Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru, Abdul Mu’ti, perlu memberi perhatian lebih pada fenomena kekerasan di satuan pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Salah satu faktor kenapa pendidikan di sekolah-sekolah itu kita tidak berkualitas, karena kita tidak pernah serius menanggapi persoalan darurat. Ini peringatan darurat, tapi darurat kekerasan di sekolah,” kata Ubaid dalam diskusi ‘Catatan Masyarakat Sipil untuk Perbaikan Sektor Pendidikan’ di Rumah Belajar Indonesia Corruption Watch, Kalibata, Jakarta Selatan, pada Selasa 22 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ubaid, tren kasus kekerasan di sekolah selama lima tahun terakhir tidak pernah mengalami penurunan. Berdasarkan data JPPI, ada sebanyak 293 kasus yang terjadi per September 2024. Angka ini meningkat dibanding tahun lalu yaitu 285 kasus.
Di antara 293 kasus kekerasan di sekolah, sebanyak 42 persen merupakan kekerasan seksual, 31 persen perundungan, 11 persen kekerasan psikis, 10 persen kekerasan fisik, dan 6 persen kebijakan yang mengandung kekerasan.
Pada 2023, eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Peraturan ini turut mengatur pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan.
Meski demikian, Ubaid menikai keberadaan TPPK dan Satgas belum berhasil mencegah kekerasan di sekolah. “Tetapi itu hanya semacam menambah institusi baru yang belum kelihatan kerjanya atau jadi kadang-kadang tidak bekerja,” kaa Ubaid.
Permasalahannya, kata Ubaid, masih ada banyak korban yang mengalami kesusahan untuk melapor, terlebih bila pelakunya adalah sosok yang memiliki jabatan tinggi.
“Relasi kuasanya itu sangat ditentukan oleh orang yang paling berkuasa di sekolah, apalagi kalau pelakunya itu nyerempet-nyerempet pimpinan sekolah, itu akan semakin susah untuk diungkap akan semakin susah untuk diproses,” ujar Ubaid. Oleh karena itu, menurutnya, harus ada mekanisme untuk melindungi pelapor agar tidak merasa takut untuk mengungkapkan kekerasan yang mereka alami.
Pilihan Editor: Apakah Kurikulum Merdeka Belajar Akan Diganti? Ini Kata Menteri Abdul Mu'ti