Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Kala Revisi UU Kementerian Negara dan MK di DPR Jadi Sorotan

Revisi UU Kementerian Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bakal bergulir di DPR ini jadi sorotan. Kenapa jadi sorotan?

15 Mei 2024 | 10.56 WIB

Sejumlah Anggota DPR RI saat mengikuti Rapat Paripurna ke-16 Masa Persidangan V tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 14 Mei 2024. Rapat Paripurna beragendakan Pidato Ketua DPR RI pada pembukaan masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Sejumlah Anggota DPR RI saat mengikuti Rapat Paripurna ke-16 Masa Persidangan V tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 14 Mei 2024. Rapat Paripurna beragendakan Pidato Ketua DPR RI pada pembukaan masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Revisi UU Kementerian Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bakal bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI jadi sorotan publik. Terkait UU Kementerian Negara, revisi ini menjadi sorotan karena di tengah kabar Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin menambah jumlah menteri di kabinetnya mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ketua Badan Legislasi atau Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, revisi aturan jumlah kementerian yang dilakukan bersamaan dengan adanya isu tersebut hanya kebetulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau soal kebetulan bahwa ada isu (Prabowo mau tambah jumlah menteri) yang terkait dengan perubahan nomenklatur dan jumlah kementerian, itu hanya soal kebetulan,” kata politikus Partai Gerindra itu, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 14 Mei 2024.

Supratman mengatakan, pembahasan revisi UU Kementerian Negara akan segera dibawa ke tingkat panitia kerja (Panja).

“Besok (hari ini) akan dimulai pembahasan di tingkat Panja,” kata Supratman di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 14 Mei 2024.

Pembahasan tersebut akan menyoroti rencana revisi Pasal 15 UU Kementerian Negara yang mengatur jumlah kementerian. Dalam beleid tersebut, kementerian negara diatur sebanyak 34 kementerian.

Supratman berujar, fraksi-fraksi di DPR akan menyampaikan pandangannya terhadap revisi undang-undang tersebut dalam rapat Panja nanti.

“Kita tidak tahu sikap sikap sembilan fraksi, ada yang setuju kan dinamikanya saya belum tahu,” ucap dia.

Supratman tidak mau berandai-andai apakah revisi UU Kementerian Negara nantinya akan menambah atau mengurangi jumlah kementerian yang ada. Prinsipnya, kata dia, kebutuhan akan kementerian lebih diketahui presiden sebagai kepala negara. Menurutnya, Baleg DPR akan mempercepat pembahasan UU Kementerian Negara.

“Tapi kan tergantung pada pemerintah juga setelah di Badan Legislasi diparipurnakan, kemudian kita kirim ke pemerintah apakah presiden setuju atau tidak kan tergantung, saya tidak bisa mewakili presiden,” ujar Supratman.

Dia juga menjelaskan, revisi UU Kementerian Negara dilakukan atas dasar putusan Mahkamah Konsitusi atau MK yang menyatakan pasal jumlah kementerian dalam beleid tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan itu dikeluarkan pada tahun 2011 dengan nomor 79/PUU-XXI/2011.

Baleg DPR, kata Supratman, berusaha sesegera mungkin menindaklanjuti putusan MK yang mengamanatkan revisi undang-undang. Namun, ujar dia, putusan MK tentang revisi UU Kementerian Negara yang keluar pada 2011 baru ditindaklanjuti saat ini karena banyak undang-undang lainnya yang mengantre untuk dibahas di DPR.

Supratman lagi-lagi menyampaikan bahwa revisi UU Kementerian Negara baru mulai dibicarakan saat ini adalah persoalan waktu saja.

“Itu soal timing saja bagi kami di Badan Legislasi, kami sudah menginventarisir semua RUU yang terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar dia.

Diketahui, dalam rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa, 14 Mei 2024, terdapat usulan agar batas jumlah kementerian yang diatur dalam undang-undang tersebut diubah menjadi sesuai dengan kebutuhan presiden.

Dalam usulan revisi disebutkan bahwa jumlah kementerian diatur dalam pasal 15 UU Kementerian Negara. Pasal itu menetapkan jumlah kementerian paling banyak adalah 34 kementerian.

 

Revisi UU MK

Sedangkan terkait revisi UU MK, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR dan pemerintah telah mengambil keputusan bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Diketahui, revisi UU MK sempat ditolak oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.

