Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGAIMANA telah diduga (TEMPO 19 Agustus 1978) Nasrullah
keluar sebagai pemenang I Lomba Karya Ilmiah Remaja 1978. Anak
dusun dari Kediri ini berhak melancong ke Eropa untuk prestasi
yang telah dibuatnya. Sekitar Mei tahun depan ia akan berangkat
dan ambil bagian dalam kontes ilmiah di Paris. Peneliti dari
udik, berusia 17 itu, tampak tidak canggung ketika berada di
sebuah ruangan gedung P&K Senayan, untuk menerima penghargaan
dari Menteri Daoed Joesoef.
Karya ilmiahnya berjudul Mengenal binatang kepik dan bau busuk
yang ditimbulkan menyisihkan 544 karya ilmiah yang ditulis
oleh para remaja se Indonesia. Binatang kepik yang jadi pusat
perhatiannya itu sebenarnya merupakan kebetulan belaka. Suatu
ketika ia bersama dua orang kakak-kandung Fajar dan Eddy Hafid
sedang menggali lobang tempat menumpuk sampah. Eh, tiba-tiba
melayang seekor binatang dan mau singgah di muka kakaknya.
Fajar, si kakak, menepis dan makhluk kecil -- tapi terbang itu
terbanting ke tanah. Begitu tangan dicium, baunya tak enak.
Kedua kakak-kandung tak mau pusing dengan binatang yang membawa
bau busuk itu. Cuma Nasrullah timbul pikirannya untuk menelusuri
kehidupan binatang tersebut, mulai dari telur sampai menjadi
kepik. Termasuk juga kebiasaan hidup kumbang kecil tersebut.
Faktor kebetulan juga mengarak Nasrullah meneliti ulat matahari
dan menjadi pemenang kedua dalam Lomba Karya ilmiah 1977. Ketika
itu ibunya sedang membersihkan pohon pisang di kebun. Tiba-tiba
sekujur tubuh si ibu kegatalan karena ulat. Ia jadi "sinting"
dan berbulan-bulan mengamati ulat matahari sebagai penyebab
gatal.
The Meet Bamboo
Untuk meneliti kepik yang jadi bahan penelitiannya tahun ini,
Nasrullah tak punya laboratorium di rumah. Maklumlah ayahnya,
Anwar Dachlan, hanya menjadi Kepala Kantor Urusan Agama dan
bertempat tinggal jauh dari kota Kediri. Tapi tak habis pikir.
Nasrullah meminjam laboratorium Sekolah Pertanian Menengah Atas,
di mana ia duduk di kelas I. Peralatan itu tak begitu sulit
dipinjamnya karena baik kepala sekolah maupun guru yang
mengawasi perangkat peralatan itu memang menyokong minat
Nasrullah.
Alhasil, anak desa itu keliling masuk rumpun bambu sini,
merunduk mengendap-endap di rumpun bambu sana, mencari kepik.
Pulang sekolah tak ada lagi yang ia kerjakan kecuali berburu dan
mengamati penuh minat kehidupan kepik. Binatang cilik itu
ditangkapnya dan disimpan dalam botol. Lebih dari 50 kepik yang
ia simpan dalam botol dan dijajarkan di atas meja.
"Sampai-sampai ibu saya marah karena bau kepik memenuhi kamar,"
tuturnya.
Kedua orangtuanya marah seketika saja, karena mereka toh ingat
nama keluarga yang jadi naik berkat prestasi anak mereka tahun
lalu. Dari seisi rumah yang 14 orang itu Nasrullah memang dapat
sokongan untuk cari tahu tentang kepik. Tapi sempat juga sebuah
cap yang lucu diterakan kepadanya. Fajar Ainul Hidayat,
kakaknya, memberinya sebutan "demit bambu" yang ditulis dalam
ejaan Inggeris jadi the meet bamboo. Ramai juga rupanya suasana
di dalam keluarga besar itu.
Di luar rumah ia jadi bahan cemoohan teman-teman sebagai "anak
kurang kerjaan". Tapi ayahnya selalu menguatkan hatinya. Dan
perburuan terhadap kepik jalan terus. Tangkap sana tangkap sini.
Masuk ke laboratorium sekolah tak habis-habisnya ia mengintip
tubuh si kepik. Untuk mengungkapkan bagaimana perkembangan kepik
mulai dari telur sampai menjadi kepik dewasa.
Berdasarkan penelitiannya bau busuk yang keluar dari binatang
itu sebagai bahan penangkis, seperti juga terdapat pada bunglon
atau cumi-cumi yang mengeluarkan cairan hitam, kalau ada musuh
yang mau menyerang. Bau busuk itu timbul dari cairan yang keluar
dari persendian kaki kepik, kalau dia terpukul atau tertekan.
"Cairan itu rasanya pahit," urainya. Bagaimana ia bisa
menyimpulkan demikian Kebetulan! Suatu hari ibunya menyuruh
Nasrullah yang sedang "tergila-gila" dengan kepik, supaya makan
dulu. Rupanya Nasrullah lupa mencuci tangan. Sehingga cairan
yang lengket di tangannya itu ikut termakan.
Menurut cerita Nasrullah, kepik hidup dari memakan semacam kutu
pada bambu ori dan bambu Jawa. "Sampai kini saya tak tahu apa
faedah dan bahaya kepik. Karena kepik makan kutu pohon, boleh
jadi segi positifnya dia memberantas kutu bambu. Tapi ini dugaan
sementara," katanya seperti seorang peneliti kawakan.
Pernah terbit niatnya untuk menyelidiki wereng. Tapi rencana itu
kemudian padam. "Saya lebih tertarik pada serangga," sahutnya.
Anak yang perhatiannya cukup rumit ini siapa tahu bisa
berkembang di kemudian hari. Minatnya yang besar terhadap
binatang serangga ternyata sudah mendapat sambutan Dr Andi Hakim
Nasution dari IPB Bogor. Ia menjanjikan kesempatan buat anak
Kediri itu. "Nanti kamu masuk IPB jurusan entomologi," kata juri
yang sehari-harinya dosen IPB. Jurusan entomologi itu bagian
apa? Jurusan yang mempelajari serangga-serangga, apalagi. Dan
Nasrullah bukan main senangnya. Patut kalau dia dapat bea siswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo