Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEUSAI kerusuhan di penjara Markas Komando Brigade Mobil, Depok, Jawa Barat, yang diikuti serangkaian teror bom di Surabaya pada Mei lalu, Kepolisian Republik Indonesia menggelar operasi besar-besaran. Sedikitnya 350 orang ditangkap di berbagai daerah. Kepada wartawan Tempo Raymundus Rikang, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa operasi tersebut untuk menjaga keamanan menjelang acara penting, seperti Asian Games 2018 serta sidang tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Bali pada Oktober nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa penangkapan terduga teroris sangat masif setelah teror bom Surabaya dan pengesahan Undang-Undang Antiterorisme?
Tindakan penegakan hukum yang dilakukan tim Detasemen Khusus 88 dan tim gabungan dari kepolisian daerah dalam rangka pencegahan aksi terorisme tak terulang. Apalagi Indonesia menggelar sejumlah acara berskala internasional, seperti Asian Games di Jakarta dan Palembang serta sidang tahunan IMF-Bank Dunia di Bali. Penegakan hukum kasus terorisme itu juga untuk menjaga ketertiban menjelang Pemilu 2019.
Sejumlah penangkapan terduga teroris ditengarai ada kejanggalan dan intimidatif. Bagaimana tanggapan Anda?
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, Polri memperhatikan aturan perundangan dan norma yang berlaku dalam masyarakat, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta mengutamakan tindakan pencegahan.
Mengapa polisi sampai harus menembak mati alih-alih sekadar melumpuhkan?
Penggunaan kekuatan sudah sesuai dengan aturan, yakni Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang enam tahap tindakan polisi mengacu pada enam tingkat ancaman. Petugas dapat melumpuhkan seseorang yang bertindak aktif dan membahayakan keselamatan jiwa aparat dan masyarakat. Ada juga Peraturan Kapolri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Implementasi Hak Asasi Manusia. Itu pedoman personel Polri dalam bertugas untuk menghindari abuse of power.
Bagaimana Polri menjamin penyalahgunaan kekuatan seperti kasus terduga teroris Siyono di Klaten tak terulang?
Kami sudah memasukkan materi penggunaan kekuatan dan hak asasi manusia ke kurikulum pendidikan dan pelatihan personel. Kami juga sedang membuat bahan ajar tentang implementasi hak asasi dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Bahan ajar itu diterapkan di semua tingkat pendidikan sejak 2016.
Bagaimana bila ada personel yang masih terbukti melanggar?
Mekanisme pengawas internal oleh Inspektorat Pengawasan Umum serta Divisi Profesi dan Pengamanan akan berjalan. Apabila terbukti melanggar, akan ada tindakan disiplin dan dihadapkan pada sidang etik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo