Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menyikapi penolakan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali lembaganya terhadap vonis lepas Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Untuk langkah awal, KPK akan melakukan gelar perkara ulang kasus tersebut.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan lembaganya terlebih dulu akan mempelajari penetapan penolakan PK dari Mahkamah Agung. Tapi sampai saat ini KPK belum menerima penetapan penolakan tersebut.
"Kami akan meminta Deputi Penindakan dan Tim Satuan Tugas perkara untuk mengekspose, lalu menetapkan langkah yang akan ditempuh," kata Nawawi, kemarin.
Bulan lalu, Mahkamah Agung menetapkan menolak pengajuan PK dari KPK karena tidak memenuhi syarat formal. PK ini diajukan untuk merespons putusan kasasi Mahkamah Agung yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Temenggung, dalam perkara dugaan korupsi BLBI. Dalam putusan kasasi tersebut, hakim MA berpendapat bawah perkara Syafruddin bukan merupakan tindak pidana. Putusan kasasi itu berbeda dengan vonis di pengadilan negeri yang menyatakan Syafruddin terbukti melakukan perbuatan korupsi.
Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan dua tersangka lain, yaitu Sjamsul Nursalim, pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia; dan Itjih Nursalim, istri Sjamsul. Perkara keduanya tersendat di KPK karena penyidik kesulitan memeriksa mereka. Keduanya dua kali mangkir dari pemeriksaan, sehingga KPK menetapkan mereka sebagai buron.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Laode Muhammad Syarif, mengatakan peran Sjamsul, Itjih, dan Syafruddin sudah terang benderang dalam perkara BLBI. Bahkan ketiganya dianggap sudah memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Sayangnya, Mahkamah Agung berpendapat lain," kata Laode, kemarin.
Seorang penegak hukum yang pernah bertugas di KPK mengatakan komisi antikorupsi kesulitan mengusut perkara Sjamsul dan Itjih setelah putusan kasasi MA membebaskan Syafruddin, tahun lalu. Perkara ketiganya saling berkaitan. Misalnya, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan Syafruddin terbukti bersalah dalam perkara penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI yang diberikan kepada Sjamsul. Hakim menyatakan Syafruddin terbukti merugikan negara Rp 4,58 triliun dan memperkaya Sjamsul dalam penerbitan SKL BLBI tersebut.
Sumber Tempo ini mengatakan KPK kesulitan melanjutkan perkara Sjamsul karena penyidik terlebih dulu harus membuktikan keterlibatan penyelenggara negara. “Dalam kasus ini, Syafruddin merupakan penyelenggara negaranya. Tapi putusan kasasi membebaskannya,” katanya.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan ada kejanggalan dalam putusan kasasi Syafruddin itu. Selain soal perbedaan pendapat ketiga hakim kasasi, Kurnia menyoroti pertemuan antara Syamsul Rakan Chaniago, hakim kasasi Syafruddin; dan Ahmad Yani, kuasa hukum Syafruddin, beberapa pekan sebelum putusan kasasi.
Pertemuan itu ikut menjadi dalih KPK dalam permohonan PK yang diajukannya. Saat persidangan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terungkap bahwa Syamsul Rakan dan Ahmad Yani beberapa kali berkomunikasi. Lalu keduanya bersua di Cafe Segafredo, Plaza Indonesia, pada 28 Juni 2019. Karena pertemuan ini, Mahkamah Agung menyatakan Syamsul Rakan melanggar kode etik dan perilaku hakim.
“KPK harusnya tak perlu risau menaikkan kasus Sjamsul ke pengadilan meski MA memutus lepas Syafruddin,” kata Kurnia. Ia juga meminta agar KPK tetap berusaha menangkap Sjamsul dan Itjih.
ROBBY IRFANY | MAYA AYU PUSPITASARI | ROSSENO AJI | ACHMAD HAMUDI ASSEGAF (MAGANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
29
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo