Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan meminta PT Bio Farma (Persero) mempercepat produksi vaksin difteri untuk menanggulangi penyebaran penyakit menular itu. Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan stok vaksin saat ini hanya aman untuk menyuntik jutaan anak hingga akhir 2017. “Sedangkan setiap anak harus disuntik tiga kali hingga tahun depan,” kata Nila kepada Tempo, Selasa, 12 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vaksin yang menjadi pencegah difteri adalah DPT-HB-Hib (Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Haemophylus Influenza Tipe B) untuk usia 1-5 tahun, DT (Difteri Tetanus) untuk usia 5-7 tahun, dan TD (Tetanus Difteri) untuk anak usia 7-19 tahun. Stok nasional vaksin itu mencapai 3,5 juta file dikalikan 10 dosis.
Baca: Ini Bedanya Vaksin Difteri Anak dan Dewasa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah itu dikhawatirkan tak cukup karena Kementerian, lewat pemerintah daerah, berniat menyuntik jutaan anak di 20 provinsi lewat program Outbreak Response Immunization (ORI) untuk mencegah eskalasi penyakit mematikan yang menyerang saluran pernapasan atas itu.
Sepanjang tahun ini, Kementerian mencatat ada 663 pasien difteri di seluruh Indonesia. Sebanyak 38 di antaranya meninggal. Kondisi ini dinilai mengkhawatirkan karena pada bulan ini sedikitnya enam orang meninggal akibat difteri. Selasa, 12 Desember 2017, Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur, Jawa Barat, mendiagnosis dua remaja positif difteri. Ini menambah jumlah pasien difteri di kabupaten itu menjadi 11 orang, dua di antaranya meninggal.
Menurut Nila, ORI yang dilaksanakan serentak sejak Senin lalu di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat disambut antusias oleh masyarakat. Namun Kementerian belum memperoleh data jumlah anak yang telah disuntik, karena menunggu laporan dari daerah. Setidaknya 3.800 anak di bawah 5 tahun dilaporkan telah mengikuti ORI di Jakarta Utara.
Baca: 6 Orang Meninggal Akibat Difteri selama Desember 2017
Kementerian juga tengah menggalang bantuan dunia untuk ketersediaan ADS atau anti-diphtheria serum. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Mohamad Subuh, mengatakan telah menghubungi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk membantu menyediakan ADS. “Mereka merespons positif dan akan menyiapkan yang kita perlukan,” kata Subuh.
Serum antidifteri ini diberikan kepada pasien untuk meluruhkan membran putih di tenggorokan. Serum yang diperkirakan seharga Rp 4 juta hingga pasien sembuh ini tidak diproduksi di Indonesia, berbeda dengan vaksin difteri yang telah diproduksi oleh PT Bio Farma.
Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, mengatakan perusahaannya tengah mengkaji rencana menangguhkan rencana ekspor vaksin difteri ke sejumlah negara berkembang. “Kami relokasi pasokan sementara waktu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Bambang. Perusahaan farmasi milik negara itu juga berencana membantu menyiapkan ketersediaan serum antidifteri.
DEDEN ABDUL AZIZ | M. ROSSENO AJI