Menurut Dasco, keputusan itu sudah bisa dibawa ke pembahasan tingkat II atau rapat paripurna. "Kalau saya lihat bahwa keputusan (soal revisi UU MK) yang sudah diambil antara pemerintah dan DPR tinggal dilanjutkan di paripurna," kata Dasco di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 14 Mei 2024.

Komisi III DPR RI sebelumnya telah melakukan pembahasan revisi UU MK dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada Senin, 13 Mei 2024. Rapat itu dilakukan di masa reses atau masa anggota DPR bekerja di luar parlemen. Masa sidang DPR dibuka kembali pada Selasa kemarin, 14 Mei 2024.

Meski begitu, Dasco mengatakan masa sidang yang baru digelar kembali masih sangat panjang. Masa sidang kali ini akan berlangsung hingga 11 Juli 2024.

Karena panjangnya masa sidang, Dasco berujar masih membuka peluang DPR akan kembali melakukan pembahasan soal revisi UU MK.

"Sehingga memungkinkan komisi terkait juga kembali berkoordinasi dengan pemerintah," ucap Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.

Dasco belum memastikan kapan sidang paripurna pengambilan keputusan soal revisi UU MK akan digelar.

"Sehingga apakah di (masa sidang) sekarang atau di masa sidang (selanjutnya), kita tunggu saja hasilnya," ujar dia.

Selain itu, Dasco juga menanggapi Komisi III yang menggelar rapat pembahasan tingkat I revisi UU MK pada masa reses. Menurut Dasco, pembahasan di masa reses harus sudah mendapatkan izin dari pimpinan DPR. Dasco mengklaim rapat tersebut sudah mendapatkan izin.

"Seharusnya kalau ada pembahasan di masa reses, seharusnya sudah izin pimpinan dan itu saya sudah cek ada izin pimpinannya," kata dia.

Sempat ditolak Mahfud

Revisi UU MK sebelumnya sempat ditolak oleh mantan Menko Polhukam Mahfud Md. Dia menjelaskan penolakan tersebut terutama berkaitan dengan aturan peralihan Pasal 87 yang dinilainya tidak umum dan berpotensi mengganggu independensi hakim MK.

“Di RUU itu disebutkan dengan berlakunya undang-undang ini maka hakim MK yang sudah menjadi hakim lebih dari 5 tahun dan belum 10 tahun gitu akan atau harus dimintakan konfirmasi ke lembaga yang mengusulkannya. Nah itu saya tidak setuju waktu itu, karena itu bisa mengganggu independensi hakim MK,” ujar Mahfud, dalam pernyataannya melalui unggahan di Instagram pribadinya @mohmahfudmd pada Selasa, 14 Mei 2024.

Namun, Mahfud juga mengakui bahwa saat ini, dengan berakhirnya ancaman terkait Pilpres, pembahasan RUU tersebut tidak masalah jika dilanjutkan.

“Waktu itu sedang menjelang Pilpres sehingga bisa saja hakim MK bayang-bayangnya oleh ancaman konfirmasi kepada institusi pengusul itu. Maka saya waktu itu minta agar itu (RUU MK) tidak diteruskan,” imbuh dia.

Menurut Mahfud, secara kenegaraan, pembahasan RUU MK tersebut sah. Ia menegaskan bahwa saat ini, baik positif maupun negatifnya, pembahasan RUU tersebut bisa dilanjutkan.

Misalnya, jika RUU tersebut disahkan, tiga hakim MK yang harus dimintakan konfirmasi yaitu Saldi dan Enny kepada Presiden, lalu Suhartoyo kepada Ketua MA, dapat tetap bertugas sampai berakhirnya masa SK (Surat Keputusan) mereka. Namun, ketiga hakim MK tersebut juga dapat langsung diganti.

Mahfud menambahkan, bagi pemerintah, terutama setelah Pilpres selesai, pembahasan RUU MK tidak lagi menjadi ancaman.

Dia mencontohkan bahwa jika tiga hakim MK yang dimaksud masih dapat bertugas sampai masa SK mereka berakhir, hal ini tidak akan mengancam pemerintah. Bagi dia, diteruskannya pembahasan RUU MK dapat menjadi tindakan politik etis bagi pemerintah dan tinggal menangani seperti kasus biasa.

Namun demikian, Mahfud menekankan bahwa dirinya tak mengikuti perkembangan berikutnya terkait RUU tersebut.

SULTAN ABDURRAHMAN | DEFARA DHANYA PARAMITHA | ADINDA JASMINE PRASETYO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus