Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jerat Kasus Kedua Hakim Gazalba

KPK mengusut dugaan gratifikasi dan TPPU terhadap Gazalba Saleh, meski divonis bebas. Vonis kasasi tidak bulat.

21 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan hakim agung (nonaktif) Gazalba Saleh masih berstatus tersangka kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

  • Hakim anggota majelis kasasi disebut mengajukan concurring opinion.

  • Pegiat menilai vonis bebas Gazalba janggal karena terdakwa lain dalam perkara yang sama dijatuhi hukuman dan terbukti bersalah.

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan hakim agung (nonaktif) Gazalba Saleh masih berstatus tersangka kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) meskipun putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung hingga kasasi Mahkamah Agung memvonis bebas Gazalba dalam perkara suap. “KPK fokuskan penyidikan kasus gratifikasi dan TPPU yang menjerat Gazalba untuk dibawa ke persidangan,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Jumat, 20 Oktober 2023. “Tentunya kami akan memanggil kembali untuk pemeriksaan.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara KPK, Ali Fikri (tengah), di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 5 September 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ali Fikri mengatakan, KPK menunggu salinan putusan lengkap perkara suap terdakwa Gazalba. KPK akan mempelajari lebih lanjut salinan putusan sekaligus menentukan sikap atas vonis bebas tersebut. ”KPK menghormati setiap putusan majelis hakim, termasuk putusan yang menyatakan menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum dalam perkara dugaan suap oleh Gazalba.”

Baca: Putusan Janggal Dua Hakim Agung

Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan jaksa KPK terhadap terdakwa Gazalba Saleh dalam kasus suap. Putusan tingkat kasasi itu dibacakan pada Kamis, 19 Oktober 2023. Putusan dengan nomor registrasi perkara 5241 K/Pid.Sus/2023 itu diadili ketua majelis kasasi Dwiarso Budi Santiarto dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana.

Kasus tersebut merupakan pengembangan penyidikan KPK dalam perkara dugaan suap yang menjerat hakim agung (nonaktif) Sudrajad Dimyati—divonis 7 tahun penjara—dan 10 orang lainnya. Gazalba dituding menerima suap sehubungan dengan pengondisian putusan perkara pidana pengusaha Budiman Gandi Suparman selaku pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Baca: Putusan Janggal Dua Perkara di MA

Gazalba masuk tim majelis hakim yang memeriksa perkara Budiman Gandi. Mereka menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Budiman Gandi. Vonis itu mengoreksi putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang yang menyatakan Budiman bebas. KPK menduga ada suap yang diberikan untuk mengkondisikan perkara tersebut. Gazalba disebut menerima Sin$ 20 ribu.

Pusaran suap yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung tak hanya menyeret kedua hakim agung tersebut, tapi juga sejumlah pegawai MA dan kalangan swasta, seperti pengacara dan pengusaha. Setidaknya ada 17 tersangka yang terjerat berdasarkan pengembangan kasus suap tersebut.

Ali Fikri menyayangkan vonis bebas Gazalba. Sebab, dalam perkara yang sama, majelis hakim memvonis bersalah terdakwa lainnya. Mereka di antara lain hakim yustisial Elly Tri Pangestu yang divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara; hakim Prasetyo Nugroho dihukum 9 tahun bui; serta hakim Edy Wibowo 4 tahun dan 6 bulan penjara. Adapun pegawai MA yang terseret kasus di antaranya Desy Yustira divonis 10 tahun penjara, Nurmanto Akmal 4 tahun 6 bulan bui, Muhajir Habiebie 10 tahun penjara, Albasri 4 tahun bui, serta Redhy Novasriza 8 tahun.

Perihal pengusutan dugaan gratifikasi dan TPPU yang melibatkan Gazalba, menurut Ali, penyidik KPK menduga Gazalba menerima gratifikasi Rp 10 miliar yang kemudian berubah menjadi aset bernilai ekonomis. KPK menetapkan Gazalba sebagai tersangka gratifikasi dan TPPU pada akhir Maret lalu.

Menanggapi hal ini, Aldres Napitupulu, pengacara Gazalba, tak berkomentar banyak perihal pengusutan gratifikasi dan TPPU yang menjerat kliennya. "Soal itu belum ada kabar update terbaru. Lagi pula saya tidak sedang di kantor," ujar Aldres saat dihubungi, kemarin. “Nanti saya cek lagi.”

Hakim Anggota Mengajukan Argumen Berbeda 

Juru bicara MA, hakim agung Suharto, menjelaskan alasan majelis hakim kasasi menolak kasasi jaksa KPK. Dalam putusan, menurut dia, jaksa dinilai tidak mampu meyakinkan hakim perihal benar-tidaknya penerapan hukum perkara tersebut dalam memori kasasi. Majelis hakim kasasi juga menilai tidak ada cukup bukti yang membuat Gazalba divonis bersalah. Walhasil, majelis kasasi menguatkan vonis bebas yang diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung dalam perkara Gazalba pada Agustus lalu. “Dengan ditolaknya kasasi jaksa, terdakwa tetap dinyatakan bebas,” ujar Suharto saat dihubungi pada Jumat, 20 Oktober 2023.

Dilansir dari situs web Mahkamah Agung, putusan tersebut tidak secara bulat diputus. Amar putusan berdasarkan keterangan pada situs web Mahkamah Agung menyebutkan: “JPU=TOLAK, P1 C.O.” Kalimat JPU=Tolak berarti permohonan kasasi jaksa ditolak. Adapun P1 C.O bermakna bahwa hakim anggota pertama dalam majelis kasasi disebut mengajukan concurring opinion atau argumen berbeda yang dituangkan dalam putusan.

Hakim agung Suharto mengatakan belum bisa menjelaskan secara detail argumentasi berbeda yang dibuat hakim anggota pertama dalam perkara Gazalba. Dia meminta bersabar menunggu salinan putusan lengkap yang akan diunggah ke website. “Kalau salinan sudah diunggah dan dikirim ke Pengadilan Tipikor asal, nanti baru diketahui apa alasan adanya concurring opinion tersebut. Jadi, mohon bersabar,” ujarnya.

Respons Pegiat 

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mendesak KPK menggali kembali dugaan keterlibatan Gazalba dalam kasus suap penanganan perkara di MA. Dia meminta KPK harus mampu menggali pembuktian secara mendetail. “Vonis ini jelas berbahaya. Jangan-jangan KPK bermain-main dengan bukti lemah," ujarnya.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani. Dok. PBHI

Meski Gazalba divonis bebas, Julius berharap, KPK bisa berfokus pada kasus lain yang menjerat, yakni dugaan gratifikasi dan TPPU. Hal ini, menurut dia, merupakan hal penting karena dugaan yang disangkakan KPK tidak main-main terhadap hakim agung MA. Apalagi Gazalba sendiri sempat ditahan KPK. "Dia bebas, bukan berarti tindak pidananya enggak ada. Mungkin memang enggak bisa dibuktikan atau bisa jadi karena susah pembuktiannya," ujarnya.

Julius menilai vonis bebas Gazalba janggal karena terdakwa lain dalam perkara yang sama dijatuhi hukuman dan terbukti bersalah. "Jadi, di mana perbedaan perannya, sedangkan satu sama lain beri keterangan dan berita acara saling berkaitan," ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fikar Hadjar, mengatakan, jika KPK serius ingin menjerat Gazalba dalam kasus suap, perlu bukti baru yang belum pernah dihadirkan dalam persidangan. "Kalau ada novum baru, bisa diajukan," ujarnya. Jika KPK tidak bisa menemukan fakta baru, kasus suap Gazalba tidak bisa diperkarakan kembali karena putusan dianggap sudah berkekuatan hukum tetap. Kecuali, Fikar melanjutkan, KPK menemukan kasus lain yang menjerat Gazalba sehingga bisa kembali diproses hukum. "Kasus TPPU bisa dilanjutkan," ujarnya.

JIHAN RISTIYANTI | IMAM HAMDI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus