Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dilema Verifikasi Partai Setelah Pemekaran Papua

KPU mesti menyiapkan daerah pemilihan, alokasi kursi DPR, verifikasi partai, dan infrastruktur penyelenggara Pemilu 2024 di tiga provinsi hasil pemekaran Papua. Langkah itu hanya bisa dilakukan ketika Undang-Undang Pemilu diubah, yang saat ini hanya mengakui 34 provinsi.

9 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hingga saat ini, KPU akan memverifikasi partai politik di 34 provinsi meski ada penambahan tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua.

  • UU pembentukan tiga provinsi di Papua mengatur bahwa anggota DPR yang berasal dari tiga provinsi tersebut harus melalui pemilihan dalam Pemilu 2024.

  • DPR dan pemerintah diminta segera merevisi UU Pemilu untuk mengakomodasi terbentukan tiga provinsi baru di Papua.

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga saat ini memutuskan tidak memasukkan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua sebagai syarat dalam verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Alasan utama KPU lantaran Undang-Undang Pemilu masih mengacu pada 34 provinsi, yang di dalamnya tidak termasuk tiga provinsi baru di Papua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota KPU, Idham Kholik, mengatakan penyelenggara pemilu masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Lampiran satu sampai empat UU Pemilu hanya menyebutkan 34 provinsi di Indonesia. “Lampiran itu belum diubah sampai sekarang, baik melalui revisi, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, maupun putusan Mahkamah Konstitusi," kata Idham, Jumat, 8 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan, fakta itu menjadi acuan KPU dalam melaksanakan tahapan pendaftaran verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang dijadwalkan pada 1-14 Agustus mendatang. Meski begitu, KPU tetap menemui persoalan dalam melaksanakan verifikasi partai politik. Sebab, Undang-Undang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah—hasil pemekaran Papua— mengatur bahwa ketiga provinsi baru ini harus mengikuti Pemilu 2024.

Misalnya, Pasal 12 pada ketiga undang-undang pembentukan provinsi itu mengatur bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari ketiga provinsi harus dipilih melalui pemilihan umum. Aturan lainnya, anggota DPR ketiga provinsi tersebut untuk pertama kali ditetapkan berdasarkan hasil Pemilu 2024. Aturan ini secara tegas memerintahkan ketiga provinsi itu mesti mengikuti Pemilu 2024, yang artinya partai politik peserta pemilu juga harus ada di tiga provinsi tersebut.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan laporan pemerintah terkait dengan tiga RUU Pemekaran Provinsi Papua di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 30 Juni 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Masalah lainnya, Pasal 173 ayat 2 dan Pasal 177 Undang-Undang Pemilu menyebutkan salah satu persyaratan partai menjadi peserta pemilu adalah memiliki kepengurusan dan kantor di seluruh provinsi. Namun, kata Idham, terjadi kendala karena hingga saat ini RUU pembentukan ketiga provinsi tersebut belum diundangkan, meski DPR sudah mengesahkannya, pekan lalu. Artinya, UU ketiga provinsi belum resmi berlaku.

Sesuai dengan Pasal 72 ayat 2 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, DPR harus menyerahkan RUU ke presiden paling lambat tujuh hari setelah persetujuan bersama. Pasal 73 UU ini mengatur bahwa presiden wajib menandatangani RUU tersebut menjadi UU paling lambat 30 hari sejak persetujuan bersama. Jika dalam waktu 30 hari sejak persetujuan presiden tidak menandatanganinya, RUU tersebut otomatis sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

Merujuk pada ketentuan itu, ketiga RUU pembentukan Papua akan sah menjadi UU secara otomatis pada awal Agustus mendatang—DPR mengesahkannya pada 30 Juni—atau ketika KPU tengah melaksanakan tahap verifikasi partai politik.

Idham mengatakan KPU sebenarnya sudah mengkonsultasikan persoalan itu ke Komisi II DPR, dua hari lalu. “Dalam rapat dengar pendapat soal peraturan KPU mengenai pendaftaran dan verifikasi partai disebutkan bahwa Undang-Undang Pemilu tidak berubah," kata Idham. 

Ia mengakui kondisi itu akan menjadi serba rumit bagi penyelenggara pemilu ke depannya. Karena itu, Idham berharap DPR dan pemerintah segera mengubah ketentuan UU Pemilu. Sebab, konsekuensi terbentuknya tiga provinsi baru di Papua tersebut tidak hanya berdampak pada pembentukan pengurus partai di tiga daerah, tapi juga pembuatan daerah pemilihan serta pembentukan penyelenggara pemilu di sana.

"Kalau mau ada pemilu, penting juga penyelenggara KPU di sana," kata dia. "Kami sebagai pelaksana undang-undang menunggu revisi itu."

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan DPR dan pemerintah memang seharusnya segera memutuskan payung hukum pemilu setelah ada penambahan provinsi baru hasil pemekaran Papua. Salah satu solusinya adalah merevisi UU Pemilu. Hasil revisi itu akan mengatur penambahan kursi DPR, daerah pemilihan di tiga provinsi baru tersebut, dan pendaftaran partai peserta pemilu di tiga provinsi ini.

“Karena nanti calon parpol peserta pemilu akan diverifikasi soal kantor yang harus ada di semua provinsi. Nah, yang jadi pertanyaan, apa masih menganut 34 provinsi atau 37 provinsi?" kata Khoirunnisa, kemarin.

Ia menjelaskan, UU Pemilu saat ini sudah mengatur dengan jelas tata cara alokasi kursi DPR dan pembentukan daerah pemilihan. Misalnya, UU Pemilu menyebutkan kursi di DPR berjumlah 575. Lalu, daerah pemilihan DPR ataupun DPRD provinsi menjadi lampiran dalam UU Pemilu.

"Artinya, semuanya sudah terkunci di UU Pemilu sehingga dengan adanya DOB ini perlu ada payung hukum baru," ujarnya.

Ia menjelaskan, revisi UU Pemilu mesti menjawab penambahan jumlah kursi di DPR. Sebab, UU Pemilu sudah mengatur bahwa setiap provinsi minimal mendapat tiga kursi di DPR. "Penambahan kursi ini nantinya apa akan mengambil jatah kursi dari provinsi induk atau menambah kursi baru?"

Perludem, kata dia, menyarankan agar DPR merevisi UU Pemilu secara terbatas, khusus alokasi kursi DPR dan daerah pemilihan di tiga provinsi baru tersebut. Dia menegaskan, jika UU Pemilu tidak direvisi, penyelenggara pemilu pasti akan mengikuti regulasi yang lama. "Ini kan tiba-tiba. Secara logika, partai tentu belum punya kantor di provinsi baru ini, sehingga belum siap," katanya.

Peneliti dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay. Dok. TEMPO/Hariandi Hafid

Peneliti dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, sependapat dengan Khoirunnisa. Hadar berpendapat bahwa DPR harus secepatnya merevisi UU Pemilu agar KPU mempunyai landasan hukum yang pasti setelah penambahan provinsi baru. 

"KPU juga mesti mengantisipasi berbagai kendala dan kesulitan dalam melaksanakan tugasnya karena harus ada perubahan Undang-Undang Pemilu saat tahapan penyelenggaraan sedang berjalan," kata anggota KPU periode 2012-2017 ini. 

Menurut dia, keputusan DPR dan pemerintah yang mengesahkan pemekaran provinsi saat tahapan Pemilu 2024 tengah berjalan pasti merepotkan banyak pihak, terutama penyelenggara pemilu. “Membuat dapil itu tidak mudah dan akan menjadi tantangan semua pihak, termasuk KPU," ujar Hadar.

IMAM HAMDI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus