Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMPANYE pemilu mendatang, ternyata, tak seketat seperti yang dibayangkan. Setelah Pemilu 1982 - yang diwarnai berbagai kerusuhan berdarah, seperti "Peristiwa Lapangan Banteng" -- berakhir, banyak pejabat yang menyerukan agar kampanye Pemilu 1987 dibatasi. Misalnya tanpa pawai dan pengumpulan massa di tempat terbuka. Keppres No 27/1986 yang pekan lalu diumumkan -- yang mengatur tata cara kampanye memang membolehkan adanya pawai, keramalan, rapat, ataupun pertemuan umum, seperti masa kampanye yang dulu. Pemasangan poster, spanduk, plakat, dan selebaran pun dibenarkan. Yang tak dibolehkan adalah yang dulu-dulu juga dilarang: membawa senjata atau bahan peledak, membuat tulisan atau ucapan yang menghina agama, memfitnah pemerintah, pejabat, organisasi, dan negara asing. Dan untuk menghindarkan hal yang tak diinginkan, kampanye hanya dibenarkan diadakan mulai pukul 09.00 sampai pukul 18.00. Mardinsyah, Sekjen PPP, kontestan pertama, mengharap kericuhan seperti "Peristiwa Lapangan Banteng" pada kampanye tahun 1982 tak terulang. "Pemilu-pemilu yang lalu cukuplah menjadi pelajaran," katanya. Kontestan lain, Golkar dan PDI, agaknya juga berkeinginan agar masa kampanye, yang akan berlangsung tanggal 24 Maret- 17 April mendatang, bisa dilalui tanpa gelombang dan badai. Dengan dana Rp 0,5 milyar yang bisa dihimpun, belum termasuk bantuan pemerintah, PPP kini merasa siap masuk gelanggang. Para juru kampanye, pekan lalu, selama dua hari ditatar di Hotel Indonesia, Jakarta. Partai ini merencanakan melakukan kampanye dengan cara bersilaturahmi atau mengadakan kunjungan face to face. Ini mungkin untuk memperbaiki citra bahwa PPP, sebenarnya, bukan tukang cakar-cakaran. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa Golkar merupakan kontestan yang paling siap. Menghadapi kampanye mendatang, "partai" dengan jumlah anggota 25 juta ini akan menerjunkan 8 juta kader yang sudah dididik lewat Karakterdes (Kader penggerak teritorial desa). Masih ditambah dengan 600.000 kader dari kelompok fungsional dan sekitar 600 "panglima", yaitu juru kampanye tingkat nasional. Untuk pidato di televisi, "Kami akan menampilkan Ketua Umum Soedharmono, " kata Akbar Tanjung, Wakil Sekjen DPP Golkar. Ia optimistis Golkar dapat meraih 70% suara, atau 61, 5 juta pemilih. Jumlah pemilih sebanyak itu, sebaliknya, tak terimpikan oleh PDI. Partai ini memang belum lama berbenah diri. Soerjadi, yang belum setahun memegang pucuk pimpinan, masih mencoba mencari cara bagaimana agar khalayak mau mencoblos kepala banteng. Seperti kontestan lain, PDI juga telah mempersiapkan para juru kampanye. Banyak tokoh baru yang muncul, seperti putri Bung Karno, Megawati. Tapi, umumnya, "Sebagian besar adalah kader-kader lama," kata Nico Dayranto, Sekjen PDI. Untuk itu, PDI merasa perlu membuat terobosan dan menempuh cara baru dalam kampanye. Jasa pos akan benar-benar dimanfaatkan. PDI Yogyakarta, misalnya, merencanakan akan mengirim 200.000 pucuk surat kepada para tokoh masyarakat, para tetua, dan juga ulama. Setelah mendapat gambaran dan penjelasan tentang PDI mereka, siapa tahu, akan jatuh cinta pada kepala banteng. Sutardjo Suryoguritno, Wakil Ketua DPD PDI Yogya, yakin bahwa kampanye lewat pos akan cukup efektif, karena bersifat multiplier effect. Si penerima surat bakal meneruskannya kepada orang lain, begitu seterusnya. "Kami yakin, jumlah suara bisa naik sampai 60%, asal tidak dimakan wereng atau kutu loncat," tutur Sutardjo tertawa. Ketua DPD Golkar Yogya, Pangeran Mangkubumi, tak keberatan dengan cara kampanye itU. "Silakan saja. Orang 'kan punya keyakinan sendiri-sendiri. Biar sehari 10 kali dapat surat, seseorang 'kan belum tentu terpengaruh," katanya. Golkar Yogya lebih cenderung berkampanye model dulu, meski sekarang pengerahan massa akan agak dihindari. Pembuatan jaket atau pamflet pohon beringin akan banyak dikurangi, untuk menghemat dana. "Kontestan lain, yang belum lama mengganti tanda gambar, mungkin perlu mencetak banyak-banyak. Tapi tanda gambar Golkar 'kan sudah dikenal lama," kata Mangkubumi. Kampanye model kecamatan Kualuh Huhu, Labuhan Batu, Sumatera Utara, lain lagi. Ketiga kontestan di situ sepakat untuk secara patungan menanggung biaya kampanye. Dan setiap satu kontestan berkampanye, dua kontestan lain sepakat turut hadir. Mereka juga sepakat "menyaring" juru kampanye yang datang darl luar. Berdasarkan pengalaman dalam kampanye yang dulu, pembicara dari luar dinilai suka keasyikan bicara. Pidato Soedardji dan Sjarifuddin Harapan dari PPP, atau Amir Murtono dari Golkar, yang sempat singgah di daerah itu, dinilai panas. Dan setelah pergi, mereka meninggalkan bom waktu. "Padahal, usai pemilu, yang tinggal di Kualuh, ya, kami-kami juga," kata Zulkifli tokoh PDI. Akibat pidato yang panas, seperti dikatakan Majni Tanjung, pengurus PPP, banyak anggota ketiga kontestan sampai tak bertegur sapa selama beberapa bulan. Padahal, penduduk daerah itu amat mendambakan ketenangan. Kadit Sospol Pemda Sumatera Utara Mudiono menyambut baik prakarsa kontestan di Kualuh, karena tujuannya demi persatuan dan kesatuan. Rencana itu, katanya, sama sekali tak menyalahi aturan main yang ada. Seandainya saja aturan main bisa dijaga, korban sia-sia yang selalu menjadi momok setiap kali menghadapi pemilu, mungkin, bisa dihindari. Surasono Bahan: Biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo