Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN orang akan mengiringi pendaftaran Mohammad Arief Hikmawan ke kantor Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, hari ini. Arief akan mendaftar sebagai bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Putra bungsu Bupati Pangandaran Jeje Widana itu ingin berkontestasi dalam pilkada Pangandaran tahun ini. Tapi ia membantah langkahnya itu bagian dari politik dinasti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Besok (hari ini) saya daftar membawa gagasan, (yaitu) bagaimana membangun Pangandaran ke depan,” kata Arief, Rabu, 17 April 2024.
Arief ikut pilkada karena bercita-cita untuk melanjutkan program kerja Bupati Jeje Widana, antara lain revitalisasi sumber daya, seperti peningkatan daya saing ekonomi dan pendidikan. Meski berambisi menggantikan posisi ayahnya, Arief menepis anggapan bahwa dirinya maju karena dorongan orang tuanya. Ia beralasan ingin bertarung dalam pilkada atas keinginan sendiri. Arief pun sudah mendapat restu orang tuanya.
Sebelum mendaftar ke DPC PDI Perjuangan, Arief lebih dulu melobi Wakil Bupati Pangandaran Ujang Endin Indrawan. Ujang juga bakal bertarung kembali dalam pilkada Pangandaran. Arief berkomunikasi dengan Ujang mengenai peluang keduanya berpasangan dalam pemilihan kepala daerah ini.
Sinyal keduanya bakal berpasangan diperlihatkan oleh tim pendukung Ujang. Relawan Ujang membuat pamflet yang berisi foto Ujang dan Arief, yang disertai tulisan "bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Pangandaran". Pamflet itu disebar di media sosial. “Mereka sudah izin ke saya, dan saya iya-kan,” ujar Arief.
Sosialisasi dini lewat pamflet bukan berarti Ujang dan Arief sudah pasti akan berpasangan dalam pilkada Pangandaran. Arief menegaskan, posisinya di pilkada sangat bergantung pada keputusan DPP PDI Perjuangan.
Saat ini DPC PDI Perjuangan Pangandaran tengah membuka pendaftaran bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Pangandaran. Pendaftaran itu dibuka sejak 1 April hingga Sabtu pekan ini.
Pangandaran merupakan satu dari total 508 kabupaten-kota yang menggelar pemilihan kepala daerah serentak 2024. Sebanyak 37 provinsi juga menggelar pilkada tahun ini. Pemungutan suara pilkada serentak dijadwalkan pada 27 November mendatang.
Rencana Arief bertarung dalam pemilihan Bupati Pangandaran tersebut menjadi satu contoh politik dinasti dalam pilkada. Politik dinasti dalam pilkada hampir terjadi di semua daerah.
Baca Juga:
Sesuai dengan catatan Kementerian Dalam Negeri, peserta pilkada dari unsur politik dinasti cenderung meningkat dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Peserta pilkada pada rentang waktu 2005 hingga 2014 yang berlatar belakang politik dinasti mencapai 60 calon. Angkanya lantas meningkat 53 orang pada pilkada periode 2015-2018. Lalu peserta pilkada serentak 2020 yang berlatar belakang politik dinasti mencapai 170 calon.
Catatan Kemendagri tersebut sejalan dengan hasil riset Yuliartiningsih dan Adrison (2022) mengenai perhelatan pilkada pada rentang waktu 2017-2020. Hasil riset keduanya menunjukkan terdapat 247 kabupaten-kota atau setara dengan 48,6 persen dari total 508 kabupaten-kota yang menggelar pilkada terindikasi bermuatan politik dinasti.
Keduanya juga menemukan persentase kemenangan kandidat dari politik dinasti dalam pilkada sangat signifikan. Politik dinasti tersebut juga efektif meningkatkan elektabilitas calon kepala daerah.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan politik dinasti terus dipertahankan karena partai politik diuntungkan. Partai politik sengaja memilih calon kepala daerah dari keluarga pejabat yang masih memegang kendali kekuasaan. Sebab, sumber kekuasaan tersebut menjadi modal utama dalam memenangi pilkada. Mereka memiliki jaringan yang luas, dari pengusaha, sosial-budaya, hingga berbagai lapisan masyarakat.
“Mereka gunakan semua sumber daya itu dalam pilkada,” kata Firman, Rabu kemarin.
Firman berpendapat, politik dinasti mengakar di daerah yang ketimpangan ekonominya tinggi. Pelaku politik dinasti biasanya memiliki ekonomi yang kuat. Sedangkan masyarakat di daerahnya masuk kategori ekonomi rendah.
Menurut Firman, politik dinasti ini bertahan karena partai politik gagal melakukan kaderisasi. Partai politik tidak mampu melahirkan kader yang kuat untuk bertarung dalam pilkada. Dengan demikian, mereka memilih jalan pintas dengan mengusung figur dengan elektabilitas dan popularitas tinggi serta didukung sumber daya kekuasaan.
Firman melanjutkan, partai politik seharusnya menjadi kekuatan alternatif melawan politik dinasti. Tapi partai politik justru melanggengkan politik dinasti di pilkada.
Ia menilai politik dinasti ini berdampak negatif terhadap demokrasi. Sebab, politik dinasti biasanya melahirkan pemimpin yang bekerja untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
Peneliti BRIN di bidang politik, Siti Zuhro, mengatakan masih banyak daerah yang mempraktikkan politik dinasti hingga kini. Situasi tersebut terjadi karena pemerintah daerah gagal menguatkan demokrasi dengan tata kelola pemerintahan yang baik. “Mereka justru membiarkan dinasti politik terus terjadi,” kata Siti.
Menurut Siti, politik dinasti dapat dikikis lewat sistem kaderisasi partai politik. Partai mesti menerapkan promosi kader dengan pola sistem merit, transparan, dan akuntabel.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan partai politik tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi politik dinasti. Sebaliknya, partai justru mempertahankan politik dinasti karena calon kepala daerah yang berlatar kekerabatan tersebut mempunyai tingkat keterpilihan yang tinggi dalam pilkada. Mereka mengendalikan semua sumber daya, dari modal, relasi bisnis, birokrasi, hingga sosial-budaya.
“Mereka punya uang. Jadi pasti tingkat keterpilihannya besar,” kata Ujang.
Menurut Ujang, praktik politik dinasti ini mengakibatkan demokrasi menjadi tidak sehat. Politik dinasti juga rentan dengan perilaku korupsi.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep ditemani istrinya, Erina Gudono, saat pembagian bahan pokok tebus murah di kawasan Limo, Depok, Jawa Barat, 17 Januari 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Dinasti Politik Presiden Jokowi
Politik dinasti bakal kembali dipertontonkan keluarga besar Presiden Joko Widodo dalam pilkada. Tiga anggota keluarga besar Jokowi disebut-sebut bakal bertarung dalam pilkada tahun ini. Ketiganya adalah Kaesang Pangarep, Erina Gudono, dan Bobby Afif Nasution. Kaesang adalah putra bungsu Jokowi. Erina adalah istri Kaesang. Adapun Bobby adalah suami Kahiyang Ayu, putri Jokowi.
Baca Juga:
Partai Solidaritas Indonesia akan mengusung Kaesang sebagai bakal calon Gubernur Jakarta. Ketua DPP PSI William Aditya Sarana mengatakan partainya akan mengusung Kaesang dalam pilkada Jakarta. Saat ini partainya tengah menjajaki koalisi dengan sejumlah partai politik.
Adapun nama Erina disebut-sebut sejumlah pengurus partai, antara lain Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto itu siap mengusung Erina sebagai calon Bupati Sleman, DI Yogyakarta.
Namun Kaesang membantah kabar bahwa Erina akan bertarung dalam pilkada Sleman. “Erina enggak nyalon,” kata Kaesang di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Senin, 15 April lalu.
Sedangkan Bobby akan diusung oleh Golkar sebagai calon Gubernur Sumatera Utara. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan partainya sudah menugaskan Wali Kota Medan itu menjadi bakal calon Gubernur Sumatera Utara.
Wali Kota Medan Bobby Nasution memasukkan surat suara Pemilu 2024 ke kotak suara di TPS 34, Medan, Sumatera Utara, 14 Februari 2024. ANTARA/Fransisco Carolio
Di samping keluarga besar Jokowi, mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, juga merintis politik dinasti dalam pilkada ini. Emil—sapaan Ridwan Kamil—akan bertarung dalam pilkada Jakarta. Lalu Atalia Praratya, istri Emil, akan diusung sebagai calon Wali Kota Bandung.
Kamis pekan lalu, Airlangga mengatakan partainya sudah menugaskan Emil bertarung dalam pilkada Jakarta atau Jawa Barat. “Nanti kami akan evaluasi,” katanya.
Atalia mengaku sudah mendapat surat tugas dari Partai Golkar untuk berkontestasi dalam pilkada Kota Bandung. Namun Atalia belum memutuskannya. Ia masih menunggu hasil survei elektabilitas dirinya di Bandung.
"Kami masih butuh survei supaya menunjukkan bahwa kami betul-betul siap dan sanggup untuk maju nanti," kata Atalia, Sabtu, 6 April lalu.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, Moh. Ramdhan Danny Pomanto juga ikut merintis politik dinasti. Wali Kota Makassar itu akan bertarung dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. Lalu istri Danny, Indira Yusuf Ismail, akan berkontestasi dalam pemilihan Wali Kota Makassar.
Indira Yusuf Ismail. Makassarkota.go.id
Indira mengaku sejumlah partai sudah menawarkan kepadanya untuk bertarung dalam pilkada Kota Makassar. Tawaran itu antara lain berasal dari Partai Persatuan Pembangunan Makassar. Ia pun menyanggupinya. “Akhirnya saya iyakan,” kata Indira, Rabu, 17 April lalu.
Alasan Indira menerima tawaran tersebut adalah ingin meneruskan dan menyelesaikan program Wali Kota Makassar sebelumnya. Ia juga mendapat dukungan dari suaminya untuk bertarung dalam pilkada Makassar. “Kami harus lihat survei dulu. Kalau rakyat menghendaki, kami lanjut,” ujar Indira.
Saat ini Indira mulai bersosialisasi di masyarakat. Ia gencar mengikuti kegiatan kemasyarakatan, antara lain acara halalbihalal Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Makassar, Selasa lalu. Spanduk bergambar Indira juga mulai disebar di beberapa titik jalan di Kota Makassar. Spanduk itu dipasang oleh kelompok pendukung Indira yang menghendakinya maju dalam pilkada serentak tahun ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Adinda Jasmine Prasetyo dan Defara Dhanya Paramitha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.