Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Calon Independen Sulit Maju Pilkada

Peluang calon independen berlaga dalam pilkada disangsikan karena sejumlah tantangan. Apa saja tantangan tersebut?

6 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengamat politik sangsi akan peluang calon independen berlaga di pilkada.

  • KPU mulai membuka pendaftaran calon independen atau perseorangan.

  • Partai politik tidak khawatir akan kemunculan calon independen.

SEJUMLAH pengamat politik sangsi akan peluang calon independen berlaga dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024. Kans calon independen atau non-partai untuk maju disebut terganjal sejumlah tantangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan, kendati calon independen diperbolehkan oleh undang-undang untuk mengikuti pilkada, persyaratan yang harus dipenuhi terbilang berat. “Untuk pilkada Jakarta saja, syaratnya harus mengumpulkan 600-700 ribu KTP. Itu sesuatu yang tidak mudah,” kata Usep saat dihubungi Tempo pada Ahad, 5 Mei 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tantangan kedua adalah konsolidasi politik saat menjalankan pemerintahan apabila calon independen menang pilkada. Faktor modal atau uang juga harus dipertimbangkan calon independen apabila mau bertarung dalam pilkada. Usep mengatakan modal ini diperlukan calon independen untuk memperoleh jaringan yang kuat di wilayah.

Peluncuran pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 di Taman Bustanussalatin, Banda Aceh, Aceh, 3 Mei 2024. ANTARA/Irwansyah Putra

Sekalipun calon independen memiliki kapital, Usep menyebutkan, membangun jaringan yang besar membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Ini berbeda dengan partai politik yang memiliki struktur yang sudah banyak melingkupi di berbagai wilayah,” ujar Usep. “Di situlah minat terhadap calon independen menjadi agak sulit.”

Dihubungi dalam kesempatan terpisah, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menyebutkan nasib calon independen dalam pilkada, apalagi seperti pilkada Jakarta, sangat sulit. Ia mengatakan kecilnya minat tersebut terlihat dari belum adanya orang yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) lewat jalur independen sejak pendaftaran dibuka pada Ahad, 5 Mei lalu. “Memang secara umum sulit bagi calon independen,” kata Ray kepada Tempo.

Ray membeberkan tiga tantangan yang dihadapi calon independen. Pertama, dominasi partai politik. Ray mengungkapkan partai politik lebih optimal mendorong kader mereka saat bersaing dengan calon independen. Kedua, tantangan dari dinasti politik yang akan saling berhubungan dengan kepentingan politik. “Ada kemungkinan dominasi dinasti politik itu akan kait-mengait dengan kepentingan partai politik,” ujarnya.

Tantangan ketiga, tren mantan kepala kepolisian daerah atau panglima daerah militer yang mau terlibat dalam pilkada. Ray mengatakan calon independen akan menghadapi tantangan dari partai politik, dinasti politik, dan mantan perwira. “Jadi ketiga ini semuanya punya basis,” katanya.

Pada saat yang sama, definisi politik uang yang makin kabur bisa memaksa calon independen mengeluarkan modal lebih banyak. Politik uang, kata Ray, saat ini bisa berupa pembagian bantuan sosial. Apalagi politik dinasti bisa saja mengerahkan kerabatnya yang berkuasa di pemerintahan daerah untuk membagikan bansos. Dengan begitu, Ray mengatakan, calon independen harus mampu melawan politik uang. “Apalagi bansos tidak bisa dibuktikan sebagai praktik politik babi gentong. Bukti-bukti yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi pun tidak bisa membuktikannya,” kata Ray.

KPU membuka pendaftaran bagi pasangan calon perseorangan atau independen pada 5 Mei-19 Agustus 2024. Komisioner KPU, Idham Kholik, mengatakan 508 kabupaten/kota di 37 provinsi telah mensosialisasi aturan dan mekanisme pendaftaran calon kepala daerah melalui jalur perseorangan atau independen. “KPU di daerah telah melakukan sosialisasi sehubungan dengan aturan dan mekanisme penyerahan dukungan bakal pasangan calon (bapaslon) perseorangan,” kata Idham, seperti dilansir Antara, kemarin.

Suasana uji publik rancangan peraturan KPU tentang penyusunan daftar pemilih pilkada serentak di gedung KPU, Jakarta, 23 April 2024. ANTARA/Reno Esnir

Kemudian, periode 5-7 Mei adalah masa pengumuman penyerahan dukungan bakal pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk jalur perseorangan. Pada 8-12 Mei merupakan masa penyerahan dukungan tersebut kepada KPU provinsi/Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan KPU/KIP kabupaten atau kota di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota se-Indonesia.

Menurut Idham, setelah KPU daerah menerima penyerahan dukungan calon perseorangan tersebut, KPU pusat akan menyampaikan jumlah pendaftar calon independen. “Setelah KPU daerah menerima penyerahan dukungan calon perseorangan tersebut, KPU RI akan menyampaikan informasi tabulasi berapa banyak bapaslon perseorangan yang menyerahkan dukungannya,” katanya.

Seseorang bisa mencalonkan diri untuk maju dalam pilkada lewat jalur independen berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal 41 undang-undang ini membeberkan syarat-syarat calon independen maju pilkada. Calon perseorangan harus menunjukkan syarat dukungan dari penduduk yang tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilu atau pemilihan sebelumnya di daerahnya.

Calon perseorangan harus memenuhi syarat minimal persentase dukungan yang dibutuhkan yang dibedakan berdasarkan jumlah penduduk provinsi atau kabupaten/kota. Untuk provinsi dengan jumlah DPT hingga 2 juta jiwa, calon perseorangan sedikitnya harus memiliki 10 persen dukungan melalui KTP. Sementara itu, di provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 12 juta jiwa, calon perseorangan memerlukan dukungan minimal 6,5 persen. Adapun calon perseorangan di kabupaten atau kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 1 juta jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.

Menanggapi hal itu, sejumlah partai politik tidak khawatir akan kemunculan calon independen. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengatakan mesin partai politik terlalu kuat untuk disaingi oleh calon independen, apalagi untuk pilkada Jakarta. “Mesin partai di Jakarta sedikit kuat. Mungkin karena dekat ke pusat,” kata Gilbert saat dihubungi Tempo, kemarin.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah DKI Jakarta Partai NasDem Wibi Andrino juga tak terlalu khawatir akan kemunculan calon independen. Ia mengatakan saat ini partainya berfokus menjalin komunikasi untuk membentuk koalisi lebih dulu. Dia menyebutkan lingkup internal NasDem juga belum membahas strategi melawan calon independen. “Kami belum bisa melihat lebih jauh lawan kami siapa karena dari lingkup internal sendiri juga belum pasti,” kata Wibi. 

EKA YUDHA SAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus