Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Migrain merupakan salah satu jenis sakit kepala yang menyerang sebagian kepala. Jenis sakit kepala ini sering dialami individu di usia produktif dan biasanya dimulai saat pubertas. Menurut riset Pescado Ruschel and De Jesus pada 2020, migrain merupakan penyebab kedisabilitasan tertinggi kedua di dunia. Riset itu menyebutkan prevalensi migrain secara keseluruhan mencapai 12 persen dari total populasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Permata Cibubur, Irawati Hawari mengatakan migrain merupakan salah satu bentuk nyeri kepala primer dan dirasakan pada satu sisi kepala. Sakit kepala tersebut berintensitas sedang hingga berat, berdenyut, dan dapat memburuk akibat aktivitas fisik yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Hingga kini, belum diketahui penyebab pasti dari migrain," kata Irawati Hawari dalam keterangan tertulis Johnson and Johnson, Sabtu 5 Desember 2020. Beberapa faktor yang menjadi pemicu migrain antara lain stres, makanan atau minuman tertentu, makan tidak teratur, kurang atau kelebihan tidur, aktivitas fisik atau olahraga yang berlebihan, hingga cuaca panas.
Ilustrasi sakit kepala. Shutterstock.com
Pada perempuan, menurut Irawati, faktor pemicu tambahannya adalah perubahan hormon, terutama saat menstruasi, ovulasi, dan kehamilan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, migrain terbagi menjadi dua. Pertama, migrain yang terjadi kurang dari 15 hari per bulan atau dikenal dengan nama migrain episodik. Kedua, migrain yang sering terjadi lebih dari 15 hari per bulan atau dikenal dengan nama migrain kronis.
Berdasarkan data WHO tahun 2013, 17 persen orang pernah mengalami migrain episodik. Sementara migrain kronis mempengaruhi satu dari tiga orang di dunia. Bila dipantau dari tingkat keparahannya, migrain kronis merupakan salah satu pemicu terjadinya kelumpuhan dan tak menutup kemungkinan mengakibatkan seseorang menjadi disabilitas pada tingkat lanjut. Migrain kronis umumnya terkait stres atau masalah muskuloskeletal (otot dan saraf) di leher.
Ada dua cara mengatasi migrain, yakni melalui tata laksana farmakologis dan non-farmakologis. Metode farmakologis dapat dilakukan dengan terapi abortif atau akut dan terapi profilaksis. Sementara metode non-farmakologis dengan mengubah gaya hidup.