Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku tidak akan netral dalam Pilpres 2024 mendatang. Jokowi cawe-cawe Pilpres 2024 untuk kepentingan negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya harus cawe-cawe,” kata presiden ketika berbincang dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka, Senin 29 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi menyatakan, keputusan ikut campur dalam urusan Pilpres dilakukan untuk negara dan bukan kepentingan praktis. Ia pun mengklaim aparatnya tidak akan salah menafsirkan pernyataannya untuk bertindak mendukung salah satu calon.
“Saya tidak sekasar itu dan saya tahu berpolitik yang baik,” kata Jokowi yang hadir pada saat Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengumumkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (Capres), 21 April lalu.
Sebelum menyatakan untuk tidak bersikap netral, mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu menyampaikan pentingnya kesinambungan pembangunan. Ia menyitir sejarah yang disebutkannya menunjukkan tidak ada negara di dunia yang bisa melompat dua kali dalam meraih kemajuan. Kata dia, negara semacam Korea Selatan dan Taiwan adalah contoh terbaik. Negara-negara itu bisa menjaga kemajuannya dengan kepemimpinan yang stabil.
Karena itu, ia menyatakan Pilpres 2024 sangat penting. Ia pun mengulang berkali-kali pernyataannya tentang penentuan calon presiden dan calon wakil presiden adalah urusan partai politik.
“Lalu bagaimana saya cawe-cawe? Ya tidak usah diceritakan,” katanya sambil tertawa.
Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Deputi Bidang Protokoler, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Mahmuddin. Pertemuan dilakukan di ruang oval selama hampir dua jam.
Demokrat sebut berlebihan
Deputi Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai pernyataan Jokowi yang cawe-cawe dalam Pemilu 2024 tidak pas dan berlebihan. Apapun justifikasinya, menurut Kamhar, sikap Jokowi itu tidak bisa dibenarkan.
Dia mengatakan argumentasi Jokowi bahwa cawe-cawe dilakukan demi bangsa dan negara merupakan ekspresi psikologi RI 1 tersebut yang merasa punya kemampuan lebih memadai. Padahal, kata Kamhar, kenyataannya tidak demikian.
“Pak Jokowi overestimate atas pengetahuan dan kemampuannya,” kata Kamhar dalam keterangannya, Selasa, 30 Mei 2023.
Singgung janji kampanye Jokowi
Ia turut menyoroti kepemimpinan Jokowi selama dua periode, namun belum mampu menunaikan janji-janji kampanyenya. Kamhar menyebut sejumlah aspek di bidang pemerintahan juga melambat bahkan mundur dibandingkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.
“Jadi melihat potret pemerintahan Pak Jokowi, justru yang paling pas dan relevan adalah melakukan perubahan dan perbaikan. Pelanjut Jokowi hanya akan membuat ikhtiar Indonesia maju, Indonesia Emas 2045 semakin jauh panggang dari api,” kata dia.
Tak elok Presiden tunjukkan keberpihakan dalam pemilu
Di sisi lain, Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan tidak elok bagi seorang kepala negara menunjukkan keberpihakan dalam pemilu. Ia menyebut hal itu melampaui batas jabatannya sebagai kepala negara.
"Presiden cawe-cawe itu maknanya melakukan sesuatu yang di luar wewenang dan tanggung jawabnya," kata Herzaky melalui pesan tertulis pada Senin 29 Mei 2023.
Lebih baik fokus ngurus rakyat
Jokowi, kata Herzaky, seharusnya berfokus kepada pengentasan kemiskinan di Indonesia ketimbang pusing memikirkan Pilpres 2024. Ia menyebut masih banyak masyarakat yang hingga saat ini taraf hidupnya belum sejahtera.
"Angka kemiskinan masih tinggi, pengangguran juga tinggi, pendapatan per kapita juga tak banyak peningkatan dibandingkan era SBY," ujar dia.
Jokowi tak seharusnya ikut campur hal politis dalam pilpres
Selain itu, Herzaky mengatakan sebagai pemimpin nasional, Jokowi tidak seharusnya ikut campur dalam hal-hal politis dalam pilpres. Ia menyebut, sebaga seorang presiden, Jokowi seharusnya memikirkan bagaimana penyelenggaraan pemilu 2024 agar berjalan baik.
"Inilah legacy yang seharusnya beliau tinggalkan. Agar bisa dikenang baik sebagaimana Presiden Mega di 2004 dan Presiden SBY di 2009 serta 2014 yang sukses melaksanakan pemilu secara demokratis, jujur, dan adil," kata Herzaky.
Penentuan presiden hak prerogatif masyarakat
Herzaky juga mengatakan penentuan presiden merupakan hak prerogatif seluruh masyarakat Indonesia yang telah memenuhi syarat. Sehingga, menurut dia, Jokowi tidak elok bila ikut campur dalam penentuan siapa saja yang maju dalam pilpres nanti.
"Bukan memastikan siapa yang bisa ikut dalam kontestasi dan siapa yang seharusnya menang dalam kontestasi Pilpres 2024. Itu adalah hak rakyat, bukan hak seorang presiden. Punya aspirasi boleh, tapi tak seharusnya cawe-cawe," ujar dia.
Pernyataan Jokowi dapat jadi preseden buruk
Herzaky juga menilai ucapan Jokowi itu bisa menjadi preseden buruk bagi masyarakat. Sebab, kata dia, dengan mencuatnya isu PK Moeldoko terhadap Partai Demokrat, bisa saja masyarakat menganggap pemerintah sedang menggembosi Anies Baswedan sebagai capres.
"Kalau beliau menyampaikan patut cawe-cawe, jangan salahkan jika publik menilai tak heran kalau beliau membiarkan Moeldoko tetap jadi KSP padahal berupaya begal Demokrat demi Anies gagal berlayar ke Pilpres 2024," uja dia.
MIRZA BAGASKARA | IMA DINI SHAFIRA