Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kontroversi Politisasi di Badan Riset

Penempatan Dewan Pengarah BPIP sebagai pengarah BRIN janggal. Belum pernah lembaga riset memiliki dewan pengarah, apalagi merangkap jabatan di partai politik.

14 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Joko Widodo melantik Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN

  • Penempatan Dewan Pengarah BPIP sebagai pengarah BRIN janggal, apalagi merangkap jabatan politik.

  • Tak ada relevansinya pemegang jabatan Dewan Pengarah Badan Riset harus sama orangnya dengan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

JAKARTA – Pelantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN disebut-sebut mempertegas kembali kontroversi campur tangan politik dalam urusan riset. Kursi Megawati di kantor BRIN dengan alasan aktivitas keilmuan yang berbasis Pancasila dianggap tak senilai dengan prinsip kebebasan akademis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Dewan Penasihat Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herlambang Wiratraman, mengatakan penempatan Megawati sebagai pengarah BRIN merupakan kemunduran akademis. Herlambang mengatakan, Megawati punya kapasitas politik yang besar sehingga wajar jika ada kecurigaan intervensi kekuasaan atau partai politik dalam implementasi riset. “Ada potensi otoritas kekuasaan akan banyak campur tangan,” kata Herlambang, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Joko Widodo melantik Megawati kemarin di Istana Negara, Jakarta. Ada sembilan anggota dewan pengarah yang juga diresmikan. Mereka adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. Ada pula akademikus Sudhamek Agung Waspodo Sunyoto, Emil Salim, I Gede Wenten, Bambang Kesowo, Adi Utarini, Marsudi Wahyu Kisworo, dan Tri Mumpuni.

Keberadaan Dewan Pengarah BRIN ini juga sejak awal problematis karena lembaga riset seharusnya independen dan tak perlu diarahkan oleh kekuasaan. Herlambang mengatakan, tak ada relevansinya pemegang jabatan Dewan Pengarah Badan Riset harus sama orangnya dengan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). “Kecuali jika lembaga riset dan inovasi dibentuk untuk melayani kekuasaan dan bukannya didorong berani kritis terhadap kekuasaan,” kata dia.

Badan Riset dan Inovasi Nasional adalah lembaga baru yang dibentuk Jokowi pada 2019. Badan ini menjadi gabungan empat lembaga riset yang sudah senior, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Detail kerja BRIN diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021.

Dalam perpres tersebut, Pasal 7 menyebutkan bahwa Ketua Dewan Pengarah BRIN adalah juga dewan pengarah di BPIP. Tugas Megawati beragam, dari memberikan arahan, masukan, evaluasi, persetujuan, hingga rekomendasi kebijakan kepada Kepala Badan Riset. Kepala BRIN saat ini dijabat Laksana Tri Handoko, juga Kepala LIPI saat ini.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan keterangan pers setelah menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 13 Oktober 2021. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Sejumlah akademikus yang tergabung dalam Guru Besar dan Doktor Alumni Himpunan Mahasiswa Islam juga menyoroti keberadaan dewan pengarah. Penempatan Dewan Pengarah BPIP sebagai pengarah BRIN menjadi janggal karena sebelumnya lembaga riset tidak pernah memiliki dewan pengarah, apalagi yang merangkap jabatan di partai politik. “Dunia akademis harus dihindarkan dari kepentingan politik praktis,” kata Siti Zuhro, salah satu guru besar di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang juga alumnus HMI.

Keberadaan BRIN muncul sejak Kabinet Indonesia Maju dilantik. Sejumlah politikus PDI Perjuangan mengusulkan kepada Menteri Riset dan Teknologi saat itu, Bambang Brodjonegoro, untuk mendirikan BRIN sebagai lembaga terpisah dari Kementerian Riset. Pemisahan ini untuk mengakomodasi keinginan Megawati. Dalam rapat dengan Menteri Bambang, Megawati menyebutkan ingin mewujudkan cita-cita ayahnya yang merupakan presiden pertama, Sukarno, untuk membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Keinginan Mega terwujud. BRIN menjadi lembaga sendiri, sementara Kementerian Riset dan Teknologi dilenyapkan. Mega lalu ikut mengurusi lembaga riset tersebut dengan menjadi dewan pengarah.

Saat melantik Megawati dan yang lainnya kemarin, Jokowi berpesan agar mereka menjalankan tugasnya dengan baik. Adapun Megawati tidak memberikan keterangan apa pun kepada media seusai pelantikannya. Namun Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, membela keberadaan ketua partainya dalam lembaga yang mengurusi riset itu. “Beliau yang paling konsisten menyuarakan pentingnya ilmu dasar, riset, dan inovasi,” kata Hasto.

INDRI MAULIDAR | EGI ADYATAMA | FRISKI RIANA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus