DI jantung keramaian Tokyo, di Shinjuku, ada dua bangunan klinik
yang letaknya berseberangan. Namanya: Klinik Royal, pimpinan
Prof Dr Shawqi Futaki (77) yang dikenal sebagai ahli penyakit
tulang. Klinik itu buka sepanjang minggu.
Di celah kesibukannya melayani pasien--sekitar 800 orang sehari,
Prof Futaki juga bertindak selaku "penghulu" bagi orang Jepang
yang mau memeluk Islam . Sedikitnya 7 orang sehari ia membimbing
orang melafalkan dua kalimah syahadat di mesjid Shinjuku
itu-tempat kegiatan Kongres Islam Jepang yang juga dipimpinnya.
Di lantai 7 Gedung Ryuseido yang luasnya 200 mÿFD itu selain ada
ruang pengobatan, ada pula ruangan sembahyang yang dilengkapi
perabot elektronis: pesawat kaset video dan sirkuit televisi-untuk
memungkinkan sembahyang Jum'at bersama imam di lantai 6.
Klinik Royal ini didirikan Futaki tahun 1958, dan ia sendiri masuk
Islam tahun 1974--setelah serangkaian diskusi dengan seorang
pasiennya yang sudah lebih dulu Islam. Dan dengan segera Abuya
Futaki mendirikan Kongres Islam Jepang, yang anggotanya kini sekitar
30.000 orang, dan ia terpilih sebagai presidennya. Kliniknya itu pun
dinamakannya 'Klinik Muslim'.
Sebagai 'klinik muslim', lembaga itupun lantas digunakan
terang-terangan untuk berda'wah -- tanpa menutupnuupi."Da'wah
melalui klinik adalah cara yang paling tepat," ujar Abuya
Futaki. Di sini pasien tidak dipungut bayaran. Mereka memegang
kartu asuransi kesehatan, yang bisa digunakan untuk menagih
perusahaan asuransi si pasien sebanyak 70% dari ongkos
pengobatan. Selebihnya yang 30%, yang seharusnya dipikul si
pasien, digratiskan.
Suatu kali, Biro Kesehatan Kota Metropolitan Tokyo melirik.
klinik ini. Mereka menyatakan 'Klinik Muslim' menyalahi
aturan--baik karena buka sepanjang minggu maupun karena tidak
memungut yang 30% dari pasien. Serangkaian kampanye yang muncul
di sebuah koran mendakwa klinik itu antara lain sebagai telah
mempertukarkan kartu data pemeriksaan dengan keanggotaan Kongres
Islam Jepang. Sehingga pejabat di Biro Kesehatan menurunkan
ancaman pencabutan izin praktek bagi para dokter di klinik itu.
Kuatir pada ancaman itu, 8 dari 13 dokter yang ada lalu
mengundurkan diri -- karena terdengar pula kemungkinan klinik
itu bakal dicabut izinnya.
Perkaranya lantas jadi urusan pengadilan--atas tuntutan Kongres
Islam Jepang. Dan pengadilan Mei lalu menyebut keputusan Biro
Kesehatan Metro Tokyo itu "terlalu prematur" dan harap
ditangguhkan sampai pengadilan menemukan hukumnya secara
konstitusional. Jadi untuk kepentingan umum klinik dapat jalan
seperti biasa. Cuma untuk nama, tak dibolehkan memakai 'Klinik
Muslim'. Melainkan kembali 'Klinik Royal' saja. Jadi tidak bisa
berbangga-bangga.
"Ini gara-gara segelintir pejabat dari agama tertentu saja yang
dengki melihat perkembangan agama Islam lewat klinik ini," kata
seorang pemuka Kongres Islam Jepang itu. Sebab sebenarnya
kebebasan agama di Jepang memang ditafsirkan secara liberal
benar seperti di A. Di Jepang ada 4.500 kumpulan keagamaan. Dan
bahwa sebuah sekte Budhis atau Shinto misalnya terpecah lalu
menumbuhkan sekte baru, sama sekali tidak membuat orang
terkejut.
Krisis Energi
Menarik, adanya muallaf di Jepang bisa ditandai setelah
timbulnya krisis enerji--sehingga tak urung ada komentar yang
menghubung-hubungkannya dengan kepentingan Jepang terhadap
minyak Arab. Anggapan ini ditampik -- tentu saja -- oleh Mohamad
Komiyama, 50 tahun, anggota parlemen dari Partai Liberal
Demokrat yang masuk Islam tahun lalu: "Orang Jepang tidak merasa
ada kesulitan dengan Arab, karena sudah lama bersahabat,"
katanya kepada TEMPO. Atau seperti ditegaskan llaji Nurdin Agi
(69), Direktur Kongres Islam Jepang yng sehari-hari dikenal
sebagai Ketua Perhimpunan Penulis Drama Radio & TV Jepang:
"Organisasi kami bukan alat pemerintah. Jadi tak beralasan punya
tujuan begitu."
Baik Komiyama maupun Agi berpendapat bahwa Islam di Jepang maju.
Mengapa, kalau memang. demikian? "Karena, meski nampak kaya
raya, tapi manusia Jepang itu sebenarnya kehilangan nyawa dalam
dirinya akibat modernisasi," kata Komiyama, bekas Menteri Postel
dalam kabinet Fukuda.
Mereka menyelenggarakan kursus Bahasa Arab secara cuma-cuma.
Juga mengedarkan kitab suci al-Qur'an beraksara Kanji, maksudnya
untuk ditaruh di kamar-kamar hotel. Saat ini satu juta al-Qur'an
dicetak dalam huruf Jepang. Dan sebuah kapling di salah satu
sudut strategis Shinjuku dalam tempo dua tahun ini siap digarap:
di sana akan berdiri sebuah kompleks kegiatan Kongres Islam
lengkap dengan mesjid yang bisa menampung 5 ribu jemaah.
Islam memang masih sangat muda di sini, jauh lebih muda dari
agama-agama "asing" lain--Protestan dan Katolik-yang sudah
berpengikut jutaan. Tapi orang-orang muslim baru itu
kelihatannya penuh gairah. Persis di hari raya Idul Fitri
kemarin, Kongres Islam Jepang meresmikan berdirinya sebuah
partai Islam. Namanya: Dai San Setai. Artinya bagus dan sugestif
generasi Ke-3. Diketuai Dr Hakim Yoshida, yang tadinya Sekjen
Kongres Islam Jepang itu. mereka menyatakan akan ambil bagian
dalam pemilihan umum mendatang, dengan target sedikitnya satu
kursi di parlemen. Dengan sebuah partai politik, perkembangan
keagamaan Islam memang bisa menjadi lebih semarak. Atau lebih
runyam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini