Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menanti Putusan Perkara Nomor 141

MK menggelar RPH perkara nomor 141, kemarin. Perkara ini menguji ketentuan UU Pemilu yang memuluskan Gibran menjadi cawapres.

22 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • MK menggelar RPH terhadap perkara nomor 141/PUU-XXI/2023, Senin kemarin.

  • Perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 ini menguji materi UU Pemilu yang mengakomodasi putusan MK soal usia calon presiden.

  • Peraturan KPU yang mengakomodasi putusan MK tentang usia capres diuji materi ke MA.

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) terhadap perkara nomor 141/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh Brahma Aryana, mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Senin sore kemarin. Agenda RPH itu merupakan kelanjutan dari persidangan terdahulu pada Senin pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang sumber Tempo yang dekat dengan Mahkamah Konstitusi mengatakan RPH itu membahas kelanjutan perkara nomor 141 tersebut. Perkara ini sesungguhnya menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, yang isinya dimaknai sesuai dengan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yaitu batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Putusan tersebut yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka, yang masih berusia 36 tahun, menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tapi saya belum tahu hasil RPH tersebut,” kata sumber Tempo ini. 

Ia menyebutkan RPH itu diikuti delapan hakim konstitusi dan tanpa Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Anwar tidak ikut proses persidangan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 karena menjadi perintah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Putusan MKMK menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim dalam menangani perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 sehingga paman Gibran itu dicopot dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.

Dalam perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 ini, pemohon mengajukan perubahan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang isinya dimaknai sesuai dengan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Pemohon meminta kalimat “batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah” diubah menjadi “berusia paling rendah 40 tahun, atau pernah, atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi.”

Pada persidangan terdahulu, tiga hakim konstitusi yang menerima sidang pendahuluan perkara tersebut. Ketiganya adalah Suhartoyo, Guntur Hamzah, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Dalam persidangan tersebut, mereka meminta pemohon dan kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, memperbaiki beberapa kekurangan dalam permohonannya. Perbaikan permohonan itu harus dimasukkan paling lambat Senin, 21 November 2023. 

Suhartoyo, yang memimpin sidang pendahuluan itu, juga menyebutkan rencana RPH atas perkara tersebut. “Percepatan (penyelesaian perkara) yang diinginkan akan kami sampaikan di rapat permusyawaratan hakim pada kesempatan pertama,” kata Suhartoyo, dikutip dari risalah persidangan.

Hakim konstitusi, Suhartoyo (kiri) dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dalam sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni soal syarat usia capres-cawapres di bawah 40 tahun, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, 8 November 2023. ANTARA/M. Risyal Hidayat

Viktor Santoso Tandiasa mengatakan kliennya memang meminta percepatan penyelesaian perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 ini. Karena itu, Viktor memasukkan perbaikan permohonan lebih cepat dari batas waktu yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Kami renvoi (perbaikan tambahan) kemarin di persidangan,” kata Viktor, Senin kemarin. 

Ia menjelaskan, pemohon memperbaiki petitum, yaitu mengubah kalimat “sedang atau pernah menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui mekanisme pemilu” menjadi “berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi atau gubernur”.

Menurut Viktor, perubahan petitum ini diselaraskan dengan concurring opinion dua hakim konstitusi dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Keduanya adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic. 

Viktor yakin hakim konstitusi segera merespons perbaikan petitum itu dengan menggelar RPH. Ia menduga ada dua kemungkinan keputusan RPH tersebut, yaitu hakim konstitusi langsung memutuskan perkara kliennya, atau melanjutkan persidangan perkara ke tahap berikutnya. 

“Kemarin kami hanya diminta menunggu informasi dari kepaniteraan,” ujarnya.

Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo mengenai RPH tersebut. Fajar hanya membaca pesan WhatsApp yang dikirim ke nomor kontaknya. 

Bakal calon wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka (kanan); dan Ketua KPU Hasyim Asy’ari saat pendaftaran capres dan cawapres Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, 25 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis 

Uji Materi Peraturan KPU ke MA

Tim Advokasi Penjaga Demokrasi dan Konstitusi (TAPDK) mengajukan uji materi Pasal 13 ayat 1 huruf q Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2023 tentang Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Agung. Pasal 13 ayat 1 huruf q itu mengatur syarat calon presiden dan wakil presiden, yaitu berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.

Isi pasal tersebut sesungguhnya menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. KPU merevisi dan menyatakan ketentuan itu mulai berlaku pada 3 November lalu atau dua pekan setelah pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Pemohon uji materi Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023, Ridwan Darmawan, mengatakan salah satu alasan menggugat PKPU tersebut adalah proses pengambilan putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi acuan perubahan PKPU dilakukan dengan cara melawan hukum. 

“Sehingga seharusnya putusan itu tidak dapat dijadikan dasar pembentukan PKPU,” kata Ridwan lewat keterangan tertulis.

Kuasa hukum pemohon, Imelda Napitupulu, mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 seharusnya tidak sah karena seorang anggota hakim konstitusi yang ikut proses persidangan hingga pengambilan keputusan dinyatakan mempunyai konflik kepentingan. Ia menyebutkan Pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudah tegas mengatur bahwa hakim dan panitera harus mengundurkan diri apabila memiliki kepentingan langsung atau tidak dengan perkara yang tengah ditangani. 

“Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, konsekuensinya putusan tidak sah,” kata Imelda.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suharto, mengatakan belum dapat memastikan permohonan uji materi dari Tim Advokasi Penjaga Demokrasi dan Konstitusi tersebut. “Saya tanya kamar TUN (Tata Usaha Negara) dulu,” kata Suharto, kemarin.

Ia melanjutkan, sebelum gugatan dari Tim Advokasi Penjaga Demokrasi dan Konstitusi, Mahkamah Agung lebih dulu menerima dua permohonan uji materi Pasal 13 ayat 1 huruf q Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023. Keduanya adalah gugatan dari Aliansi Peduli Demokrasi dan Lembaga Bantuan Hukum Yusuf. Gugatan keduanya sudah ditindaklanjuti dengan permohonan penetapan majelis hakim kepada Ketua Mahkamah Agung. 

ANDI ADAM FATURAHMAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus