Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Diteliti Sebelum Dilimpahkan ke Pengadilan

Kejaksaan Agung masih meneliti berkas perkara Ferdy Sambo dan tiga tersangka lainnya dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Masih ada waktu 14 hari sebelum berkas dinyatakan lengkap dan siap dibawa ke pengadilan.

20 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kejaksaan Agung menyatakan masih meneliti berkas perkara Ferdy Sambo yang diserahkan oleh Badan Reserse Kriminal Polri.

  • Penelitian berkas paling lama akan rampung dalam 14 hari kerja.

  • Setiap berkas perkara yang diterima dari penyidik kepolisian harus diperiksa ulang sebelum dinyatakan P21.

JAKARTA – Kejaksaan Agung menyatakan masih meneliti berkas perkara Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dan tiga tersangka lainnya yang diserahkan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian RI. Berkas tersebut merupakan hasil perbaikan dari Bareskrim dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. “Masih penelitian berkas perkara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, saat dihubungi, Senin, 19 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ketut, penelitian yang dilakukan jaksa akan menentukan apakah berkas itu sudah lengkap atau belum. Penelitian itu, kata dia, paling lama akan rampung dalam 14 hari kerja. Ketut mengatakan berkas hasil perbaikan itu baru diterima kejaksaan pada 14 September lalu. Jadi, kejaksaan meminta publik bersabar karena penyidik dan jaksa penuntut umum memerlukan waktu untuk menyiapkan pembuktian tentang kejahatan yang dilakukan tersangka sebelum berkas dilimpahkan ke pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keempat berkas tersebut atas nama Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Kepala Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Ketut menuturkan, untuk menangani kasus pembunuhan Brigadir Yosua, kejaksaan telah menunjuk 30 jaksa. Mereka merupakan tim jaksa yang dipimpin oleh seorang koordinator.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Albertus Wahyurudhanto, menilai proses pengusutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat berjalan cepat. Meski beriringan dengan sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP), proses pidana tetap berjalan. “Masih on the track. Prosesnya masih P19,” kata Albertus saat dihubungi, kemarin.

Menurut dia, selama ini kasus-kasus yang pidananya berat tidak pernah langsung P21—kode administrasi berkas perkara yang hasil penyidikannya sudah lengkap. “Tapi P19 dulu. Itu semacam tradisi di kejaksaan,” ujarnya. Albertus menuturkan, setelah P21, Kejaksaan Agung bakal mengajukan berkas ke pengadilan.

Pada 29 Agustus lalu, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara empat tersangka pembunuhan Brigadir Yosua kepada penyidik tim khusus Bareskrim Polri. Jaksa menilai berkas perkara Ferdy Sambo saat itu belum sempurna sehingga perlu dilengkapi. “Masih ada yang harus diperjelas oleh penyidik tentang anatomi kasus dan kesesuaian alat bukti,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana.

Menurut Fadil, setiap berkas perkara yang diterima dari penyidik kepolisian harus diperiksa ulang sebelum dinyatakan P21. Dalam perkara pembunuhan Yosua, Kejaksaan Agung menerima berkas pemeriksaan empat tersangka tersebut. Fadil mengatakan, untuk penyempurnaan berkas, setiap hari jaksa harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian tanpa libur. Upaya itu dilakukan untuk mempercepat penuntasan kasus.

Dalam kesempatan terpisah, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menolak permohonan banding Ferdy Sambo yang dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu dinyatakan melanggar kode etik dengan melakukan perbuatan tercela. “Menolak permohonan banding pemohon banding,” kata Ketua Sidang Komisi Banding, Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto, membacakan putusan sidang di gedung Transnational Crime Center (TNCC) Markas Besar Polri pada Senin lalu.

Dengan begitu, Ferdy Sambo tetap dijerat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri. Ferdy dinyatakan melanggar sejumlah pasal yang mewajibkan setiap anggota kepolisian menjaga kehormatan Polri dan menaati norma hukum.

Ferdy juga dinilai menerabas sejumlah larangan, seperti menggunakan kewenangan secara tidak bertanggung jawab serta melakukan pemufakatan pelanggaran kode etik profesi dan tindak pidana. Karena itu, ia dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) sebagai anggota Polri. Sidang banding itu dipimpin oleh jenderal bintang tiga, yakni Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto; Wakil Ketua Komisi Inspektur Jenderal Remigius Sigid Tri Hardjanto, serta anggota yang terdiri atas Inspektur Jenderal Wahyu Widada, Inspektur Jenderal Setyo Budi Mumpuni, dan Inspektur Jenderal Indra Miza. 

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan keterangan setelah Sidang Kode Etik Polri atas pengajuan banding Irjen Ferdy Sambo di gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, 19 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan putusan Komisi Banding terhadap Ferdy Sambo bersifat final dan mengikat. Menurut Dedi, pelanggar sudah tidak bisa lagi mengajukan upaya hukum apa pun setelah putusan banding ini. “Keputusan sidang banding bersifat final dan mengikat. Sudah tidak ada upaya hukum kepada yang bersangkutan,” kata Dedi, kemarin. Adapun keputusan sidang banding ini akan diserahkan kepada Sambo dalam waktu 3-5 hari ke depan. 

Pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Mabes Polri kemudian menetapkan Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Mereka diduga mengeksekusi Yosua dengan dibantu Brigadir Kepala Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Kecuali Eliezer, para tersangka dijerat Pasal 340 tentang pembunuhan berencana dan Pasal 338 tentang pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 tentang penyertaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Eliezer tidak dikenai Pasal 340. Khusus Ferdy Sambo, penyidik telah menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilihat Tempo, Ferdy mengakui telah memerintahkan Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan mengambil digital voice recorder (DVR) kamera pengawas (CCTV) di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Bahkan salah satu anak buahnya yang telanjur melihat isi rekaman CCTV diancam dan diperintahkan untuk tutup mulut.

HENDARTYO HANGGI | AVIT HIDAYAT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus