Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Johnny Plate menjalani sidang dakwaan.
Jaksa menyebutkan peran Johnny terlihat sejak awal.
Johnny menyangkal dakwaan jaksa.
JAKARTA – Johnny Gerard Plate tidak jadi melanjutkan sangkalan atas dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum. Ia terdiam karena ucapannya dipotong oleh ketua majelis hakim Fahzal Hendri. Fahzal menjelaskan, pembuktian ada atau tidaknya tindak pidana akan diagendakan pada sidang yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Potongan adegan itu terlihat dalam sidang perkara korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin. Johnny sebagai terdakwa dituduh telah menerima uang ilegal senilai Rp 17,8 miliar. Uang itu diterima secara bertahap mulai Maret 2021 hingga Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tidak melakukan apa yang didakwakan. Nanti kami buktikan,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif itu. Kalimat inilah yang kemudian dipotong oleh hakim. Menurut Fahzal, dalam sidang dakwaan ini, hakim hanya perlu memastikan bahwa terdakwa telah memahami dakwaan yang dibacakan jaksa. Sedangkan untuk eksepsi (bantahan) atas dakwaan, terdakwa akan diberi kesempatan menyampaikannya pada sidang berikutnya.
Dalam dugaan korupsi menara BTS 4G ini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 8,03 triliun. Dalam surat dakwaan, jaksa menyatakan telah memiliki bukti-bukti adanya niat jahat terdakwa untuk menilap anggaran proyek. Misalnya, pada Desember 2021, Johnny menerima laporan dari Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi, Anang Achmad Latif. Laporan itu memuat progres pengerjaan yang sudah terlambat sejak Maret 2021. “Mengalami keterlambatan atau deviasi minus rata-rata 40 persen,” ucap jaksa penuntut umum.
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022, Anang Achmad Latif, mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 27 Juni 2023. ANTARA/Galih Pradipta
Padahal, berdasarkan syarat umum dan khusus dalam perjanjian kontrak, toleransi deviasi maksimal hanya minus 5 persen. Persoalannya, Johnny justru memberi persetujuan kepada Anang agar melunasi pekerjaan menara BTS 4G sebesar 100 persen dari total nilai proyek. Pelunasan ini menggunakan payung hukum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.05/2021 tentang pembayaran seratus persen dengan jaminan bank garansi dan memberi perpanjangan pekerjaan hingga 31 Maret 2022. Di sini, pengguna anggaran sama sekali tidak memperhatikan kemampuan penyedia untuk merampungkan pekerjaan.
Saat itu, Project Management Office (PMO)—konsultan pengawas—sebenarnya sudah memberi gambaran bahwa kemajuan pengerjaan menara BTS 4G baru 80,1 persen. Namun, dalam laporan progres pekerjaan, pembobotannya didasarkan atas termin pembayaran. “Agar seolah-olah sesuai dengan progres pekerjaan,” ucap jaksa.
Pada 18 Maret 2022, Johnny tercatat mengadakan rapat kerja di Hotel The Apurva Kempinski Bali. Rapat dihadiri oleh Anang Achmad Latif, Jemy Sutjiawan, Deng Mingsong, dan Temi Delizar. Tiga nama terakhir mewakili konsorsium PT Fiberhome-Telkominfa-Multi Trans Data. Selain itu, hadir dua konsorsium lain, seperti PT Aplikanusa Lintasarta-PT Huawei Tech Investment-PT Surya Energi Indotama serta konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia.
Dalam rapat itu, Johnny sama sekali tidak meminta Anang memutus kontrak meski proges pengerjaan proyek tak sesuai dengan rencana. Johnny meminta konsorsium menuntaskan proyek saat tenggat pekerjaan bakal berakhir pada 31 Maret 2022. Dalam catatan dokumen, saat itu progres pekerjaan paket 1 dan 2 baru 23 persen, paket 3 sebesar 70 persen, serta paket 4 dan 5 baru 25 persen.
Akibatnya, hanya ditemukan 958 menara yang selesai terbangun dengan nilai anggaran Rp 1,47 triliun. Adapun Kejaksaan Agung mendapati setidaknya 3.242 menara dari total 4.200 target BTS 4G belum terbangun. Totalnya mencapai Rp 7,35 triliun. Padahal uang tersebut sudah dibayarkan oleh Bakti Kementerian Komunikasi kepada masing-masing perusahaan konsorsium.
Komisaris PT Solitechmedia Synergy, Irwan Hermawan, setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo tahun 2020-2022, 7 Februari 2023. ANTARA/HO-Puspenkum Kejaksaan Agung
Keterlibatan Johnny dalam korupsi ini juga tercantum dalam dakwaan Anang Achmad Latif yang dibacakan kemarin. Jaksa penuntut umum menyebutkan bahwa Anang pada 4 Januari 2022 justru menerbitkan surat pemberitaan ihwal sisa pekerjaan yang belum dirampungkan para konsorsium. Isinya, Bakti memutuskan program penyediaan infrastruktur BTS 4G dilanjutkan pada tahun anggaran 2022. Anang meminta jaminan berupa surat pernyataan dari masing-masing konsorsium.
Kuasa hukum Johnny Gerard Plate, Achmad Cholidin, dan tim hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi. Johnny Plate menyatakan pihaknya baru menerima dokumen dakwaan kemarin sehingga baru memiliki kesempatan untuk mempelajari setiap tuduhan. Namun majelis hakim meminta eksepsi berfokus pada Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ihwal kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam mengusut perkara ini.
Ke Mana Mengalir Aliran Dana
Seorang penegak hukum mengungkapkan, dalam pemeriksaan saksi dan tersangka, sebenarnya banyak nama yang muncul sebagai penerima aliran dana. Namun Kejaksaan Agung terkesan enggan mengusut nama-nama itu. “Sepertinya ada yang mau tutup masalah ini,” kata seorang penyidik di kejaksaan.
Dia mencontohkan Irwan Hermawan yang seharusnya didakwa menerima uang dari perusahaan konsorsium dan subkontraktor senilai Rp 243 miliar. Namun dalam dakwaan hanya tertulis Rp 119 miliar. Rincian aliran dana pun tidak tercatat. Padahal uang Rp 243 miliar itu disinyalir mengalir ke Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dan sejumlah lembaga negara. Diduga ada belasan nama yang terlibat menerima aliran uang pengamanan dan tidak masuk dalam dakwaan.
Dalam laporan Koran Tempo bertajuk “Jejak Duit Kasus BTS Menuju Senayan” edisi 24 Juni 2023, disebutkan Irwan Hermawan mengepulkan uang ratusan miliar rupiah di kantornya, PT Solitechmedia Synergy, Jalan Terusan Hanglekir III Nomor 53, Jakarta Selatan. Pengumpulan uang, yang dibantu oleh terdakwa Windi Purnama, dari sejumlah perusahaan subkontraktor, kemudian disimpan dalam filling cabinet di ruang kerja Irwan.
Setelahnya, uang itu dikirim ke berbagai pihak. Misalnya, Windi mengirim uang tunai kepada Nistra Yohan yang merupakan staf ahli anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai, Gerindra Sugiono. Dari sana, duit itu mengalir ke mana-mana di Komisi I yang merupakan mitra kerja Kementerian Komunikasi. Aliran duit diduga juga bermuara ke Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo senilai Rp 27 miliar dan beberapa nama, seperti Windu dan Setya senilai Rp 75 miliar.
Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada nama-nama yang disebutkan tersebut. Anggota Komisi I DPR, Sugiono, bersama pimpinan komisi sama sekali tidak merespons. Adapun Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo membantah. Dia justru menganggap tuduhan itu tak beralasan dan salah alamat. “Ini Dito yang sama atau tidak karena sering banget saya dapat kejadian seperti ini,” ucap Dito.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menepis tuduhan adanya upaya mengamankan kasus melalui aliran uang ke beberapa pihak. “Jangan isu-isu seperti itu ditanyakan ke saya,” kata dia. “Kecuali perkaranya itu enggak jalan, baru tanya ke saya.”
Ketut mengklaim Kejaksaan Agung masih mengembangkan perkara ini dengan memeriksa para saksi. Saat ini Kejaksaan masih merampungkan pemberkasan atas tersangka Windi Purnama dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki. Teranyar, penyidik memeriksa tujuh saksi dari PT Aplikanusa Lintasarta.
Corporate Communications PT Aplikanusa Lintasarta, Jihaniar Mahiranisa, menjelaskan bahwa perusahaannya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Perusahaan bakal bersikap kooperatif untuk membantu Kejaksaan dalam mengungkap kasus ini. “Untuk informasi terkait kasus dan proses yang sedang berjalan, kami senantiasa mengikuti update resmi dari Kejaksaan Agung.”
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo