Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Jadi Demonstran, Refly Harun Anggap Langkah DPR soal Putusan MK Menentang Dua Hal

"Apa yang dilakukan oleh DPR? Kampungan," ujar Refly Harun.

22 Agustus 2024 | 13.41 WIB

Komika Rigen Rakelna saat mengikuti aksi demonstrasi di Depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi unjuk rasa massal ini dilakukan sebagai bentuk protes hasil rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dinilai melangkahi konstitusi. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
material-symbols:fullscreenPerbesar
Komika Rigen Rakelna saat mengikuti aksi demonstrasi di Depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi unjuk rasa massal ini dilakukan sebagai bentuk protes hasil rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dinilai melangkahi konstitusi. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks DPR, Jakarta, pada Kamis, 22 Agustus 2024. Mereka menuntut DPR tidak mengangkangi putusan MK soal ambang batas syarat pencalonan kepala daerah dan batas kandidat peserta Pilkada 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa organisasi masyarakat sipil, buruh, artis, hingga komika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan bahwa yang diperjuangkan ini adalah sesuatu yang benar. Menurut dia, Demo hari ini bukan terkait dengan satu orang atau satu partai politik

"Tapi terkait dengan keadilan dan demokrasi," kata Refly di depan Gedung DPR RI, pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Menurut Refly putusan Mahkamah Konstitusi itu putusan yang benar dan normal yang seharusnya tinggal dilaksanakan, tak perlu dibantah atau dianulir. "Apa yang dilakukan oleh DPR? Kampungan," ujar dia.

Menurut Refly, menganulir putusan MK hanya dalam jangka waktu satu hari dengan pembahasan di Baleg yang dipercepat, bertentangan dengan konstitusi. "Karena membuat undang-undang harus dengan partisipasi masyarakat. Tidak boleh seperti orang sedang belajar menghadapi ujian besok alias sistem kebut semalam," kata Refly

Karena itu, menurut Refly apa yang dilakukan oleh DPR ini menentang dua hal. "Secara prosedur salah, dan secara substantif juga salah," ujar dia.

Dia mengatakan memperjuangkan agar revisi UU Pilkada agar tidak disahkan adalah tindakan yang benar. "Mereka yang membangkang konstitusi, DPR dan pemerintah yang membangkang konstitusi, yang datang ke sini adalah orang yang ingin menegakkan konstitusi," kata dia.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR memutuskan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20 persen kursi di parlemen. Putusan itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Putusan Baleg DPR yang diketok palu pada Rabu, 21 Agustus 2024 itu, otomatis mengoreksi putusan MK yang telah menghapus ambang batas tersebut. Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR cacat hukum atau inkonstitusional.

MOCHAMAD FIRLY FAJRIAN

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus