Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk tetap netral dalam pemilu 2024 menyusul pernyataannya mengenai presiden boleh berpihak. Kekuasaan dan sumber daya besar yang dimiliki Jokowi sebagai presiden juga sudah dikhawatirkan sejumlah pihak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Menjadi bijaksana apabila Presiden Jokowi bisa menahan libido berkuasanya dengan menjunjung netralitas dalam pemilu 2024,” kata FITRA dalam keterangan tertulis pada Jumat, 26 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jokowi mengatakan, pernyataannya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Rabu, 24 Januari 2024, mengenai presiden boleh berpihak dan kampanye sesuai dengan undang-undang. Ia merujuk pada kepada undang-undang pemilu no 7 tahun 2017 pasal 299, yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.
Kemudian ia juga mengacu pasal 281, yang menyebut kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden wakil presiden harus memenuhi ketentuan - tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.
FITRA – organisasi yang bergerak dalam bidang kontrol sosial untuk transparansi proses-proses penganggaran negara, memberi perhatian pada potensi anggaran publik dimanfaatkan dalam melanggengkan kekuasaan dinasti. Dalam konteks anggaran publik, presiden memiliki sumber daya dalam bentuk alokasi anggaran untuk perlindungan sosial sepanjang tahun 2019-2024 sebesar Rp 2.668 triliun, atau anggaran bansos sepanjang tahun 2019-2024 sebesar Rp 953,9 triliun.
“Bahkan presiden sendiri memiliki alokasi anggaran yang bersumber dari BUN (Bendahara Umum Negara) untuk program Bansos Presiden,” kata FITRA.
Selanjutnya Koordinator Staf Presiden sebut bansos tak ada kaitan dengan Pemilu....
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan bantuan sosial dari pemerintah Jokowi tak ada kaitannya dengan pemilu. Bansos yang saat ini dipersoalkan sejumlah pihak adalah satu instrumen kebijakan dalam strategi penanggulangan kemiskinan.
“Pemerintah perlu memikirkan rakyat atau keluarga miskin yang tengah menghadapi situasi yang sulit akibat kenaikan harga bahan-bahan pokok,” kata Ari kepada Tempo pada Kamis, 4 Januari 2024.
Ramai-ramai Kritik Jokowi
Presiden Jokowi tidak pernah menyampaikan keberpihakan secara terang-terangan. Namun kekhawatiran cawe-cawe presiden di pemilu 2024 sudah disuarakan kelompok sipil dan lawan politik, sebab Gibran Rakabuming Raka, putra sulungnya berpasangan dengan Prabowo Subianto di pilpres.
Kepala negara melontarkan pernyataan itu saat memberi keterangan pers usai menyerahkan secara simbolis pesawat C-130 J-30 Super Hercules ke TNI di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Rabu, 24 Januari 2024. Ia ditemani Prabowo, yang sedang menjabat Menteri Pertahanan dan Panglima TNI serta kepala staf dari ketiga matra.
Pernyataan Jokowi di Halim memicu kritik dari publik. Calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menyoroti inkonsistensi sikap Jokowi soal netralitas. Ia menyerahkan kepada pakar sekaligus publik langsung soal pandangan presiden.
"Karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua," kata Anies saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.
Pakar Hukum Bivitri Susanti mengatakan Jokowi memang bisa mengacu pada ke Pasal 282 UU Pemilu, tapi sebenarnya ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307. Pasal-pasal itu membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat-pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
"Jelas pernyataan ini melanggar hukum dan melanggar etik," kata Bivitri saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih juga demikian, mengecam keras pernyataan Jokowi soal presiden boleh berpihak dan kampanye. "Pernyataan yang disampaikan itu muncul di tengah sorotan soal netralitas kabinet saat ini serta tudingan pemanfaatan fasilitas negara untuk berkampanye," kata Dimas Bagus Arya, perwakilan Koalisi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Januari 2024.
Istana menyebut pernyataan Jokowi banyak disalahartikan. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan tidak ada hal yang baru dari apa yang disampaikan Jokowi. “Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya,” kata Ari dalam keterangan tertulis pada Kamis, 25 Januari 2024.
Pilihan Editor: 5 Warna Surat Suara Pemilu 2024, Apa Saja Bedanya?