Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto mengatakan bakal menelaah setiap laporan yang masuk.
Polda Metro Jaya didorong mengusut dugaan pidana dalam pembocoran dokumen penyelidikan KPK.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengklaim laporannya ke Polda sudah sangat jelas dan terinci.
JAKARTA – Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menerima aduan tentang dugaan pembocoran dokumen penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Karyoto, mengatakan kepolisian pasti akan menelaah setiap laporan untuk dinilai layak ditindaklanjuti ataukah tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau ada pelaporan di sini, itu kewajiban kami. Nanti akan ditelaah, ya, laporannya kayak apa,” kata Karyoto, kemarin. “Kami sebagai penyidik aparat penegak hukum tentunya akan menelaah dulu. Kalau layak diselidiki, kita selidiki, ya, untuk seterusnya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan tentang pembocoran dokumen penyelidikan dalam kasus korupsi di Kementerian ESDM itu sebelumnya dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Laporan itu ditujukan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada 7 April lalu. Adapun orang yang dilaporkan adalah pimpinan KPK.
KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus korupsi tunjangan kinerja tahun anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM. Ketika menggeledah salah satu ruangan di Kementerian, penyidik menemukan dokumen yang sangat mirip dengan hasil penyelidikan KPK. Dokumen itu berisi kesimpulan hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja. Dokumen itu juga memuat konstruksi perkara berupa kronologi, terduga pelaku, serta pasal-pasal yang direkomendasikan untuk digunakan.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menilai dokumen penyelidikan itu bersifat rahasia sehingga pembocoran dokumen bisa dikategorikan sebagai tindak pidana. Karena itu, MAKI melaporkan kasus ini ke kepolisian agar diselidiki. “Dua orang terlapornya,” kata Boyamin. “Aku enggak bisa sebutkan nama terlapornya.”
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menunjukkan surat aduan soal dugaan pembocoran informasi penyelidikan kasus pemotongan dana tunjangan kinerja aparatur sipil negara di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di Mabes Polri, Jakarta, 28 Maret 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Boyamin menduga ada lima tindak pidana yang terjadi dalam pembocoran dokumen tersebut, yaitu menghalangi penyidikan, melakukan komunikasi dengan pihak beperkara, membuka informasi yang dikecualikan, membocorkan rahasia intelijen, serta membocorkan surat dan keterangan yang dirahasiakan. “Diduga terjadi pada 28 Februari 2023 sampai 27 Maret 2023,” ucap dia.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, membenarkan adanya pengaduan dari MAKI tersebut. Namun dia enggan menjelaskan tindak lanjut laporan tersebut. “Sudah ada pernyataan dari Kapolda,” kata Trunoyudo. “Kami telaah dulu. Kalau layak diselidiki, kami lanjutkan.”
Kepala Sub-Direktorat Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Joko Dwi Harsono, menyarankan agar Boyamin membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dalam pengaduan ini. Menurut Joko, pengaduan melalui SPKT membuat laporan tersebut menjadi jelas pertanggungjawabannya. “Karena dia (pelapor) hadir langsung dan memberikan keterangan,” kata Joko.
Pada dasarnya, kata Joko, setiap laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya—meski tidak melalui SPKT—akan tetap ditindaklanjuti. “Tapi saya belum tahu sudah sejauh mana progresnya. Dan belum tentu juga saya yang akan ditunjuk menangani kasusnya,” kata dia.
Menurut Boyamin, laporan itu memang tidak disampaikan lewat SPKT. Saat itu dia hanya menuangkan laporan dalam secarik kertas lalu menyerahkan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro. “Karena aku tengah terburu-buru hendak ke luar kota,” ujar dia.
Lagi pula, kata Boyamin, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tidak ada aturan yang mewajibkan pelaporan harus melalui SPKT. “Tidak harus. Bisa dalam bentuk apa pun,” katanya. Dia justru menilai laporan yang dia tulis sudah cukup jelas dan terinci. “Jadi, kalau Polda tak mau menindaklanjuti laporan itu, akan aku gugat praperadilan.”
Pelaksana harian Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Idris Froyoto Sihite (kanan), dalam kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) ASN Kementerian ESDM, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 3 April 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Dokumen penyelidikan di lingkungan Kementerian ESDM yang diduga bocor itu mencuat setelah Koran Tempo menerbitkan artikel bertajuk "Bocor Lagi" pada 6 April lalu. Adapun penulisan artikel itu didasari laporan seorang penyidik ke Dewan Pengawas KPK tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Anggota Dewan Pengawas, Albertina Ho, membenarkan adanya laporan tersebut.
Pimpinan KPK—termasuk Firli Bahuri—tidak menjawab permintaan konfirmasi ihwal kebocoran dokumen tersebut. Tanggapan datang dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Sabtu lalu. Dia tidak menegaskan tentang adanya dokumen penyelidikan yang bocor. Alex hanya mengatakan, jika memang ada dokumen yang bocor, itu tidak berdampak pada proses hukum yang berjalan.
Baca: Berharap Ketegasan Dewan Pengawas
"Kasus tukin (tunjangan kinerja) itu kan sebetulnya penyelidikan sifatnya terbuka,” kata dia. "Sprinlidik bocor, itu kan penyelidikan untuk peristiwa yang sudah lewat, dampaknya apa? Kalau saya lihat enggak ada dampaknya untuk peristiwa yang sudah lewat."
Bekas penyidik KPK, Novel Baswedan, berharap Polda Metro Jaya menindaklanjuti aduan yang disampaikan oleh MAKI. Menurut Novel, pembocoran dokumen penyelidikan KPK itu merupakan skandal kejahatan. Sebab, baru kali ini Ketua KPK justru diduga berbuat jahat. “Jadi, Polri harus menangani ini dengan tuntas dan segera,” kata Novel. “Hal itu merupakan bentuk dukungan Polri terhadap upaya perbaikan KPK serta upaya pemberantasan korupsi.”
Desakan serupa disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, mekanisme pelaporan melalui SPKT hanya bersifat prosedural. Sementara itu, hal yang substansial dalam laporan ini adalah membuktikan ada-tidaknya unsur pidana. “Jadi, di mana terdeteksi ada peristiwa pidana, polisi wajib mengembangkan info untuk kemudian mencari apakah ada atau tidak peristiwa pidana,” kata Fickar.
ANDI ADAM FATURAHMAN | AVIT HIDAYAT | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo