangga-bangga. "Ini gara-gara segelintir pejabat dari agama tertentu saja yang dengki melihat perkembangan agama Islam lewat klinik ini," kata seorang pemuka Kongres Islam Jepang itu. Sebab sebenarnya kebebasan agama di Jepang memang ditafsirkan secara liberal benar seperti di A. Di Jepang ada 4.500 kumpulan keagamaan. Dan bahwa sebuah sekte Budhis atau Shinto misalnya terpecah lalu menumbuhkan sekte baru, sama sekali tidak membuat orang terkejut. Krisis Energi Menarik, adanya muallaf di Jepang bisa ditandai setelah timbulnya krisis enerji--sehingga tak urung ada komentar yang menghubung-hubungkannya dengan kepentingan Jepang terhadap minyak Arab. Anggapan ini ditampik -- tentu saja -- oleh Mohamad Komiyama, 50 tahun, anggota parlemen dari Partai Liberal Demokrat yang masuk Islam tahun lalu: "Orang Jepang tidak merasa ada kesulitan dengan Arab, karena sudah lama bersahabat," katanya kepada TEMPO. Atau seperti ditegaskan llaji Nurdin Agi (69), Direktur Kongres Islam Jepang yng sehari-hari dikenal sebagai Ketua Perhimpunan Penulis Drama Radio & TV Jepang: "Organisasi kami bukan alat pemerintah. Jadi tak beralasan punya tujuan begitu." Baik Komiyama maupun Agi berpendapat bahwa Islam di Jepang maju. Mengapa, kalau memang. demikian? "Karena, meski nampak kaya raya, tapi manusia Jepang itu sebenarnya kehilangan nyawa dalam dirinya akibat modernisasi," kata Komiyama, bekas Menteri Postel dalam kabinet Fukuda. Mereka menyelenggarakan kursus Bahasa Arab secara cuma-cuma. Juga mengedarkan kitab suci al-Qur'an beraksara Kanji, maksudnya untuk ditaruh di kamar-kamar hotel. Saat ini satu juta al-Qur'an dicetak dalam huruf Jepang. Dan sebuah kapling di salah satu sudut strategis Shinjuku dalam tempo dua tahun ini siap digarap: di sana akan berdiri sebuah kompleks kegiatan Kongres Islam lengkap dengan mesjid yang bisa menampung 5 ribu jemaah. Islam memang masih sangat muda di sini, jauh lebih muda dari agama-agama "asing" lain--Protestan dan Katolik-yang sudah berpengikut jutaan. Tapi orang-orang muslim baru itu kelihatannya penuh gairah. Persis di hari raya Idul Fitri kemarin, Kongres Islam Jepang meresmikan berdirinya sebuah partai Islam. Namanya: Dai San Setai. Artinya bagus dan sugestif generasi Ke-3. Diketuai Dr Hakim Yoshida, yang tadinya Sekjen Kongres Islam Jepang itu. mereka menyatakan akan ambil bagian dalam pemilihan umum mendatang, dengan target sedikitnya satu kursi di parlemen. Dengan sebuah partai politik, perkembangan keagamaan Islam memang bisa menjadi lebih semarak. Atau lebih runyam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus