Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ragu Akan Visi-Misi Ruang Inklusi Tiga Kandidat

Ahmadiyah yang mengungsi di Asrama Transito, Nusa Tenggara Barat, hanya ingin hidup bebas. Harapan bertumpu pada tiga kandidat.

2 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sudah hampir 18 tahun, jemaat Ahmadiyah mengungsi di Asrama Transito di Lombok Timur.

  • Ratusan anggota jemaat Ahmadiyah itu mengungsi karena mengalami penyerangan dan ditolak warga.

  • Pada Pemilu 2024, Ahmadiyah berharap pada ketiga kandidat.

JAKARTA — Saleh Ahmadi tidak memiliki banyak permintaan kepada pemerintah. Dia bersama 40 keluarga jemaat Ahmadiyah yang mengungsi di Asrama Transito, Nusa Tenggara Barat, hanya ingin hidup bebas dari ancaman kekerasan, intimidasi, dan dipersekusi karena berbeda keyakinan. “Kami ingin kembali ke kampung halaman. Kami ingin bebas. Harapan kami, kata ‘pengungsi’ sudah tidak ada lagi,” ujar Saleh saat dihubungi pada Rabu, 31 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah hampir 18 tahun, jemaat Ahmadiyah mengungsi di Asrama Transito yang berlokasi di Kelurahan Majeluk, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tempat ini semula ini adalah penampungan bagi para transmigran. Pada 2006, bangunan seluas setengah hektare ini difungsikan sebagai penampungan sementara bagi sekitar 600 anggota jemaat Ahmadiyah.

Ratusan anggota jemaat Ahmadiyah itu mengungsi karena mengalami penyerangan dan ditolak warga di kampung halamannya di Lombok Timur. Jemaat Ahmadiyah lantas berpindah-pindah. Keberadaan mereka selalu berakhir dengan penolakan. Tempat jemaat Ahmadiyah di Asrama Transito menjadi lokasi terakhir mereka mengungsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saleh mengatakan, jemaat Ahmadiyah hanya ingin hidup normal dengan berbaur dengan masyarakat. Jemaat Ahmadiyah secara administratif sudah diakui sebagai penduduk. Namun kebebasan beribadah dan mendirikan tempat ibadah belum diperoleh. “Kami terpaksa menyulap asrama menjadi tempat ibadah,” ujarnya.

Label pengungsi, kata Saleh, menyulitkan jemaat Ahmadiyah untuk hidup aman dan sejahtera. Akses mereka untuk mendapatkan pekerjaan seolah-olah dipersulit. “Tapi kami tidak menyerah,” ucap Saleh.

Harapan Saleh tak sirna. Pada Pemilu 2024, Saleh berharap ketiga calon presiden dan calon wakil presiden bisa mendengar aspirasi dan memenuhi harapan mereka. Mereka berharap siapa pun yang menjadi presiden bisa memberikan jaminan hidup bagi kelompok marginal. Bukan hanya jemaat Ahmadiyah, dia berharap semua kelompok mendapatkan perlakuan adil meski berbeda keyakinan. “Presiden terpilih nanti bukan justru mempertahankan sikap intoleransi,” ujarnya.

Toleransi dan inklusi menjadi salah satu tema debat kelima calon presiden. Debat terakhir akan dilaksanakan di Jakarta Convention Center Jakarta pada Minggu, 4 Februari 2024. Secara keseluruhan, tema debat yaitu Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi.

Kampanye calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan di Monumen Bandung Lautan Api, Bandung, Jawa Barat, 28 Januari 2024. TEMPO/Prima Mulia

Juru bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Billy David Nerotumilena, mengatakan Anies berkomitmen memperjuangkan inklusi dan toleransi. Selama Anies menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Billy mengklaim, tidak ada satu kasus persekusi antarumat beragama. “Jakarta bahkan jadi simpang temu umat beragama yang ramah untuk semua,” ujar Billy, kemarin, 1 Februari 2024.

Dia mencontohkan, Anies selama menjabat Gubernur DKI justru banyak memberikan izin pendirian rumah ibadah. Calon presiden nomor urut 1 ini juga selalu merayakan hari besar keagamaan di ruang publik. “Anies bahkan memberi bantuan operasional tempat ibadah,” kata Billy.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Afriansyah Noor, mengatakan Prabowo akan menangani kasus intoleransi sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam kasus pelarangan pendirian rumah ibadah, menurut kubu pasangan calon nomor urut dua itu, hal ini juga harus ditangani sesuai dengan aturan.

Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto didampingi Tim Kampanye Nasional (TKN) dalam acara konsolidasi tokoh agama dan masyarakat di Pool Primajasa, Tasikmalaya, Jawa Barat, 2 Desember 2023. ANTARA/Galih Pradipta

Aturan pendirian rumah ibadah merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Salah satu syarat pendirian rumah ibadah adalah harus menyerahkan 90 daftar nama pengguna rumah ibadah yang dibuktikan dengan identitas KTP. Pendirian rumah ibadah tersebut juga harus mendapatkan dukungan dari 60 warga setempat yang disahkan lurah/kepala desa.

Menurut Afriansyah, aturan ini harus dijalankan. Bila tidak, akan menimbulkan konflik di masyarakat. “Misalnya di suatu daerah mayoritas masyarakat memeluk agama tertentu. Lalu segelintir orang mendirikan rumah ibadah, tapi jemaahnya hanya sedikit atau bahkan tidak ada. Ini harus diatur pemerintah. Kalau semua bisa membuat, justru itu menambah konflik,” katanya.

Juru bicara Tim Pemenangan Nasional nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud Md., Y. Tomi Aryanto, mengatakan Ganjar juga berkomitmen untuk menangani masalah intoleransi. Selama menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar menegakan konstitusi dengan prinsip Pancasila dan UUD 1945. Tomi mencontohkan tindakan Ganjar saat menanggapi kasus siswa perempuan SMAN 1 Sumberlawang, Sragen, ketika menjadi korban perundungan oleh gurunya karena tak memakai jilbab pada 2022. Tomi mengklaim Ganjar memberikan sanksi terhadap guru itu. “Ganjar juga mengumumkan kepada publik bahwa ini tidak boleh terjadi di Jawa Tengah,” ujar Tomi.

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo didampingi anggota Dewan Penasihat TPN, Yenny Wahid (kiri), saat mengikuti kampanye terbuka di Stadion Bima, Cirebon, Jawa Barat, 27 Januari 2024. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Catatan Pegiat Soal Kebebasan Beragama 

Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan mencatat terdapat sejumlah kasus penolakan pembangunan rumah ibadah di beberapa wilayah sepanjang 2023. Tidak hanya itu, terjadi tren peningkatan laporan penodaan agama di media sosial dan diskriminasi penganut kepercayaan. Salah satu contohnya adalah penolakan pembangunan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Maret 2023.

Setara Institute, pegiat yang berfokus pada hak asasi manusia, mencatat pelanggaran kebebasan beragama terus terjadi sepanjang 2023. Sejak Januari hingga Juni 2023, ada 155 kasus pelanggaran kebebasan beragama. Pada 2022, ada 175 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama. Angka ini meningkat dibanding pada 2021 sebanyak 171 peristiwa. Beberapa aksi kekerasan terhadap kebebasan beragama berupa gangguan tempat ibadah, penggunaan delik penodaan agama, penolakan ceramah, hingga diskriminasi terhadap keyakinan tertentu.

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan ada dua hal yang menjadi penyebab maraknya intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan. Pertama, banyak regulasi intoleran dan diskriminatif di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Persoalan ini ditambah lemahnya kapasitas aparatur negara dalam merespons dan menangani isu-isu intoleransi. “Tidak hanya itu, penegakan hukum juga lemah,” kata Halili saat dihubungi, kemarin.

Persoalan kedua, rendahnya literasi antaragama dan kepercayaan di masyarakat. Tidak hanya itu, juga terjadi pemisahan kelompok di masyarakat. ”Menguat juga sikap konservatisme dan meningkatnya kemampuan warga untuk menggunakan instrumen-instrumen koersi dan kekerasan,” kata Halili.

Halili ragu ketiga kandidat mampu menciptakan ruang inklusi. Alasannya, visi dan misi ketiga kandidat dalam menangani masalah intoleransi dinilai masih normatif. Meski begitu, menurut dia, di antara ketiganya, kandidat nomor urut 03 cukup kuat meletakkan inklusi dalam aspek toleransi. Dia menjelaskan, inklusi adalah puncak dari toleransi. Inklusi merupakan agenda-agenda dasar pemajuan toleransi, yaitu akseptasi atau penerimaan atas seluruh identitas dalam tata keberagaman.

Adapun pasangan calon nomor urut 1, menurut Halili, dalam visi dan misinya mengutamakan paradigma keadilan. Namun paradigma itu tidak dijelaskan dengan langkah konkret.

Sedangkan kandidat nomor urut 02, kata dia, memiliki paradigma utama persatuan antaridentitas. Namun paradigma ini bermasalah. Sebab, persatuan sebagai paradigma dalam tata toleransi dapat mengarah pada mayoritarianisme. Pandangan ini akan mengistimewakan mayoritas, baik secara jumlah maupun sosial-politik. “Ini berbahaya bagi demokrasi karena meminggirkan yang minoritas,” kata Halili. 

HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus