Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah dinilai berlebihan jika mengkriminalisasi pegawai MK yang menginformasikan rencana isi putusan uji materi pasal sistem pemilu.
Informasi soal rencana isi putusan MK merupakan bagian dari kritik publik terhadap Mahkamah Konstitusi.
Kepolisian akan mengusut sumber informasi rencana putusan uji materi UU Pemilu.
JAKARTA – Sikap pemerintah dalam merespons tersebarnya informasi mengenai rencana isi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Pemilu sebelum dibacakan menuai kritik. Langkah pemerintah yang meminta kepolisian mengusut sumber informasi tersebut dianggap sebagai upaya membungkam kebebasan berpendapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai pemerintah sangat berlebihan jika mengkriminalisasi pegawai MK yang menginformasikan rencana isi putusan uji materi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu kepada Denny Indrayana. Pasal 168 ayat 2 ini mengatur sistem pemilu proporsional terbuka untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kebocoran informasi itu terjadi di ruang politik, bukan di ruang persidangan. Menurut saya, itu sah dan tidak bisa dikriminalisasi,” kata Fickar, Senin, 29 Mei 2023.
Fickar menilai langkah pemerintah yang meminta kepolisian mengusut tersebarnya informasi rencana isi putusan MK tersebut terdengar konyol. Kerahasiaan informasi, kata dia, berlaku dalam tahap proses pengambilan keputusan para hakim konstitusi. Sedangkan hakim konstitusi sama sekali belum menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) mengenai uji materi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu. Karena itu, informasi rencana isi putusan MK yang tersebar tersebut bukan hasil keputusan yang akan dibacakan oleh majelis hakim nantinya.
Fickar berpendapat rencana isi putusan uji materi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu mengemuka karena memang terlihat ada perbedaan pendapat di antara para hakim konstitusi selama persidangan. Apalagi ada hakim konstitusi yang terkesan sependapat dengan permohonan pemohon yang menghendaki kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup, yaitu hanya memilih partai politik dalam pemilu. Di sisi lain, banyak pihak yang berkeberatan jika sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.
“Lucu jika ada kriminalisasi terhadap orang-orang yang memperjuangkan aspirasi dengan cara memberikan informasi yang penting bagi publik,” kata Fickar.
Rencana isi putusan MK atas uji materi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu pertama kali dibeberkan Denny Indrayana di media sosial, Ahad lalu. Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu mengklaim mendapat informasi soal rencana isi putusan MK atas uji materi sistem pemilu proporsional terbuka tersebut. Kata Denny, MK akan mengabulkan permohonan pemohon yang meminta kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup. “Komposisi putusan enam (hakim) berbanding tiga dissenting opinion,” kata Denny.
Uji materi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu ini didaftarkan ke MK pada 16 November 2022. Pemohon uji materi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 ini berjumlah enam orang. Seorang di antaranya bernama Demas Brian Wicaksono, pengurus cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Pemohon menilai sistem pemilu proporsional terbuka melemahkan kelembagaan partai dan menyedot banyak biaya. Mereka menghendaki agar Mahkamah mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Sistem ini berlaku di era Orde Baru. Sedangkan sistem pemilu proporsional terbuka dimulai sejak 2004.
Mahkamah sudah menuntaskan pemeriksaan saksi-saksi uji materi tersebut. Mahkamah juga meminta semua pihak, pemohon, termohon, dan pihak intervensi memasukkan kesimpulan pada Rabu besok. Setelah itu, hakim konstitusi akan menggelar RPH untuk mengambil kesimpulan.
Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 9 Mei 2023. ANTARA/Fauzan
Reaksi Berlebihan Pemerintah
Lembaga swadaya masyarakat bernama Paguyuban Bakal Calon Anggota DPR dan DPRD (BCAD) melaporkan Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya, kemarin. Koordinator Paguyuban BCAD, Musa Emyus, menduga Denny telah membocorkan rahasia negara. “Dia membuat kami resah,” kata dia.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. juga bereaksi atas tersebarnya rencana isi putusan uji materi sistem pemilu tersebut. Mahfud membahas masalah ini bersama Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, kemarin.
“Info dari Denny ini menjadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus menyelidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak menjadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud.
Mahfud mengklaim MK juga tengah menginvestigasi adanya pihak internal yang membocorkan informasi rencana isi putusan uji materi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tersebut. Bekas Ketua MK itu juga meminta Denny mengklarifikasi pernyataannya tersebut lewat jalur hukum. "Denny harus mengklarifikasi melalui hukum. Itu diskusi tadi. Tapi mudah-mudahan tidak sampai panas,” ujar Mahfud
Mahfud juga mengaku sudah mengklarifikasi informasi tersebut ke MK. Dia memperoleh informasi bahwa hakim konstitusi belum mengambil putusan. Hakim konstitusi akan mengagendakan RPH pada Rabu mendatang. Dia pun meminta semua pihak tidak berspekulasi atas putusan hakim konstitusi nantinya dan bersabar menunggu putusan dibacakan.
Listyo Sigit mengatakan kepolisian sedang membuka penyelidikan atas tersebarnya informasi rencana isi putusan uji materi sistem pemilu ini. “Jika ada tindak pidana yang ditemukan, kepolisian akan mengambil langkah lebih lanjut,” kata Listyo.
Juru bicara MK, Fajar Laksono, membenarkan bakal mengusut dugaan kebocoran rencana isi putusan uji materi sistem pemilu tersebut. "Kami akan bahas dulu secara internal."
Fajar juga membantah klaim Denny tersebut. Ia mengatakan hakim konstitusi belum menggelar RPH. Saat ini hakim konstitusi memberi kesempatan para pihak menyerahkan kesimpulannya pada 31 Mei ini. Setelah itu, hakim konstitusi menggelar RPH, lalu mengagendakan pembacaan putusan.
Denny Indrayana. TEMPO/Imam Sukamto
Adapun Denny mengaku sudah mendengar kabar bahwa pemerintah sedang mencari tahu pemberi informasi rencana isi putusan uji materi UU Pemilu itu kepadanya. Tapi ia tak mempermasalahkannya. Denny berpendapat dirinya perlu membawa informasi penting tersebut ke ruang diskusi publik. “Ini bentuk advokasi publik agar MK tetap pada rel sebagai penjaga konstitusi,” kata Denny.
Ia juga mengingatkan Mahkamah bahwa persoalan perubahan sistem pemilu merupakan bagian dari open legal policy atau kebijakaan yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang. Jadi, hakim konstitusi bakal melanggar hukum jika memutuskan mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Ahli hukum dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Rony Saputra, menilai langkah Mahfud yang meminta kepolisian mengusut kebocoran rencana isi putusan MK tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap kritik. “Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan semestinya berdiri untuk menjamin perlindungan atas kebebasan berpendapat, bukan justru memberangusnya,” kata Rony.
Sependapat dengan Rony, dosen hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai pernyataan Denny konstekstual dengan realitas hari ini. Sebab, komposisi hakim konstitusi memungkinkan adanya posisi enam berbanding tiga dalam pengambilan putusan nantinya. Komposisi yang dimaksudkan adalah masing-masing tiga hakim konstitusi dari pilihan presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
Feri berharap pemerintah tak mempidanakan pemberi informasi kepada Denny. Sebab, informasi itu justru merupakan bagian dari kritik publik terhadap MK. Selain itu, kata dia, tak ada alasan untuk menduga bahwa informasi yang diungkapkan merupakan hasil putusan hakim konstitusi karena mereka belum menggelar RPH.
AVIT HIDAYAT | JULNIS FIRMANSYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo