Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah meningkatkan upaya penanggulangan gangguan ginjal akut progresif atipikal yang belakangan ini kian marak menyerang anak. Kemarin, Kementerian Kesehatan menyatakan telah membentuk tim untuk menyelidiki dan menangani kasus yang belum diketahui penyebabnya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tim itu melibatkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). “Kami masih mengkaji bersama untuk mengetahui penyebabnya,” kata Nadia, Rabu, 12 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, IDAI mengingatkan ihwal lonjakan angka kasus gangguan ginjal akut pada anak dalam tiga bulan terakhir. Agustus lalu, IDAI menerima laporan sebanyak 35 kasus. Angkanya bertambah pada September, yakni sebanyak 71 kasus baru. Adapun sepanjang Oktober, setidaknya hingga Selasa lalu, IDAI menerima 11 laporan kasus baru.
Dengan data terbaru tersebut, gangguan ginjal akut yang terlaporkan sejak awal tahun mencapai 131 kasus. Penderita, yang kebanyakan bayi di bawah usia 5 tahun, tersebar di 14 provinsi, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Sebanyak 80-90 persen pasien anak di Jakarta harus melakukan cuci darah.
Menurut Nadia, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 40 anak kini dirawat di RSCM, Jakarta Pusat, karena mengalami gangguan ginjal akut. “Hasil pemeriksaan laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan tidak ditemukan bakteri atau virus yang spesifik,” kata Nadia.
Gagal Ginjal Akut Misterius
Penyebab dan Gejala Gangguan Ginjal Akut Masih Misterius
Selasa lalu, 11 Oktober 2022, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tim dokter RSCM telah memiliki hasil penelitian kasus gangguan ginjal akut pada anak. Namun hasil penelitian itu, kata dia, akan diumumkan pekan depan. “Harus menunggu kesimpulan sebelum kami rilis ke publik,” kata Budi di Istana Kepresidenan pada Selasa lalu.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, Eka Laksmi Hidayati, membenarkan bahwa organisasinya bersama Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan sejumlah daerah, dan RSCM telah memeriksa dan menginvestigasi penyebab gangguan ginjal akut pada anak. Namun, hingga saat ini, tim IDAI belum dapat memastikan penyebabnya.
Eka mengatakan gangguan ginjal akut semestinya ada penyebabnya. Yang sering terjadi sebelumnya, gangguan ginjal akut merupakan efek dari kekurangan atau kehilangan cairan dalam waktu singkat, seperti akibat dehidrasi pada anak yang mengalami diare. Gangguan ginjal akut juga bisa terjadi akibat perdarahan hebat atau infeksi berat. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan cairan yang masuk ke ginjal kurang sehingga memicu cedera akut.
Namun, menurut Eka, tim IDAI tak menemukan penyebab-penyebab tersebut pada anak-anak yang kini mengalami gangguan ginjal akut. Hasil wawancara dengan orang tua pasien tak menemukan penyebab yang jelas. Kebanyakan serangan gangguan ginjal akut pada anak kali ini diawali gejala infeksi pernapasan dan pencernaan, seperti batuk, pilek, diare, atau muntah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Setkab/Rahmat
Secara teoretis, gejala infeksi tersebut tak tergolong berat dan bukan tipikal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Namun, dalam beberapa hari saja, tiba-tiba pasien mengalami penurunan jumlah urine yang signifikan, bahkan sebagian di antaranya tak keluar sama sekali. “Itulah yang membuat kami heran,” kata Eka seraya menegaskan bahwa hingga saat ini IDAI belum mendapatkan data konsisten pada pasien yang menunjukkan adanya keadaan tertentu sebagai penyebab gangguan ginjal akut. “Jadi, kami masih belum bisa mendapatkan apa penyebabnya.”
Eka belum dapat memastikan tingkat kematian pada kasus gangguan ginjal akut yang masih misterius ini. “Karena kami enggak ada datanya,” ujarnya. Yang jelas, menurut dia, beberapa pasien dapat pulang dalam kondisi fungsi ginjal yang pulih sempurna. Sebagian lainnya belum pulih sehingga harus melakukan cuci darah atau dirawat di rumah sakit.
Koordinasi dengan WHO untuk Kasus Serupa di Gambia
Kementerian Kesehatan juga telah berkoordinasi dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) ihwal kasus gangguan ginjal akut pada anak yang penyebabnya masih misterius ini. Siti Nadia mengatakan koordinasi dilakukan dengan tim ahli WHO yang menginvestigasi kasus serupa di Gambia. “Untuk mengetahui hasil investigasinya,” kata Nadia.
Jumlah kasus gangguan ginjal akut juga meningkat dan menyebabkan kematian 70 anak di Gambia, Afrika Barat, sejak Agustus lalu. Pada 5 Oktober lalu, WHO mengeluarkan peringatan atas empat sirup obat batuk dan pilek mengandung parasetamol buatan Maiden Pharmaceuticals, perusahaan farmasi berbasis di New Delhi, India, yang ditengarai berhubungan dengan kematian tersebut. Empat merek tersebut meliputi Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
Maiden Pharmaceuticals Ltd diduga memproduksi obat batuk sirup penyebab penyakit ginjal akut, di New Delhi, India, 6 Oktober 2022. REUTERS/Anushree Fadnavis
Dalam keterangannya, WHO menyatakan uji laboratorium telah menemukan tingkat kontaminan yang tidak dapat diterima dan berpotensi mengancam jiwa. Produk tersebut juga ada kemungkinan telah didistribusikan ke luar Afrika Barat. “Merek-merek ini harus diperlakukan berbahaya sampai dilakukan analisis oleh pihak-pihak berwenang terkait,” begitu disebutkan oleh WHO.
Bahan berbahaya yang mengkontaminasi obat tersebut ditengarai berupa dietilen glikol dan/atau etilen glikol. Senyawa organik ini tidak berwarna, tidak berbau, berkonsistensi kental seperti sirup, serta memiliki rasa manis. Biasanya bahan ini juga kerap dipakai sebagai antibeku minyak rem, kosmetik, dan pelumas. Etilen glikol juga merupakan depresan sistem saraf pusat (SSP) yang menghasilkan efek akut mirip etanol.
Menurut Nadia, berdasarkan diskusi dengan tim dari Gambia, kasus yang terjadi di sana diduga akibat konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. “Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi,” ujarnya.
Kemarin, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan telah mengawasi secara komprehensif penjualan produk obat yang beredar di Indonesia. Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk yang ditengarai menjadi pemicu kasus gangguan ginjal akut pada anak di Gambia tidak terdaftar di Indonesia. “Hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India, tidak ada yang terdaftar di BPOM,” demikian yang ditulis BPOM pada situs web resminya, Rabu, 12 Oktober 2022.
BPOM menyatakan terus memantau perkembangan kasus kontaminasi pada produk sirup obat yang teridentifikasi di Gambia. Perkembangan informasi dan komunikasi juga dilakukan dengan WHO serta otoritas pengawasan obat negara lainnya. BPOM berharap masyarakat tak resah. “Agar lebih waspada menggunakan produk obat yang terdaftar dan diperoleh dari sumber resmi,” BPOM menulis dalam keterangannya.
HENDARTYO HANGGI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo