Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyusunan formasi kabinet sejatinya hak prerogatif presiden terpilih.
Berebut untuk menempatkan kader partai di pos kementerian strategis bukan hal baru dalam penyusunan kabinet.
Besarnya angka dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditengarai menjadi awal mula praktik rasuah di kementerian.
PEREBUTAN jatah kursi di pos kementerian strategis ditengarai terjadi dalam penyusunan kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Partai politik pendukung di koalisi saling berebut pengaruh agar diberi kepercayaan untuk menempatkan kadernya di kabinet Prabowo di kementerian strategis. Kementerian ini kerap dinilai sebagai “lahan basah” dan berpotensi marak terjadi dugaan rasuah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berebut untuk menempatkan kader partai di pos kementerian strategis bukan hal baru dalam setiap proses penyusunan kabinet. Anggota Staf Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia, mengatakan praktik lancung seperti itu dilakukan partai politik dan loyalis kandidat pemenang. Tujuannya, mengisi pundi-pundi pengganti ongkos politik dan demi kepentingan pribadi. “Hal ini tentu memperpanjang catatan buruk kita sehubungan dengan maraknya kasus korupsi,” kata Yassar saat dihubungi pada Selasa, 7 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyusunan formasi kabinet sejatinya hak prerogatif presiden terpilih. Meski demikian, menurut Yassar, kabinet sebaiknya berisi kalangan profesional nonpartai di kementerian strategis. Tujuannya, meminimalkan dan memutus mata rantai terjadinya praktik rasuah di kementerian strategis. “Sehingga formasi kabinet tidak menjadi sarana balas budi pemenang kepada loyalisnya,” ujar Yassar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita di Jakarta, 26 April 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Prabowo belum mengumumkan secara resmi formasi kabinet pemerintahannya nanti. Namun gejolak berebut jatah kursi kabinet mulai tersirat di koalisi partai pendukung. Sejumlah partai pendukung Prabowo mengincar empat kementerian strategis. Pos strategis tersebut adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Keempat pos ini dinilai menjadi “lahan basah” karena mampu menghasilkan fulus dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam jumlah yang “wah”. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam rapat kerja dengan Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat pada 18 Januari lalu, menyatakan menyumbang PNBP ke rekening kas negara sebesar Rp 6,38 triliun selama 2022.
Kementerian ATR/BPN juga demikian. Pada 11 Maret lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengapresiasi kinerja dan pelayanan kementerian ini karena membukukan PNBP sebesar Rp 2 triliun. Perolehan tersebut dinilai menjadi kontribusi yang baik bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kementerian ESDM juga disebut-sebut sebagai “lahan basah”. Kementerian ini menjadi incaran karena mengatur izin tambang mineral dan batu bara. Per 16 Desember 2022, lembaga ini mencatat PNBP dari sektor tambang senilai Rp 173,5 triliun.
Menurut Yassar, besarnya angka yang diperoleh kementerian dari PNBP ditengarai menjadi awal mula praktik rasuah di kementerian. Misalnya, pada 2016-2021, ICW mencatat di lingkungan Kementerian BUMN sedikitnya terdapat 119 kasus rasuah yang disidik aparat hukum. Jumlah kerugian negara setidaknya mencapai lebih dari Rp 47 triliun.
Berdasarkan klasifikasi sektor, kata dia, sektor pertanian, perkebunan, serta energi dan listrik menjadi sektor yang acapkali terjadi praktik korupsi di lingkungan BUMN—kementerian yang dipimpin Erick Thohir. “Artinya, bagaimana dengan sektor tambang dan lingkungan yang lebih basah dari kementerian ini? Tentu potensinya jauh lebih besar,” ucap Yassar.
Potensi Rasuah Kala Jumlah Kementerian Bertambah
Potensi rasuah di kementerian ada kemungkinan membesar apabila kabinet Prabowo-Gibran menambah jumlah kementerian/lembaga. Dengan banyaknya partai pendukung di koalisi, kabinet ini tentu membutuhkan jumlah kursi yang banyak pula agar semua partai memperoleh kue kekuasaan. Rencananya, kabinet Prabowo-Gibran menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40-41 kementerian/lembaga.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tak menampik ihwal adanya rencana kabinet Prabowo menambah jumlah kementerian. Wakil Ketua DPR itu mengatakan rencana penambahan jumlah kementerian sedang dikaji dan disimulasikan. “Tetap atau bertambah, sedang dikaji sesuai dengan kebutuhan,” kata Dasco.
Capres-cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka, di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, 29 Maret 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna
Untuk merealisasi rencana tersebut, Prabowo memiliki dua opsi. Pertama, mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi. Kedua, presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk merevisi undang-undang tersebut.
Anggota Staf Divisi Korupsi Politik ICW lainnya, Seira Tamara, mengatakan rencana penambahan jumlah kementerian dalam kabinet Prabowo-Gibran menunjukkan bahwa pembentukan kabinet dilandasi kepentingan politis, bukan kepentingan dan kemauan membentuk kebijakan yang baik bagi masyarakat. “Artinya, segala bentuk dukungan yang diberikan tidak gratis dan harus dibayar dengan jabatan. Tapi yang merugi adalah masyarakat,” kata Seira.
Gemuknya kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran ini, Seira melanjutkan, dikhawatirkan akan menggerus prinsip demokrasi. Sebab, dengan banyaknya kursi jabatan yang diberikan, proses checks and balances terhadap pemerintahan tidak akan berjalan karena semua bergabung setelah diberi posisi dan jabatan.
Yassar Aulia sependapat dengan Seira bahwa gemuknya kabinet pemerintahan bakal berdampak buruk bagi proses demokrasi. Dengan banyaknya jumlah kementerian yang ada, hal tersebut dapat sejalan dengan besarnya potensi terjadinya tindak pidana rasuah di lingkungan kementerian. “Kami berharap kabinet diisi oleh kalangan profesional nonpartai,” kata Yassar.
Peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan besar kemungkinan Prabowo akan mengikuti jejak langkah dua pemerintahan sebelumnya. Prabowo, kata dia, ada kemungkinan akan membentuk kabinet pemerintahan yang berisi kalangan profesional nonpartai. “Tapi apakah kalangan ini ditempatkan di pos strategis atau tidak, bergantung pada Prabowo nantinya,” kata Usep.
Kendati begitu, dia melanjutkan, pada periode pertama pemerintahan, biasanya kabinet akan dominan diisi kalangan profesional nonpartai. Tujuannya, menumbuhkan citra yang baik di mata publik. “Jika bicara soal potensi korupsi, hal ini tidak bisa dinafikan. Potensi di kementerian strategis tentunya cukup besar terjadi. Sebab, partai membutuhkan ongkos politik pengganti setelah habis-habisan memberi dukungan,” ujar Usep.
Wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, mengatakan rencana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 di kabinet pemerintahannya kelak masih berada dalam fase pembahasan. Salah satu pembahasannya ialah mengenai nomenklatur kementerian yang bakal mengurusi program makan siang gratis bagi siswa di sekolah. “Kemarin sempat dibahas. Masih digodok,” kata Gibran.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Erwan Hermawan, Septia Ryanthie (Surakarta) berkontribusi dalam penulisan ini